Berita Regional

Kisah Bocah 9 Tahun Jadi Tulang Pungung Keluarga, Ayah Pergi Tak Kembali Ibu Alami Gangguan Jiwa

Kisah Bocah 9 Tahun Jadi Tulang Pungung Keluarga, Ayah Pergi Tak Kembali Ibu Alami Gangguan Jiwa

Dokumen pemerhati sosial Ngada
Kris (9), Yoan (7), dan Erto (4), tiga bersaudara di Bajawa, Kabupaten Ngada, NTT hidup di pondok kecil di kebun tanpa orangtua. 

TRIBUNPANTURA.COM - Terlahir dari lima bersaudara, bapak-ibu pergi meninggalkanya, dan pada akhirnya ia kini menjadi anak tertua di keluarga.

Kris bocah 9 tahun asal Kabupaten Ngada, NTT terpaksa menjadi tulang punggung untuk dua adiknya, Yoan (7) dan Erto (4).

Sang ayah tak ada kabar setelah pergi merantau. Sementara sang ibu mengalami gangguan jiwa sejak sang ayah pergi meninggalkan mereka pada tahun 2017 silam.

Cerita Pilu Driver Ojol Hasran, Selalu Bawa Balita 2,5 Tahun: Ibunya Kawin Lari dengan Pria Lain

Niat Banget, Aksi Komplotan Pencuri Gotong Kotak Amal Musala Gunakan Mobil Terekam CCTV

Sarjana Keperawatan Asal Pemalang Memilih Jadi Jambret Pakai Motor Trail, Begini Akhir Kisahnya

Ketukan Mistis di Pintu Rumah dan Ketemu Harimau, Cerita Penemu Gerabah - Keramik Kuno di Desa Tua

Sang ibu juga pergi meninggalkan rumah sambil membawa si bungsu.

Kris sebenarnya adalah anak kedua dari lima bersaudara.

Mereka sempat tinggal bersama dengan neneknya di Kampung Woewali Desa Were 1, Kecamatam Golewa.

Namun setelah sang ibu ganguan jiwa, mereka memilih tinggal di kebun milik ayahnya.

Sementara sang kakak pertama yang berusia 12 tahun mencari nafkah di Kota Bajawa.

Otomatis sebagai anak paling tua di rumah, ia harus menghidupi dua adiknya.

"Sejak bapak dan mama mereka meninggalkan mereka, si Kris yang umur 9 tahun jadi tulang punggung mereka," ungkap Jeremias F Bhobo, pemerhati sosial Ngada, kepada Kompas.com, melalui sambungan telepon, Selasa (25/8/2020).

Untuk mendapatkan uang, Jerias bercerita, Kris bekerja memetik kopi di kebun warga.

Upah dari memetik kopi itu lah yang ia gunakan untuk membeli beras.

Mereka bertiga tinggal di pondok kecil di sebuah kebun tanpa ada orang dewasa sejak tiga tahun terakhir.

Pondok mungil tersebut tak ada listrik. Saat malam hari mereka mengandalkan lampu pelita untuk penerangan.

Setelah orangtuanya pergi, Kris dan Oktaf otomatis putus sekolah karena tidak ada yang membiayai.

"Saat saya tanya, apakah ada kemauan mau lanjut sekolah, mereka bilang pasti mau asalkan ada yang membiayai," ungkap Jeremias.

Eks TKI Malaysia Ia menambahkan, saat ini, ketiga bersaudara itu membutuhkan bantuan agar mereka mendapatkan kehidupan yang layak seperti anak pada umumnya.

Sementara itu saat dikonfirmasi terpisah, Kabag Humas Ngada, Marthinus P Langa mengatakan, akan menginformasikan keberadaan tiga bersaudara yang hidup di pondok tanpa orangtua dan putus sekolah itu kepada Camat Golewa.

Ia akan meminta agar Camat bisa telusuri keberadaan 3 bersaudara tersebut.

"Saya informasikan ini ke Camat Golewa untuk telusuri mereka agar bisa informasikan ke Bupati dan Dinas Sosial."

"Terima kasih sudah beri informasi ini ke pemerintah," kata Marthinus kepada Kompas.com, melalui sambungan telepon, Selasa malam. (*)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Cerita Bocah 9 Tahun Jadi Tulang Punggung untuk 2 Adiknya, Kerja Petik Kopi dan Tinggal di Kebun Tanpa Listrik

Seorang Wanita Lukai 3 Pria Gunakan Pisau Cutter, Gara-gara Kesal Ditagih Utang Rp50.000

93 Santri Ponpes Darussalam Blokagung Positif Covid-19, Ini yang Dilakukan Gugus Tugas

Ini 4 Ancaman Bagi Karyawan Kantoran Bila RUU Cipta Kerja Disahkan, Simak Selengkapnya

Ketahuan Gelapkan Pajak Perusahaan, Karyawati Ini Bunuh Bosnya, Bayar Pembunuh Bayaran Rp200 Juta

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved