Berita Nasional

Berikut Poin-Poin Undang-undang Cipta Kerja yang Dianggap Merugikan Pekerja

Seperti diberitakan, Dewan telah mengesahkan Omnibus law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja menjadi Undang-Undang.

Editor: Rival Almanaf
tribun-medan.com
Ilustrasi penolakan RUU Cipta Kerja 

Sebab tertulis, waktu istirahat mingguan adalah satu hari untuk enam hari kerja dalam satu minggu.

Selain itu dalam ayat 5, RUU juga menghapus cuti panjang dua bulan per enam tahun.

Cuti panjang akan diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.

Pasal 42 dalam RUU ini juga dianggap bermasalah. Ini karena melalui pasal tersebut, dianggap akan memudahkan izin bagi tenaga kerja asing (TKA) untuk direkrut.

Pasal tersebut mengamandemenkan Pasal 42 UU Ketenagakerjaan Tahun 2003 yang mewajibkan TKA mendapat izin tertulis dari menteri atau pejabat yang ditunjuk.

Ini berbeda jika mengacu pada Perpres Nomor 20 Tahun 2018 dimana TKA harus mengantongi beberapa perizinan seperti Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA), Visa Tinggal Terbatas (VITAS) dan Izin Menggunakan Tenaga Kerja Asing (IMTA).

Sehingga, saat UU Cipta Kerja disahkan, perusahaan yang menjadi sponsor TKA hanya membutuhkan RPTKA saja.

Poin lain yang dianggap positif adalah beberapa hal seperti berikut ini.

Sementara itu ada sejumlah poin plus, menurut pemerintah, yang didapatkan dengan disahkannya UU Cipta Kerja.

Dilansir Kompas.com, Senin (5/10/2020), Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartanto menilai UU Cipta Kerja dapat mendorong debirokratisasi sehingga pelayanan pemerintah akan lebih efisien, mudah dan pasti karena ada penerapan NSPK (Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria), serta penggunaan sistem elektronik.

Selain itu, dalam UU Cipta Kerja terdapat dukungan bagi UMKM lewat kemudahan dan kepastian dalam proses perizinan melalui OSS.

Serta, diatur kemudahan dalam mendaftarkan Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) dan kemudahan dalam mendirikan Perusahaan Terbuka (PT) Perseorangan.

“Kemudahan ini dengan persyaratan yang mudah dan juga biaya yang murah, sehingga ada kepastian legalitas bagi pelaku usaha UMKM,” kata Airlangga.

Bagi koperasi juga disebutnya akan mudah dalam pendiriannya dengan menetapkan minimal sembilan orang anggota.

Selain itu, sertifikasi halal, dilakukan percepatan dan kepastian proses. Serta memperluas lembaga pemeriksa halal menjadi dapat dilakukan Ormas Islam maupun Perguruan Tinggi Negeri.

Masyarakat juga disebut dapat memiliki kepastian pemanfaatan atas ketelanjutan lahan dalam kawasan hutan, di mana lahan yang berada di kawasan konservasi, hasil kebun dapat dimanfaatkan masyarakat dengan pengawasan pemerintah.

Halaman
123
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved