Berita Tekno

Orang Eropa Memilih Reparasi Gawai Rusak daripada Ganti, Bukan Pelit Ini Alasan Mulia di Baliknya

Mengapa Orang Eropa Memilih Reparasi Gawai Rusak daripada Ganti Baru? Bukan Pelit Ini Alasan Mulia di Baliknya

ANTARA FOTO/MUHAMMAD ADIMAJA via kompas.com
Tumpukan panel Printed Circuit Board (PCB) yang sudah tidak terpakai di Jakarta, Kamis (7/12/2017). Material berharga seperti emas yang terdapat dalam limbah elektronik seperti komponen televisi dan perangkat keras komputer mendorong munculnya penambang kota alias pencari sampah elektronik (e-waste). 

Aturan ini juga memasukkan indeks "daya tahan" perangkat dari 2024, yang akan memiliki kriteria seperti keandalan dan ketahanan produk.

"Kami ingin membatasi konsumsi sumber daya alam dunia," ujar Véronique Riotton, anggota parlemen Perancis.

"Semua orang prihatin. Tujuannya adalah untuk menaikkan pasar jasa reparasi dan saya berharap indeks ini akan membuat konsumen lebih sadar akan krisis ekologi yang sedang kita hadapi," lanjutnya. 

Skema peringkat ini disebut-sebut sebagai yang pertama di dunia, dan meletakkan dasar bagi negara-negara lain yang ingin mengikutinya.

Diharapkan sistem Perancis akan memulai perlombaan antar perusahaan untuk memperbaiki tingkat reparasi produknya.

Para pegiat yakin tindakan tersebut akan memungkinkan lebih banyak individu dan pihak ketiga seperti bengkel reparasi untuk berkembang, sesuatu yang bisa meningkatkan penyerapan sumbar daya manusia lebih besar.

"Perbaikan (produk) bukan prioritas bagi industri elektronik," kata Maarten Depypere, teknisi kebijakan perbaikan untuk iFixit Eropa, sebuah perusahaan swasta yang mengeluarkan skor kemampuan perbaikan untuk produk elektronik.

"Tapi Perancis benar-benar mempertimbangkan konsumen dalam undang-undang ini. Ini adalah solusi berimbang yang saya rasa akan meningkatkan persaingan antar-perusahaan. Saya pikir semua negara harus memiliki aturan serupa."

Studi pendahuluan menunjukkan naiknya jumlah gawai yang direparasi dapat memberikan dampak besar.

Sementara, Australia meluncurkan laporan tentang "Hak untuk mereparasi" yang hasil temuannya akan dibuka pada Februari.

Seluruh perkembangan ini membutuhkan perubahan signifikan pada cara perusahaan memproduksi barang, kata Chloe Mikolajczak, dari kampanye Hak Mereparasi, sebuah koalisi 40 organisasi di 15 negara Eropa.

Banyak gawai, seperti earbud nirkabel, sama sekali tidak bisa diperbaiki atau dibongkar, saat baterai mati, barang ini harus dibuang.

Telepon pintar kini semakin kompleks karena memiliki banyak kamera, yang artinya semakin susah untuk direparasi.

Pembaruan perangkat lunak termasuk dalam tingkat kemampuan reparasi sebuah produk, kata Mikolajczak, dan produsen harus mampu memelihara gawai-gawai keluaran lama. Ini tidak mudah.

Produsen pengeras suara Sonos pada 2019 dikritik karena pembaruan pada perangkat lunak mereka membuat versi lama tidak bisa dipakai.

Apple memicu kontroversi karena dengan sengaja mengurangi kapasitas komputasi iPhone keluaran lama, dalam praktik yang dikenal sebagai "keusangan terencana".

DigitalEurope, badan industri teknologi digital yang mewakili perusahaan-perusahaan teknologi seperti Amazon, Apple, dan Google, menolak berkomentar saat dihubungi BBC Future Planet.

Namun seorang juru bicara merujuk pada dokumen perusahaan, yang mengatakan bahwa "anggotanya telah lama melakukan kemajuan dengan teknologi ramah lingkungan" dan mereka "menekankan kebutuhan untuk memastikan persyaratan yang seimbang" untuk hak mereparasi.

Menurut dokumen tersebut, aturan hak untuk mereparasi harus "proporsional, layak, hemat biaya, dan menghormati kerahasiaan bisnis".

Selain itu, disebutkan bahwa "produsen harus terus memilih layanan profesional yang dapat diganti melalui jaringan mitra teknisi bersertifikat", yang, menurut mereka, lebih baik ketimbang reparasi dari pihak ketiga dalam kualitas, alasan bisnis, keamanan, dan lingkungan.

"Kami meragukan argumen ini," kata Mikolajczak.

"Tidak ada alasan untuk berpikir bahwa reparasi oleh pihak ketiga bisa mengakibatkan hal buruk. Pembatasan ini akan menjadikan reparasi lebih susah dan lebih mahal bagi konsumen."

Bagi mereka yang berada di kafe-kafe reparasi di Paris, kenyataannya berbeda.

Ruangan dipenuhi dengan obrolan meriah, aroma kue-kue baru diangkat, dan suara dentingan peralatan reparasi.

Belasan relawan dikelilingi oleh para peserta.

"Mereka bilang ini tidak bisa diperbaiki," ujar Caroline, warga lokal, melambaikan selembar formulir dari perusahaan pembuat mesin jahit keluaran 20 tahun lalu miliknya.

"Tapi kami menemukan masalahnya dalam hitungan menit. Segalanya lebih baik saat kami bisa menangani masalah dengan tangan kami sendiri," imbuhnya. (*)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Eropa Lebih Pilih Reparasi, Menolak Buang Gawai Rusak

7 Foto Sepinya Kota Tegal Hari Pertama Jateng di Rumah Saja, Jalanan Lengang hingga Warga Keluyuran

Banjir Kepung Semarang, Jasa Hidupkan Sepeda Motor Mogok Laris Manis, Tri Kantongi Rp150.000 Sehari

Inna Lillahi wa Inna Ilahi Rajiun, KH Atabik Ali Mertua Anas Urbaningrum Meninggal Dunia

Lionel Messi Jadi Bulan-bulanan, Suarez Murka: Yang Kalian Lakukan Itu Jahat

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved