Berita Jateng
Pekerja Seni di Kabupaten Pati Banting Setir jadi Pengrajin Layang-layang
Hingga kini, Pemerintah Kabupaten Pati belum mengizinkan pementasan kesenian di tempat terbuka.
Penulis: Mazka Hauzan Naufal | Editor: muh radlis
TRIBUNPANTURA.COM, PATI - Hingga kini, Pemerintah Kabupaten Pati belum mengizinkan pementasan kesenian di tempat terbuka.
Hal ini lantaran di Pati masih ada Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 3.
Kegiatan yang berpotensi menimbulkan kerumunan belum diperbolehkan oleh otoritas setempat.
Kebijakan ini tentu berdampak pada terpuruknya perekonomian para pekerja seni pertunjukan di Pati akibat tidak adanya jadwal manggung.
Hal tersebut juga dialami Jumadi (48), warga Dukuh Terbaos, Desa Rejoagung, Kecamatan Trangkil.
Sebelum pandemi Covid-19 melanda, dia bekerja sebagai pembawa acara atau pranotocoro di panggung-panggung hiburan.
Setelah pandemi menerjang, pekerjaannya di dunia pertunjukan terpaksa berhenti sementara dan dia harus memutar otak untuk mencari sumber pendapatan lain.
Kini ia mengumpulkan pundi-pundi rupiah dengan menjadi pengrajin layang-layang.
"Saya dapat ide untuk membuat layang-layang saat sedang berjemur.
Karena saat pandemi ini kita dianjurkan untuk berjemur.
Saat itu saya berpikir kok enggak ada kegiatan.
Akhirnya saya buat layang-layang sambil berjemur," ujar Jumadi saat ditemui di kediamannya, Senin (18/10/2021).
Setelah jadi satu buah layang-layang, dia memajangnya di teras rumah.
Tak disangka, ada orang lewat yang tertarik pada layangan buatan Jumadi.
Orang tersebut kemudian membelinya.
"Setelah itu ada pesanan terus, orang minta dibuatkan layang-layang berbagai bentuk.
Akhirnya malah jadi sumber penghasilan," ungkap dia.
Sejak mulai menekuni aktivitas ini sekira akhir 2020 lalu, hingga kini Jumadi mencatat telah menjual 107 buah layang-layang.
Dia mematok harga mulai puluhan ribu, ratusan ribu, hingga jutaan rupiah per buah layang-layang.
Bergantung ukuran dan tingkat kerumitan pembuatannya.
"Ada yang sampai Rp 1,5 juta, yaitu layangan naga.
Tapi paling banyak saya buat yang murah, kisaran 50 ribu atau 70 ribu," ujar dia.
"Jenis layangan kan banyak.
Ada badolan, gapangan, merakan, ram-raman, kepala barong, pesawat, helikopter.
Itu juga menentukan harga.
Yang simpel seperti gapangan paling saya jual Rp 50 ribu.
Burung hantu, elang saya jual Rp 75 ribu," tambah Jumadi.
Jumadi menegaskan, dirinya tidak mau berputus asa dengan adanya pandemi.
Meski keadaan serba terbatas, dia ingin tetap berkarya.
Meski sederhana, ia bersyukur aktivitasnya membuat layang-layang bisa sedikit menopang perekonomian rumah tangga.
Selama ini, selain berjualan di rumah dan di pinggir jalan, Jumadi juga mempromosikan layang-layang buatannya di media sosial, yakni Facebook dan Whatsapp.
"Kadang juga ada event 'manjer' layangan bareng-bareng di lapangan desa, saya juga ikut sambil jualan," tandas dia.