Berita Semarang

Wahid Foundation Perkenalkan Buku Sekolah Damai, Jadi Panduan Pembelajaran Siswa Bertoleransi

Wahid Foundation mengenalkan dan memberikan pemahaman kepada siswa di sekolah tentang pentingnya toleransi.

Penulis: faisal affan | Editor: Moch Anhar
TRIBUNPANTURA.COM/FAIZAL M AFFAN
Penulis buku Cerita Sekolah Damai, Ceprudin, saat menjelaskan sinopsis tentang buku yang ia tulis kepada para peserta yang terdiri dari perwakilan SMA di Kota Semarang. Penulis buku lainnya Siti Rofi'ah dan peneliti dari Wahid Foundation, Alamsyah M Dja'far, juga hadir dalam acara launching buku di Hotel Novotel Semarang, Jumat (25/2/2022). 

Bahkan SMA 13 Semarang pernah merekrut vokalis gereja yang mengikuti lomba rebana. Hal ini menjadi unik karena Endah mengizinkan hal tersebut.

Lebih unik lagi kisah SMA 10 Semarang, Ahmad Fadhol selaku Guru Pendidikan Agama Islam (PAI) diceritakan mampu menyadarkan seorang murid yang terpapar ideologi ekstrem.

Fadhol mengaku siswa tersebut hampir selama sekolah di SMA 10 tidak mau berjamaah di masjid sekolah karena perbedaan paham keislamannya.

Selain soal kisah keagamaan, pengalaman Kepala Sekolah SMAN 7 Semarang juga sangat inspiratif. Pasalnya dia berhasil mengubah stigma SMA 7 Semarang yang terkenal dengan tawurannya menjadi sekolah yang giat dengan aktivitas keagamaan.

Selain itu, di SMA 7 pernah terjadi kampanye anti hormat bendera merah putih, tapi bukan dari kalangan Islam, namun dari kalangan Kristen Saksi Yehuva. Aliran kristen ini sendiri menjadi kelompok minoritas ekstrem di kalangan kristen.

Peneliti dari Wahid Foundation, Alamsyah M Dja'far menjabarkan ada lima pokok penting dalam buku ini, bahwa kita percaya toleransi dan perdamaian adalah prinsip dasar yang dikembanhkan oleh moral, agama, dan kebudayaan.

Baca juga: Polda Jateng Jadikan Bahan Evaluasi Temuan dan Rekomendasi Komnas HAM Terkait Wadas Purworejo

Baca juga: Hasil Drawing Babak 16 Besar Liga 3, Persipa Pati Satu Grup dengan Klub Milik Prilly Latuconsina

"Toleransi ada karena perbedaan dan ketidaksukaan, toleransi tidak membuat sama tapi membangun kebersamaan dalam perbedaan," jelas Alam.

Toleransi lahir dari pengetahuan, kesadaran, dan penerimaan terhadap perbedaan. Bukan konsesi.

Penguatan toleransi harus dimulai dari kesadaran dan pengakuan atas masalah, bukan penyangkalan. Terakhir, pendekatan lokal adalah modal penting membangun toleransi.

"Pada dasarnya kita itu berbeda, tapi kita harus bisa bersama," pungkasnya. (*)

 

 

Sumber: Tribun Pantura
Halaman 2 dari 2
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved