Berita Jateng

Nelayan se-Jawa Minta Pemerintah Revisi Kebijakan yang Merugikan, Ancam Turun ke Jalan Jika Abai

Pertemuan nelayan dari berbagai daerah itu berlangsung di Aula RM Tempo Doeloe Kota Tegal, Rabu (1/6/2022).

TribunPantura.com/Fajar Bahruddin Achmad
Nelayan gabungan dari Jawa Tengah, Jawa Barat dan DKI Jakarta membuat pernyataan sikap yang ditujukan untuk Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan Presiden Joko Widodo di Aula RM Dapur Tempo Doeloe, Kota Tegal, Rabu (1/5/2022). 

TRIBUNPANTURA.COM, TEGAL - Nelayan se-Jawa Tengah, Jawa Barat dan DKI Jakarta membuat pernyataan sikap yang ditujukan untuk Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan Presiden Joko Widodo. 

Pertemuan nelayan dari berbagai daerah itu berlangsung di Aula RM Tempo Doeloe Kota Tegal, Rabu (1/6/2022).

Ada tujuh tuntutan yang berisikan usulan perbaikan terhadap kebijakan yang merugikan nelayan. 

Antara lain persoalan kenaikan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan kenaikan harga BBM di industri perikanan. 

Selain membuat pernyataan sikap, para nelayan juga membuat gerakan yang dinamakan Front Nelayan Bersatu. 

Koordinator Umum Front Nelayan Bersatu, Kajidin mengatakan, pertemuan ini dihadiri oleh nelayan dari DKI Jakarta, Jawa Barat dan Jawa Tengah. 

Nelayan dari Jawa Timur juga ikut serta tetapi melalui online. 

"Paling utama untuk mendesak PNBP dan harga BBM. Kalau tidak diturunkan, kami akan ke Jakarta," kata Kajidin, nelayan dari Indramayu. 

Kajidin mengatakan, kenaikan PNBP dan harga BBM sangat merugikan nelayan, dalam hal ini adalah anak buah kapal (ABK). 

Bagi pemilik kapal ini bukan persoalan besar. 

Karena jika pemilik kapal rugi, mereka tinggal mengikat kapalnya dan tidak memberangkatkan. 

Berbeda dengan nasib ABK yang bergantung dengan berangkat atau tidaknya kapal.

"Tolong catat, kami tidak butuh bantuan. Tapi kami butuh pemerintah untuk menjalankan kewajibannya memajukan dan menyejahterakan nelayan," ujarnya. 

Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Jawa Tengah, Riswanto mengatakan, pernyataan sikap ini dibuat karena kebijakan pemerintah dianggap belum berpihak kepada nelayan. 

Terutama soal indeks tarif pasca produksi yang menjadi 10 persen.

Hal itu tertuang di Peraturan Pemerintah No 85 Tahun 2021 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada KKP. 

"Sepuluh persen bagi kami atau pelaku usaha itu sangat memberatkan. Belum lagi ditambah sanksi-sanksi administrasi denda dan sebagainya," ungkapnya. 

Riswanto mengatakan, selain itu harga BBM di industri perikanan juga terus mengalami kenaikan. 

Kenaikan terakhir terjadi setelah Lebaran 2022. 

Harganya sudah mencapai Rp 16 ribu per liter. 

"Itu miris sekali untuk bisa berjalan dan bertahan. Idealnya kami sepakati untuk sektor kelautan dan perikanan maksimal Rp 9.000 per liter," jelasnya. 

Riswanto mengatakan, pertemuan ini juga menghasilkan kesepakatan untuk mengirimkan surat kepada KKP dan Kementerian Keuangan. 

Lalu para nelayan juga akan mengirimkan surat ke Presiden Joko Widodo. 

Barangkali dari presiden belum mengetahui kondisi di lapangan setelah adanya kebijakan-kebijakan baru itu. 

"Sebulan minta audiensi jika tidak ditanggapi, maka kami akan turun ke jalan di Jakarta," tegasnya. 

Berikut 7 Poin Pernyataan Sikap Front Nelayan Bersatu: 

1. Merevisi peraturan pemerintah yang tertuang di dalam PP 85 Tahun 2021 terkait: 
- Indeks tarif PNBP pasca produksi untuk ukuran kapal kurang dari 60 gross tonnage (GT) adalah 2 persen dan ukuran kapal 60- 1.000 GT adalah 3 persen.
- Tolak perikanan terukur dengan sistem kuota. 
- Tolak masuknya kapal asing dan eks kapal asing ke Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) Indonesia. 
- Penurunan tarif tambat laut.
2. Meminta alokasi izin penangkapan dua WPP yang berdampingan. 
3. Mengusulkan adanya BBM industri khusus untuk kapal nelayan di atas 30 GT dengan harga maksimal Rp 9.000 per liter. 
4. Meminta alokasi tambahan BBM bersubsidi jenis solar untuk nelayan dengan ukuran kapal maksimal 30 GT dan pertalite bersubsidi untuk kapal di bawah 5 GT. 
5. Merevisi sanksi denda administrasi terkait pelanggaran WPP dan Vessel Monitoring System (VMS). 
6. Lebih mengedepankan tindakan pembinaan dalam pelaksanaan penegakan hukum kapal perikanan. 
7. Mengakomodir kapal-kapal eks cantrang untuk dialokasikan izin menjadi jaring tarik berkantong dan mempermudah proses perizinannya. (*)

Sumber: Tribun Pantura
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved