Berita Kudus

Tradisi Syawalan Sewu Kupat di Colo Kudus, 23 Gunungan Ketupat dan Hasil Bumi Dikirab

Sebanyak 23 gunungan ketupat dan hasil bumi dari 18 desa di Kecamatan Dawe memeriahkan prosesi kirab.

Penulis: Rezanda Akbar D | Editor: m zaenal arifin
Tribun Pantura/Saiful Masum
Masyarakat berebut gunungan ketupat dalam tradisi syawalan festival sewu kupat di Desa Colo, Kecamatan Dawe, Kabupaten Kudus, Rabu (17/4/2024). 

TRIBUN-PANTURA.COM, KUDUS - Festival tradisi syawalan sewu kupat di Desa Colo, Kecamatan Dawe, Kabupaten Kudus kembali digelar tahun ini, Rabu (17/4/2024) setelah vakum beberapa tahun terakhir.

Sebanyak 23 gunungan ketupat dan hasil bumi dari 18 desa di Kecamatan Dawe memeriahkan prosesi kirab, mulai dari komplek makam Sunan Kudus hingga Taman Ria Colo.

Pemerintah Desa Colo menyiapkan enam gunungan, sisanya 17 gunungan disiapkan oleh 17 desa yang ada di Kecamatan Dawe. 

Ketua Panitia Festival Sewu Kupat Muria, Muhammad Antono mengatakan, tradisi ini sudah ada sejak dulu, dan harus dilestarikan setiap tahunnya. 

Spesial dari penyelenggaraan kegiatan festival sewu kupat tahun ini dilaksanakan meriah melibatkan 18 desa di Kecamatan Dawe.

Selain itu, ada sistem penjurian festival guna menentukan gunungan paling kreatif untuk diberikan penghargaan berupa uang tunai dan piala bergilir. 

"Ke depannya kami akan konsep lebih meriah lagi, berupa rangkaian kegiatan dalam waktu 2-3 hari untuk mendorong ekonomi dan pariwisata Kudus," terangnya. 

Pihaknya mengapresiasi antusias masyarakat yang begitu tinggi dalam menyambut lahirnya kembali festival sewu kupat

Bahkan tradisi syawalan ini bisa terselenggara dengan meriah hasil swadaya masyarakat tanpa bantuan anggaran dari pemerintah daerah setempat. 

"Kalau jumlah ketupatnya lebih dari 1.000. Melambangkan adanya guyub rukun masyarakat dalam rangka bentuk syukur kepada Allah SWT setelah melampaui ibadah puasa Ramadan. Kami konsep dari warga kembali ke warga untuk warga," kata dia.

Antono sudah bersiap untuk mematenkan Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) festival sewu kupat, supaya nantinya masuk dalam kalender event nasional. 

Penggagas Festival Sewu Kupat, Musthofa menjelaskan, tradisi syawalan ini mulai dilaksanakan meriah sejak 2007. 

Sempat vakum beberapa tahun mulai dari 2019 dampak pandemi covid-19, namun kembali hadir pada 2024 ini. 

Dia menyebut, festival sewu kupat merupakan tradisi syawalan yang ditujukan sebagai ungkapan rasa tawadu' kepatuhan, dan penghormatan masyarakat terhadap sosok Sunan Muria. 

Juga bagian dari kegiatan dalam rangka mengakrabkan masyarakat pada setiap momentum syawalan. 

Dia berharap tradisi ini tidak hanya sekadar pertemuan orang dalam jumlah banyak, atau ramai-ramai saja, namun menjadi bagian dari ikhtiar dan doa bersama agar mendapatkan keberkahan dan manfaat.  

"Alhamdulillah tradisi sewu kupat ini bisa terlaksana dengan swadaya masyarakat, tidak perlu menunggu stimulus dari pemerintah daerah. Ini jadi kegiatan masyarakat, ritual masyarakat, tradisi masyarakat yang harus diupayakan dengan mandiri swadaya dari dan oleh masyarakat. Siapapun pemimpinnya, agenda ini tetap akan berjalan dengan tujuan mencari berkah," ujarnya. 

Pj Bupati Kudus, M Hasan Chabibie mengapresiasi atas terselenggaranya kembali tradisi sewu kupat

Kata dia, tradisi ini menjadi salah satu simbol keberagamaan masyarakat Kudus, serta makna toleransi yang tinggi. 

Di mana Kabupaten Kudus menyimpan khazanah dan kearifan kokal yang cukup tinggi. Menjadi ciri khas tradisi budaya yang ada di Kota Kretek. 

"Tradisi ini harus diuri-uri, dilestarikan setiap tahunnya, jadi salah satu warisan budaya. Semoga masyarakat Kudus ke depannya semakin makmur dan sejahtera. Sehingga nantinya bisa menambah daya tarik wisata Kudus, mewujudkan kesejahteraan masyarakat Kudus," tutur dia. (*)

Sumber: Tribun Pantura
Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved