Penanganan Corona

Kisah Relawan Covid-19 Pusekesmas Bumijawa, Tetap Bantu Warga Meski Dapat Perlakuan Buruk

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Humas Satgas Covid-19 Puskesmas Bumijawa, Abdul Kholik (40), yang juga menjadi Koordinator Relawan di PMI Kabupaten Tegal

TRIBUN-PANTURA.COM, SLAWI - Perjuangan tim medis selama pandemi Covid-19, tidak hanya saat menghadapi pasien terkonfirmasi positif atau pun Suspec.

Tapi ada juga yang harus membantu proses pengurusan jenazah yang tentu tidak mudah.

Karena di beberapa daerah, pemakaman dengan menggunakan prosedur Covid-19 masih menjadi hal tabu.

Masih ada juga keluarga yang mungkin tidak menerima, sehingga terjadi kesalahpahaman yang bisa saja berujung ke hal yang tidak diinginkan.

Baca juga: Tower Bersama Group Berikan Bantuan untuk Tenaga Medis di Kabupaten Tegal

Baca juga: Bupati Wihaji Tegaskan Gor Indoor Batang Harus Selesai Tepat Waktu

Baca juga: Meninggal Karena Kecelakaan, Nunung Diberhentikan dari Wakil Ketua DPRD Kabupaten Pekalongan

Baca juga: Semua Anggota Fraksi Gerindra Berpeluang Jadi Wakil Pimpinan DPRD Kabupaten Pekalongan

Contohnya penolakan jenazah, penolakan proses pemakaman dengan standar Covid-19, atau pun tindak kekerasan dan semena-mena kepada petugas pemularasan jenazah Covid-19.

Hal ini seperti yang dialami oleh Humas Satgas Covid-19 Puskesmas Bumijawa, Abdul Kholik (40), yang belum lama ini mengalami hal tidak menyenangkan saat akan memakamkan pasien Covid-19, sampai membuat dirinya trauma sampai saat ini.

"Tugas saya, ketika ada kasus Covid-19 baru khususnya di wilayah Bumijawa, ya harus siap 24 jam. Saat melakukan tracing biasanya saya dengan tim tiga orang, dan yang menjadi pengalaman paling sering dialami yaitu penolakan dari warga. Kebanyakan dari mereka tidak terima dan menolak saat di tracing. Sehingga kami dari tim medis malah "dijengkeli" oleh warga, ini sering sekali kami alami," ungkap Kholik, pada Tribunjateng.com, Selasa (3/11/2020).

Meski sering mendapat perlakuan tidak ramah dan penolakan dari warga, tidak membuat Kholik dan rekan satu timnya menyerah begitu saja.

Mereka tetap berusaha melakukan pendekatan, bisa melalui keluarga yang lainnya, tokoh agama atau masyarakat sekitar, supaya apa yang dimaksudkan bisa tersampaikan dan diterima dengan baik.

Kholik yang juga menjadi Koordinator Relawan di PMI Kabupaten Tegal ini, menceritakan pengalamannya yang lain selama pandemi Covid-19.

Bahkan ia mengaku, pengalamannya yang satu ini masih sangat membekas sampai sekarang dan membuat trauma tersendiri.

Pengalaman yang menegangkan dan membutuhkan perjuangan ini, terjadi saat akan melakukan proses pemakaman pasien yang saat itu statusnya memang masih Suspec Covid-19.

Terjadi kesalahpahaman dari pihak keluarga pasien sehingga menimbulkan kerusuhan, dan berujung penganiayaan dan pengeroyokan oleh warga Dukuh Sawangan, Desa Sigedong, Kecamatan Bumijawa, Kabupaten Tegal, kepada tim medis yang bertugas saat itu.

Abdul Kholik menjadi salah satu petugas yang menjadi saksi sekaligus korban amukan warga Dukuh Sawangan.

"Pengalaman yang di Sawangan ini paling berkesan bagi saya. Karena selama 11 tahun bekerja dan menjadi relawan, baru kali pertama mengalami kejadian seperti itu. Mungkin seumur hidup, saya tidak akan pernah lupa kejadian hari itu, saya sampai berpikir kalau tidak akan selamat dan meninggal di lokasi," ujarnya.

Selain menguras tenaga dan pikiran, kesibukannya selama masa pandemi Covid-19, juga mengurangi waktu luangnya untuk berkumpul dengan keluarga di rumah.

Bahkan, Kholik mengaku, setiap harinya setelah melakukan pekerjaannya yang berkaitan dengan Covid-19, pasti ada rasa khawatir ketika bertemu anak dan isteri di rumah.

Diakuinya, terkadang saat akan tidur dengan isteri pun merasakan was-was. Karena takut ia bisa menularkan Covid-19 yang bisa saja menempel pada dirinya.

"Waktu awal saya menangani Covid-19, saya sudah memberikan pengertian ke keluarga, anak, dan isteri saya. Semuanya, mengenai resiko dan kesibukan saya. Awal mereka memang tidak langsung menerima, tapi saya selalu memberikan pengertian dan alhamdulillah mereka sudah bisa menyadari dan pada akhirnya menerima amanah tugas saya saat ini. Waktu saya untuk anak isteri sangat berkurang, tapi mau bagaimana lagi ini sudah tanggungjawab saya, jadi harus tetap saya jalankan," jelasnya.

Sempat didiami atau dimusuhi tetangga selama 10 hari.

Pengakuan ini dilontarkan Kholik saat mengenang apa saja pengalaman yang ia alami, baik suka dan duka termasuk didiami oleh tetangganya sendiri.

Diceritakan, tetangga dari Kholik ini merupakan kontak erat kasus Covid-19. Hal ini diketahui saat dilakukan tracing, dan tidak mungkin pihaknya asal karena sebelumnya sudah dilakukan pengecekan segala macamnya.

Namun pada kenyataannya, tetangga dari Kholik ini tidak terima, kenapa harus diswab dan dimasukkan dalam daftar kontak erat.

"Saya tidak disapa tetangga sampai kurang lebih 10 hari. Tapi saat ini alhamdulillah sudah baik dan menyapa lagi. Ini juga menjadi salah satu pengalaman yang menarik bagi saya. Benar-benar butuh perjuangan ekstra, tidak hanya meyakinkan keluarga, warga, tapi juga tetangga sendiri," tuturnya.

Selain ada cerita duka, tentu ada pengalaman yang menyenangkan juga selama menangani Covid-19.

Menurut ayah dari satu anak ini, salah satu yang menjadi hal menyenangkan selama Covid-19 yaitu pengalamannya dan ilmu yang tanpa disadari semakin bertambah.

Pekerjaan yang memang panggilan hati, dan sudah menjadi keinginan sendiri, maka mau sesulit apapun rintangannya selalu bertahan dan bisa melewati.

Dengan kata lain, meski mengalami perlakuan tidak menyenangkan seperti yang di Dukuh Sawangan Bumijawa, Kholik mengaku, ketika memang ada warga yang membutuhkan bantuan, pihaknya tetap berusaha membantu.

"Tetap kami bantu, dan insyaallah tidak akan kapok. Walaupun secara manusiawi rasa jengkel, kecewa, marah, dan sedih pasti ada. Mengingat sebelum Covid-19, jika terjadi bencana alam katakan angin puting beliung, kebakaran, di Sawangan kami yang bolak-balik membantu," katanya.

Warga asli Bumijawa Kabupaten Tegal ini, memiliki satu cerita unik lainnya yang dialami saat akan melakukan proses pemakaman pasien Covid-19.

Namun kali ini, bukan kekerasan atau penyerangan yang ia terima, melainkan salah informasi dengan petugas rumah sakit. Sehingga ia dan tim harus menunggu semalaman di area pemakaman.

Kejadian yang cukup menyeramkan tapi juga lucu ini, terjadi di wilayah Sokatengah Bumijawa Kabupaten Tegal.

"Jadi saat itu kami sudah berkoordinasi dengan pihak Desa setempat. Jam 20.00 WIB kami sudah tiba di pemakaman dan melakukan penggalian estimasi 2 jam. Jadi jam 22.00 WIB sudah siap, dan jam 23.00 WIB bisa melangsungkan pemakaman. Tapi ternyata jenazah sampai makam itu jam 04.30 WIB pagi. Sehingga semalaman kami menunggu di makam," cerita Kholik.

Baca juga: Pria Berbatik Merah Meninggal Mendadak Seusai Kejang-kejang di Depan Masjid Baitul Muttaqin Semarang

Baca juga: Kecelakaan di Indraprasta Kota Semarang, Pemotor Tabrak Gerobak Pemulung, Korban Tak Sadarkan Diri

Baca juga: Dalam Semalam Dua Apotek Kimi Farma di Brebes Dibobol Maling, Ini Benda yang Diincar

Baca juga: Ajakan Menikah Ditolak, Pria di Kulon Progo Ini Sakit Hati, Pacar Dibakar hingga Tewas

Tugasnya sebagai tim medis, suka relawan dimasa Covid-19 ini memang tidak mudah.

Butuh perjuangan yang cukup ekstra, terutama masih ada beberapa masyarakat yang masih berstigma negatif tentang segala sesuatu tentang Covid-19.

Namun, karena sudah panggilan jiwa, sehingga Kholik mengatakan tetap akan berjuang dan menjalankan amanahnya, bertugas menjadi relawan selama pandemi Covid-19 masih ada.

"Pengalaman di Sawangan bukan hanya saya saja yang trauma tapi petugas pemakaman yang lain juga. Kami benar-benar dipukul oleh massa, tapi alhamdulillah kami masih bisa selamat dari amukan ribuan warga. Saya juga dipukul, meski tidak berbekas parah seperti rekan saya yang lainnya. Kami juga disandera tidak boleh meninggalkan desa sebelum meminta maaf pada pihak keluarga. Meski demikian, jika suatu saat warga membutuhkan bantuan kami, insyaallah kami akan tetap membantu mereka," pungkasnya. (dta)