TRIBUN-PANTURA.COM, SEMARANG -Sebanyak 533 juta data pengguna Facebook, seperti user ID dan nomor telepon (HP) diperjualbelikan secara ilegal oleh hacker, dengan memanfaatkan bot di aplikasi pesan instan Telegram.
Kasus ini pertama kali diungkap oleh Alon Gal, Chief Technical Officer pada perusahaan keamanan siber Hudson Rock. Menurut Gal, ini adalah imbas dari kebocoran data Facebook yang terjadi pada Agustus 2019 lalu.
Gal turut memaparkan bahwa sang hacker memanfaatkan bot yang tersedia pada aplikasi Telegram. Bot ini memungkinkan seseorang mengetahui user ID pengguna Facebook, apabila mereka sudah mempunyai nomor telepon pengguna yang dicari.
Baca juga: Harga Emas Antam di Semarang Hari ini, Menurun Rp 2.000 Berikut Daftar Lengkapnya
Baca juga: Eriksen Jadi Penentu, Ibrahimovic Dikartu Merah, Inter Kalahkan Milan di Copa Italia
Baca juga: Sidang Perdana Sengketa Pilkada Purworejo di MK, Pemohon Sebut Ada Penyalahgunaan Surat Suara
Baca juga: Pasien Covid-19 dengan BPJS Diminta Tebus Obat Ratusan Juta Rupiah, Bagaimana Sebenarnya Regulasinya
Sebaliknya, apabila calon pembeli sudah memiliki user ID Facebook seseorang, maka bot akan mencari nomor telepon pengguna yang bersangkutan.
Agar bisa mengakses data ini, peminat diminta membeli kredit. Satu kredit diperlukan untuk setiap satu nomor telepon atau identitas pengguna Facebook yang ingin diakses. Ada pun harga yang dipatok untuk satu kredit adalah 20 dollar AS (sekitar Rp 282.000).
Sang hacker turut menawarkan pembelian dalam jumlah banyak, yakni sebesar 5.000 dollar AS (sekitar Rp 70,5 juta) untuk setiap 1.000 kredit yang dijual.
Baca juga: Prakiraan Cuaca BMKG Rabu 27 Januari 2021 Kabupaten Batang Hujan Ringan hingga Sedang Hari Ini
Baca juga: Berikut Prakiraan Cuaca BMKG di Pekalongan Raya, Rabu 27 Januari 2021
Baca juga: Wanita yang Mesum di Halte Pasar Senen, Mengaku Dapat Imbalan Rokok
Dihimpun KompasTekno dari Motherboard, Rabu (27/1/2021), bot ini diklaim telah menampung ratusan juta data pengguna yang tersebar di berbagai negara, mulai dari AS, Kanada, Inggris, Australia, serta puluhan negara lainnya.
Meski disebut kebanyakan nomor telepon yang bocor berasal dari kebocoran data Facebook pada 2019 lalu, namun kasus ini tetap mengancam risiko pengguna. Sebab, tidak banyak orang yang rutin mengganti nomor pribadi mereka.
Hingga saat ini belum diketahui secara pasti apakah bot yang dimaksud telah dihapus oleh pihak Telegram atau belum. Namun apabila bot tersebut telah dihapus, ironisnya para hacker masih bisa mengakses data-data tersebut melalui internet. (*)