Nelangsa Nasib Perajin Piala di Kudus, Tak Ada Pesanan Jelang HUT Kemerdekaan RI: Biasanya Panen
Nelangsa Nasib Perajin Piala di Kudus, Tak Ada Pesanan Jelang HUT Kemerdekaan RI: Biasanya Panen
"Saya harapannya bisa pulih lagi, virus corona segera hilang jadi aktivitas normal kembali," ujar dia.
Perkampungan yang juga dikenal sebagai Kampung Piala karena banyak masyarakatnya yang menjadi perajin piala itu sangat berdampak.
Satu di antaranya, Pemilik Al Trophy, Luki Hermawan, mengatakan, kesulitannya menawarkan jasa pembuatan piala di tengah pandemi.
"Kegiatan tidak ada, jadi yang pesan piala dan plakat itu nol. Nggak ada sama sekali. Terakhir pesanan Februari 2020," jelasnya.
Sampai sekarang sudah lima bulan dia tidak memperoleh penghasilan, terpaksa membanting stir usahanya.
Jika limbah plastik semula dibuat menjadi piala, kini dia memanfaatkan limbah tersebut untuk pengolahan mangkok plastik di Semarang.
Biarpun hasilnya tidak lebih baik dari penjualan pialanya, dia mengucapkan rasa syukur masih bisa memperoleh penghasilan.
"Saya jual limbah plastik ini Rp 5.000 per kilogram, keuntungannya sama jualan piala lebih rendah. Tapi lumayan bisa untuk menyambung hidup," jelas dia.
Padahal biasanya pada saat pertengahan tahun ini bisa mendapatkan pesanan mencapai 10 dus untuk piala dan plakatnya.
Kebanyakan, kata dia, pesanan kliennya adalah piala menjelang Hari Kemerdekaan seperti tahun-tahun sebelumnya.
"Biasanya kebanyakan piala pesannya sebanyak empat sampai enam dus. Tapi karena Covid tidak ada pesanan, modal juga nggak bisa muter," jelasnya.
Adapun harga piala yang dijual di sana berkisar antara Rp 25 ribu hingga Rp 350 ribu tergantung ukuran. (raf)