Berita Jateng

Apindo Jateng Heran Buruh Tolak UU Cipta Kerja, Frans: yang Mogok Kerja Nasional Bisa Disanksi

Apindo Jateng Heran Buruh Tolak UU Cipta Kerja, Frans: Buruh yang Ikut Mogok Kerja Nasional Bisa Disanksi

Tribun Pontianak
Ribuan masa aksi yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) bersama elemen serikat buruh lainnya melakukan aksi unjuk rasa menolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja dan pemberhentian hubungan kerja (PHK) di Komplek Parlemen, Jakarta Pusat, Selasa (25/8/2020). Aksi tersebut bukanlah menolak pembahasan omnibus law RUU Cipta Kerja namun menolak pengesahan draft RUU Cipta Kerja yang dikirim oleh pemerintah kepada DPR. 

TRIBUNPANTURA.COM, SEMARANG - Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jawa Tengah, Frans Kongi, merasa heran para buruh menolak keras Omnibus Law UU Cipta Kerja.

Di sisi lain, Apinda Jateng mengeluarkan imbauan terkait rencana mogok nasional yang akan dilakukan pekerja atau buruh pasca-pengesahan klaster ketenagakerjaan di Omnibus Law RUU Cipta Kerja.

"Kami sudah sebar surat edaran ke semua pabrik dan para pengusaha untuk memberikan imbauan ke pekerja atau buruh terkait mogok kerja nasional," kata Ketua Apindo Jateng, Frans Kongi, Selasa (6/10/2020).

Polres Pemalang Tangkap Tersangka Korupsi Pupuk Subsidi Rp2,92 Miliar, Buron Selama 6 Tahun

Bupati Kokok Izinkan Gelaran Pentas Hiburan di Blora, Syaratnya Hanya pada Waktu Ini

Eks Menteri Era SBY Buka Suara Soal UU Cipta Kerja: Dikira Buruh akan Manggut-manggut

Kronologi 10 Pegawai Disdukcapil Blora Dinyatakan Positif Covid-19, Dewi: Kini Mereka Isolasi

Pekerja atau buruh, lanjutnya, yang mogok kerja bisa dijatuhkan sanksi sesuai ketentuan di UU 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Ketentuan mogok kerja diatur dalam Pasal 137 UU 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Tercatat, mogok kerja adalah hak dasar bagi pekerja yang dilakukan secara sah, tertib, dan damai sebagai akibat dari gagalnya perundingan.

Ketentuan soal mogok kerja lebih lanjut dibahas dalam Kepmenakertrans no 23/2003 Pasal 3 yang mencatat jika mogok kerja dilakukan bukan akibat gagalnya perundingan, maka mogok kerja tersebut bisa disebut tidak sah.

Pasal 4 Kepmenakertrans tersebut juga mencatat bahwa yang dimaksud gagalnya perundingan adalah tidak tercapainya kesepakatan penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang diakibatkan karena pengusaha tidak mau melakukan perundingan.

Di luar hal itu, mogok yang dilakukan tidak sah dan memiliki konsekuensi hukum.

"Aksi mogok massal sama artinya dengan upaya melawan hukum," tandas Frans.

Ia juga meminta pengusaha menjatuhkan sanksi berat bagi buruh yang kedapatan ikut aksi mogok dan demo.

"Sanksi bagi buruh yang ikut mogok massal berupa teguran, peringatan tertulis hingga diberi SP3 alias pemutusan hubungan kerja (PHK). Nanti biar perusahaan yang menilai sanksinya apa," katanya.

Dia menyebut semua kalangan diminta untuk menunda aksi unjuk rasanya terkait menyikapi pengesahan UU Omnibus Law. Karena aksi tersebut dianggap picu kegaduhan di dunia usaha.

"Aksi mogok yang dilakukan para buruh biasanya hanya sebatas di lingkungan perusahaan saja karena ada persoalan dengan pelaku usahanya."

"Namun, jika mogok massal dilakukan secara nasional, tentunya sudah melanggar Undang Undang," ujarnya.

Sebaiknya, kata dia, para buruh tidak perlu berunjuk rasa karena UU Omnibus Law merupakan salah satu aturan yang bisa menguntungkan bagi sejumlah lapisan masyarakat.

Sumber: Tribun Pantura
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved