Demo Penolakan UU Cipta Kerja

PP Muhammadiyah: Aparat Penegak Hukum Bukan Kepanjangan Tangan Penguasa

PP Muhammadiyah menanggapi cara aparat meladeni para demonstran dalam aksi penolakan UU Cipta Kerja.

Editor: Rival Almanaf
Istimewa
Suasana bentrok antara Pelajar dan Polisi di Kawasan Harmoni, Jakarta Pusat, Kamis (8/10/2020)(KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG) 

TRIBUN-PANTURA.COM, JAKARTA - PP Muhammadiyah menanggapi cara aparat meladeni para demonstran dalam aksi penolakan UU Cipta Kerja.

Mereka menegaskan, aparat penegak hukum seharusnya tidak berperan sebagai kepanjangan tangan penguasa ketika rakyat berunjuk rasa.

Hal ini disampaikan Ketua Bidang Hukum PP Muhammadiyah Busyro Muqoddas menanggapi babak demi babak represi aparat yang terus bergulir dalam menangani demonstrasi, termasuk demo tolak UU Cipta Kerja sepekan terakhir.

Baca juga: Oknum Jasa Didiga Jual Kapal Sitaan dari Vietnam, Modusnya Dicat Ulang

Baca juga: Manajemen PSIS Masih Ragu Liga 1 Bisa Lanjut Pada November

Baca juga: Tiga Tenaga Medis Dilumuri Tinja Oleh Istri Pasien Covid-19, Polisi Tetapkan Tersangka

Baca juga: Jadwal Samsat Keliling Kajen Kabupaten Pekalongan Hari Ini, Kamis 15 Oktober 2020

"Polri bukan alat kekuasaan, sebagaimana TNI juga bukan alat kekuasaan sehingga harus bersikap," ujar Busyro kepada Kompas.com, Rabu (14/10/2020).

"Sikapnya secara etika dan norma berpihak kepada rakyat," lanjutnya.

Represi aparat terjadi dalam gelombang demonstrasi tolak UU Cipta Kerja selama sepekan terakhir, di mana anggota Muhammadiyah juga jadi salah satu korban.

Teranyar, empat orang relawan Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) dianiaya polisi tanpa sebab ketika menjalankan tugas kemanusiaan berjaga untuk korban bentrok demonstran dengan polisi di Jakarta, Selasa (13/10/2020).

Sebelumnya, Kamis (8/10/2020), sejumlah orang ditangkap tanpa dasar hukum. Bahkan, sejumlah wartawan yang tengah meliput turut ditangkap dan dianiaya hingga dirampas propertinya.

Brutal

Busyro menganggap deretan kekerasan oleh aparat keamanan, khususnya polisi, mesti segera dikontrol oleh negara yang bukan hanya berarti pemerintah.

Selama ini, kekerasan demi kekerasan yang dilakukan polisi tak pernah jelas kelanjutan kasusnya, kendati diproses secara hukum.

Eks Pimpinan KPK itu menuturkan, tanpa dikontrol bersama oleh masyarakat sipil maupun pers, pembiaran justru akan membuat kian langgengnya kekerasan aparat terhadap rakyat dalam berbagai kesempatan.

Bagi Busyro, kekerasan aparat yang kian menjadi-jadi adalah sebuah "kebrutalan politik".

"Budaya ketertutupan, nutup-nutupi atau intransparansi semakin menguat di birokrasi, termasuk di birokrasi penegak hukum. Tidak hanya intransparansi tapi, maaf ya, itu brutal," ungkapnya.

"Kalau itu tidak dikontrol, maka hal seperti ini akan terjadi terus dan demokrasi itu adalah demokrasi yang kekerasan terus wujudnya, diwujudkan dengan kekerasan oleh aparat Polri," tambah Busyro.

PP Muhammadiyah disebut juga tengah merencanakan jalur hukum atas penganiayaan polisi terhadap para relawan medisnya.

Sumber: Tribun Pantura
Halaman 1 dari 3
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved