Berita Jateng
Kurangi Ketergantungan Pajak Kendaraan, Jateng Diminta Bidik Optimalisasi Aset untuk Genjot PAD
Selama ini, hampir semua daerah menggantungkan pendapatan asli daerah (PAD) dari pajak kendaraan bermotor atau pun bea balik nama kendaraan bermotor.
Penulis: mamdukh adi priyanto | Editor: Rival Almanaf
TRIBUN-PANTURA.COM,SEMARANG- Selama ini, hampir semua daerah menggantungkan pendapatan asli daerah (PAD) dari pajak kendaraan bermotor atau pun bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB).
Pendapatan dari sektor ini memiliki nilai paling tinggi ketimbang sumber lain.
Namun, saat pandemi melanda yang berpengaruh terhadap menurunnya daya beli masyarakat akan kebutuhan tersier seperti kendaraan bermotor, PAD pun ikut melorot. Pandemi juga disebut momentum yang tepat untuk melakukan inovasi mencari sumber pendapatan alternatif lain.
Data di Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Provinsi Jawa Tengah, Pendapatan Asli Daerah (PAD) hingga Agustus terkoreksi negatif. Dibandingkan, periode yang sama pada tahun lalu, 2019 ada penurunan minus 8,02 persen.
Baca juga: 10 Orang Dipanggil Polisi Terkait Kegiatam Rizieq di Masa Pandemi
Baca juga: Seorang Gadis Buruh Perusahaan Sawit Diperkosa Bosnya di Tengah Perkebunan
Baca juga: Harga Emas Antam di Semarang Hari ini, Mengalami Penurunan Rp 2.000 Berikut Daftar Lengkapnya
Baca juga: Anak Bupati Semarang Resmi di PAW dari DPRD Fraksi PDIP Karena Ibu Jadi Cabup Partai Lain
Pelaksana Harian (Plh) Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Jateng, Sri Sulistiyati, menuturkan penurunan pendapatan sektor pajak daerah mengalami koreksi minus 8,31 persen.
Pajak daerah jadi penyumbang terbesar terkoreksinya PAD Jateng. Terutama pada pajak kendaraan bermotor (PKB) dan biaya pemilik nama kendaraan bermotor (BPNKB).
"Terbesar terkoreksi BPNKB yakni minus 33,37 persen. PKB minus 1,93 persen, pajak bahan bakar kendaraan bermotor (PBBKB) minus 11,16 persen. Minus ada di tiga pajak," kata Lilis, panggilannya saat diskusi terkait pendapatan daerah seperti dikutip Tribun Pantura, Kamis (19/11/2020).
Kemudian, ada sumber pajak yang berbanding terbalik yakni pajak air permukaan positif 5,51 persen dan pajak rokok naik 25,50 persen.
Retribusi daerah juga lesu, mengalami penurunan hingga Agustus, yakni terkoreksi minus 9,78 persen. Begitu juga pada hasil pengelolaan PAD yang terpisahkan, yakni dari deviden Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Jateng sebesar minus 34,63 persen.
"Untuk hasil deviden BUMD itu angka sebelum RUPS (rapat umum pemegang saham)," jelasnya.
Menurutnya, pandemi virus corona mempengaruhi sektor pendapatan daerah. Hal itu karena sejumlah aktivitas harus terkena dampak.
Misalnya, larangan mudik dan langkah pemerintah untuk melakukan pembatasan mempengaruhi pendapatan di sektor pajak bahan bakar kendaraan bermotor (PBBKB).
Lalu sektor pajak biaya pemilik nama kendaraan bermotor (BPNKB) dimana masyarakat memilih menahan diri untuk tidak membeli kebutuhan tersier seperti kendaraan bermotor.
Sementara, Wakil Ketua Komisi C (Bidang Keuangan) DPRD Jateng, Sriyanto Saputro, menyatakan sebelum ada corona sumber pendapatan memang banyak dari pajak kendaraan bermotor.
Adanya kemajuan teknologi, bisa saja kendaraan bermotor tergantikan dengan kendaraan listrik yang lebih ramah lingkungan, sehingga tidak ada pajak kendaraan bermotor.