Ngopi Surup

Kisah Inspiratif Bupati Tegal, Dulu Pernah Jualan Manisan saat Kuliah di Undip untuk Bantu Orangtua

Setiap orang memiliki cerita dan kisahnya sendiri terutama saat meraih kesuksesan atau pun posisinya saat ini.

Penulis: Desta Leila Kartika | Editor: Rival Almanaf
Istimewa
Bupati Tegal Umi Azizah, bersama Pemimpin Redaksi Tribun Jateng, Erwin Ardian, saat melakukan sesi obrolan santai dalam program Ngopi surup beberapa waktu lalu, di Rumah Dinas Bupati Tegal.  

Semuanya pendidikan berbasis pesantren, ada yang di pondok pesantren Denanyar Jombang, Ponpes Al Falah Ploso, saya sendiri di Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Ponpes Al hikmah Benda, dan di Ponpes Mahabatul Tholabah Babakan. 

Saya sendiri melihat kondisi orangtua seperti itu rasanya tidak tega, kebetulan orangtua saya itu kerja apa saja bisa, jualan apapun beliau lakukan sepanjang sesuai dengan kemampuan tenaga, fikiran, dan permodalan, jadi ya memang orangnya ulet. 

Melihat kondisi orangtua yang sepertinya kesulitan di keuangan, akhirnya saya melakukan apa saja untuk bisa membantu bapak ibu saya. Termasuk berjualan manisan, membuat hiasan dinding, ikut berjualan dengan teman di pasar Laweyan. 

Ide muncul saat saya sedang libur panjang kuliah, lalu melihat ada labu, pepaya, dan teringat suatu saat pernah melihat di sebuah toko ada yang jual manisan. Akhirnya saya mencoba membuat manisan secara otodidak. Ternyata bahan dasarnya murah tapi bisa dijual dengan harga mahal. 

Keuntungannya banyak karena bisa membantu keluarga dan ada kepuasan tersendiri bagi saya karena bisa membantu orangtua. 

Waktu mencoba berjualan manisan saya kuliah semester 3, tapi dari kecil apa yang dilakukan bapak ibu saya suka rewang-rewang (membantu). 

Tadi sesuai penuturan Ibu tinggal di Desa, lalu di Desa yang kuliah hanya Ibu saja atau bagaimana? 

Ya saat itu di Desa tempat tinggal saya yang seangkatan di Kabupaten Tegal mungkin hanya saya saja yang kuliah. Karena rata-rata saat itu tamat SD saja sudah langsung menikah. Jadi anak yang melanjutkan sekolah sampai SMP sudah "pentolan."

Saya berpikir konsep islam itu sangat jelas, bahwa dimanapun dan kapan pun kita sebagai manusia harus menjadi pribadi yang bermanfaat bagi orang lain, nah ini yang saya pegang. Kemudian di dalam alquran atau hadist juga sudah sangat jelas, bahwa kita harus berlomba-lomba untuk melakukan kebaikan. 

Melihat hal-hal yang ada di sekitar saya saat itu kok banyak sekali yang butuh perubahan. Sehingga saya memiliki angan-angan ingin belajar, dan menyampaikan ke orangtua kalau saya ingin seperti ini itu.

Kemudian dalam perjalanannya Ibu masuk ke politik ketika aktif di Fatayat Nahdlatul Ulama, bagaimana ceritanya? 

Sejak kecil saya memang suka berorganisasi, kumpul dengan teman-teman, kegiatan pramuka, dan lain-lain. Intinya saya ingin melakukan sesuatu untuk masyarakat sekitar saya yang menurut saya perlu diperbaiki. Sehingga saya bergabung di dalam sebuah organisasi yang ada di desa saya yaitu jamiyahan lah orang-orang menyebutnya. 

Ya dari Fatayat NU tingkat RT,  RW, Desa, kemudian menjadi pengurus tingkat Kecamatan, akhirnya tahun 1987 saya terpilih menjadi ketua cabang Fatayat NU di Kabupaten Tegal selama dua periode. 

Kabupaten Tegal cukup istimewa karena memiliki prestasi tingkat Nasional mampu bersaing dengan wilayah-wilayah lain tidak hanya Jateng tapi juga seluruh Indonesia. 

Kalau tidak salah tahun 2018 Kabupaten Tegal mendapat penghargaan tingkat nasional dan itu tentang perencanaan, itu bagaimana bu? 

Sumber: Tribun Pantura
Halaman 2 dari 4
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved