Berita Jateng
Ratusan Penyelenggara Pemilu di Jateng Disidang DKPP: Harus Netral dan Bermartabat
Berdasarkan data Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), dalam rentang waktu 2012-2020 total terdapat 171 penyelenggara pemilu (KPU dan Bawaslu)
Penulis: mamdukh adi priyanto | Editor: Rival Almanaf
TRIBUN-PANTURA.COM,SEMARANG- Berdasarkan data Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), dalam rentang waktu 2012-2020 total terdapat 171 penyelenggara pemilu (KPU dan Bawaslu) yang dilaporkan dan masuk persidangan DKPP.
Dari jumlah itu, sebanyak 127 penyelenggara diputuskan mendapat rehabilitasi atau pemulihan nama baik karena tidak terbukti melanggar kode etik penyelenggaraan pemilu.
Sementara, sejumlah 37 orang mendapatkan teguran tertulis dan tujuh penyelenggara pemilu diberhentikan secara tetap.
Dalam setiap tahapan pemilu, acap kali tidak berjalan lancar. Ada potensi pelanggaran etika yang dilakukan penyelenggara.
Komisioner DKPP, Prof Teguh Prasetyo menuturkan setiap perebutan kekuasaan melalui jalur pemilihan umum, rentan terjadi pelanggaran. Meskipun ada aturan, namun belum ada pijakan yang kokoh supaya pemilu berintegritas dan bermartabat.
Makanya, ada calon kepala daerah yang menghalalkan segala cara untuk menang dan memperoleh kekuasaan. Kondisi ini tentunya kontestasi dapat menggoyang nilai-nilai Pancasila.
Setiap pihak yang terlibat, baik penyelenggara, pemilih, atau pun kandidat calon berpotensi melakukan terjadinya pelanggaran.
"Dalam pemilu itu harus ada pijakan filosofis. Jika tidak ada, bisa menggoyangkan NKRI, apakah itu isu agama, ras, dan sebagainya. Jika sudah ada filsafat pemilu, digoyang pun tidak jatuh," kata Prof Teguh saat acara diskusi di Semarang, Jumat (4/12/2020).
Dalam filsafat pemilu, sejatinya memiliki nilai demokrasi, persatuan, dan ketuhanan. Pemilu tidak cukup berintegritas, tetapi juga harus bermartabat. Artinya, bisa memberikan nilai dan penghargaan terhadap kejujuran.
Dengan begitu, tanah air yang didiami beragam suku, agama, dan budaya tidak berujung kaos.
Nilai-nilai filsafat pemilu harus ditanamkan khususnya pada penyelenggara pemilu. Mereka harus bertindak netral dan independen.
"Oleh karena itu, penyelenggara pemilu harus berpegang dan berpijak pada nilai- nilai filsafat kepemiluan yang dijabarkan dari nilai- nilai Pancasila," jelas guru besar Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga ini.
Setiap tahapan memiliki celah pelanggaran etika dari penyelenggara pemilu. Di antaranya berkaitan dengan uang atau suap serta mengubah perolehan suara peserta pemilu, baik saat pemilihan presiden, legislatif, ataupun kepala daerah.
Sebut saja kasus yang terjadi di Kendal dimana DKPP menjatuhkan sanksi pemberhentian tetap kepada teradu atas nama Catur Riris Yudi Pamungkas sebagai anggota KPU Kendal pada Mei 2020.
Teradu terbukti menyalahgunakan tugas dan wewenangnya sebagai penyelenggara pemilu dengan berpihak dan membantu penggalangan suara calon anggota legislatif pada Pemilu 2019 silam.