Berita Jateng

Status Lahan yang Terkena Rob Masih Jadi Kendala Pembangunan Tol Semarang-Demak

Proyek tol Semarang-Demak mengalami kendala pembebasan lahan. Status tanah terutama di Sesi 1 yakni Semarang-Sayung masih dipersoalkan.

Penulis: mamdukh adi priyanto | Editor: Rival Almanaf
Istimewa
Ilustrasi jalan tol 

TRIBUN-PANTURA.COM, SEMARANG- Proyek tol Semarang-Demak mengalami kendala pembebasan lahan. Status tanah terutama di Sesi 1 yakni Semarang-Sayung masih dipersoalkan.

Asisten Ekonomi dan Pembangunan Sekretariat Daerah Jawa Tengah, Peni Rahayu menuturkan masih ada permasalahan yang harus diselesaikan terkait pembangunan jalan tol tanggul laut.

Seperti diketahui, pembangunan tol yang berfungsi sebagai tanggul juga diharapkan dapat mengurangi intensitas banjir rob yang kerap melanda wilayah di sejumlah titik di jalur Semarang-Demak.

"Ada sejumlah evaluasi dari pemerintah pusat, yakni Sekretariat Presiden terkait tol tanggul lau Semarang-Demak. Ada perbedaan (pandangan) soal pembebasan tanah," kata Peni dalam diskusi virtual yang dikutip Tribun Pantura, Rabu (9/12/2020).

Baca juga: Hasil Quick Count Pilkada Pemalang, Pasangan Calon Agung-Mansur Unggul

Baca juga: Bocah Ajaib Dortmund Cetak Rekor, Moukoko Jadi Pemain Termuda dalam Sejarah Liga Champions

Baca juga: Tim Pemenangan Dico-Basuki Klaim Kemenangan Pilbup Kendal 2020: Kami di Angka 49 Persen

Baca juga: Hasil Hitung Sirekap Aaf Menangkan Pilwakot Pekalongan 2020: Jangan Euforia Dulu

Ia melanjutkan, ada aturan di Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) yang menyatakan apabila ada perubahan pada muka tanah, faktor kepemilikan tanah terhapus.

Perubahan pada muka tanah yang dimaksud yakni tanah yang menjadi lahan pembangunan terkena banjir rob sehingga menjadi lautan. Kondisi itu dikategorikan tanah tenggelam atau musnah.

Namun di sisi lain, Kementerian ATR/BPN belum bisa menyatakan tanah tersebut musnah lantaran warga masih memegang sertifikat tanah dan rutin membayar pajak. Karena itu, juga belum bisa memutuskan apakah tanah tersebut bisa dibayar atau tidak.

"Kami (pemerintah provinsi) sempat berdiskusi dengan Sekretariat Presiden soal ini, dan nantinya pembahasan akan dibawa ke level lebih tinggi lagi," jelasnya.

Menurutnya, Kementerian ATR lah yang berhak menentukan hak atas kepemilikan tanah tersebut.

Namun, Peni menuturkan penetapan status hak milik lokasi tanah yang fisiknya tenggelam, belum memiliki pedoman atau aturan di Kementerian.

"Ini yang masih menyisakan masalah. Belum selesai. Ini menjadi pengalaman kami kesulitan untuk membebaskan tanah," imbuhnya.

Ia menambahkan, tol Semarang-Demak ini dibangun mengikuti garis pantai. Sehingga secara aturan masuk di wilayah darat. Sehingga secara yuridis, masih diakui bahwa itu statusnya daratan dan bisa dibayarkan ganti untung pembebasan lahan.

Tol serupa yang juga berfungsi sebagai tanggul laut juga akan dibangun di wilayah Jawa Tengah yakni tol Semarang Harbour dari Kota Semarang-Kendal.

"Karena sudah belajar pengalaman, pembangunan Semarang Harbour akan dilautkan (masuk wilayah laut) sekalian. Sehingga tidak perlu pembebasan tanah," terang Peni.

Untuk pembangunan Semarang Harbour, pihaknya hanya akan meminta rekomendasi ke Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk bisa mengubah rencana zonasi pesisir.

Terpisah, Wakil Ketua Komisi D (Bidang Pembangunan) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jateng, Hadi Santoso, menyatakan ada permasalahan pelik yang dialami dalam proses pembangunan tol Semarang-Demak, terutama di Sesi 1.

Di Sesi 2 (Sayung-Demak), kata dia, menurut tim appraisal atau pembebasan lahan, Desember 2020 sudah selesai semua. Hanya ada kendala karena ada tanah wakaf dan tanah kas desa (TKD). Tapi urusan itu selesai dibicarakan dan akan dibayar.

"Yang masalah itu di Sesi 1, bukan karena masyarakat tidak mau jual. Tapi tanahnya sudah berbentuk lautan, bergelombang seperti di lautan. Namun, masyarakat masih punya sertifikat," tegasnya.

Menurutnya, dalam aturan pokok-pokok pertanahan, tanah yang sudah tidak kelihatan dalam hal ini tertutup rob, sudah menjadi kewenangan negara. Artinya tidak perlu dibebaskan.

Baca juga: Anak Jokowi Gibran Unggul di Pilwakot Solo, Berdasarkan Quick Count 2 Lembaga Survei Ini

Baca juga: KPU Jateng Pastikan Seluruh TPS di 21 Kabupaten/Kota Terapkan Protokol Kesehatan Secara Ketat

Baca juga: Fadia-Riswadi Klaim Menangkan Pilbup Pekalongan 2020: Data Masuk Sudah 72 Persen

Baca juga: Paslon Agung-Mansur Klaim Kemenangan Pilbup Pemalang, Quick Count Internal, Unggul di 11 Kecamatan

Namun demikian, pemerintah harus melihat kondisi masyarakat dimana masih memegang dokumen sah kepemilikan atas tanah tersebut.

Karena itu, lanjutnya, saat ini pemerintah sedang mencari legal opinion ke Kejaksaan agar ketika melangkah, tidak menyalahi aturan.

"Sebenarnya, pemerintah itu sudah ada uang Rp 1,3 triliun yang siap digunakan untuk pembayaran atau pembebasan lahan. Namun bisa dikatakan, yang Rp 400 miliar itu digunakan untuk pembebasan tanah yang menjadi lautan itu. Nah itu boleh dikeluarkan atau tidak, jangan-jangan nanti kalau dikeluarkan bisa bermasalah," terangnya.

Ia menambahkan, tol ini ditargetkan bisa beroperasi pada akhir 2022 yang awalnya ditargetkan awal 2020. Namun, dengan catatan permasalahan pembebasan lahan tersebut bisa rampung segera. Jika tidak, praktis pembangunan bakal molor.(mam)

Sumber: Tribun Pantura
Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved