Berita Tegal

100.000 KK di Tegal Raya Terdampak Sulitnya Mendapatkan Benang Rayon, Industri Sarung ATBM Goyah

100.000 KK di Tegal Raya Terdampak Sulitnya Mendapatkan Benang Rayon, Industri Sarung ATBM Goyah

Tribunpantura.com/Fajar Bahruddin Achmad
Proses produksi sarung alat tenun bukan mesin (ATBM) di Kota Tegal, Sabtu (13/3/2021). 

Penulis: Fajar Bahruddin Achmad 

TRIBUNJATENG.COM, TEGAL - Industri sarung alat tenun bukan mesin (ATBM) di Tegal mengalami kesulitan mendapatkan bahan baku benang rayon. 

Mereka kesulitan mendapatkan benang rayon yang sejatinya merupakan hasil produksi dalam negeri. 

Selain sulit didapat, harga benang rayon dinilai mengalami kenaikan yang tidak wajar.

Baca juga: Buku Jokowi Mewujudkan Mimpi Indonesia: Menelisik Lebih Dalam di Balik Kebijakan Penting Presiden

Baca juga: Kreasi Unik Tempat Cuci Tangan dari Bambu dan Barang Bekas, Antar Sulaiman Juarai Lomba CTPS

Baca juga: Upacara Melasti di Tegal Berlangsung Sederhana, Pengambilan Air Suci Diikuti 10 Umat

Baca juga: Ngawur! Limbah Medis Dibuang Begitu Saja di Area Persawahan di Kudus

Pemilik PT Asaputex Jaya Tegal, Jamaludin Al Katiri mengatakan, pengadaan bahan baku benang rayon baru tahun ini terasa sangat susah. 

Bahkan kenaikan harganya pun tidak masuk akal. 

Ia mengatakan, pada Desember 2020, satu bal benang rayon 40/2 harganya masih Rp8 juta. 

Kini harganya sudah Rp12 juta per bal benang.

Padahal, menurut Jamal, benang rayon merupakan produksi asli dalam negeri. 

"Kita sudah berjuang untuk ATBM hampir 40 tahun khusus tenun khas Tegal."

"Cuma baru sekarang terasa sangat susah sekali pengadaan bahan bakunya," katanya kepada tribunpantura.com, Sabtu (13/3/2021).

Jamal mengatakan, tidak stabilnya harga benang rayon akan berdampak pada para perajin tenun atau sarung ATBM. 

Seperti para perajin yang ada di wilayah Kota Tegal, Kabupaten Tegal, dan Kabupaten Pemalang. 

Ia memperkirakan, jumlahnya ada sekira 100 ribu kepala keluarga. 

Jamal berharap, pemerintah pusat maupun provinsi segera hadir untuk menyetabilkan harga. 

Tidak hanya mementingkan kebutuhan ekspor saja. 

Ia menilai, pemerintah perlu meninjau kembali kebijakan ekspor bahan baku rayon. 

Karena potensi produksi dalam negeri juga banyak permintaan. 

"Saya berharap pemerintah memperhatikan masalah ini."

"Para perajin di daerah sangat perlu uluran tangan dan perhatian pemerintah."

"Karena sudah susah, tambah sulit didapat, dan harganya tidak terkendali," jelasnya.  

Jamal mengatakan, dampak kenaikan benang juga dialami para perajin palekat di Pekalongan. 

Ia memperkirakan di sana ada sekira 200 ribu perajin tenun. 

Mereka kesulitan mendapatkan benang TR (Polyester/rayon).

Karena yang semula haganya Rp5 juta menjadi di atas Rp7 juta per bal benang. 

Selain itu dampaknya juga dirasakan pemroduksi batik dan daster dari benang rayon. 

Biasanya mereke membeli 1 yard benang rayon dengan harga Rp6.000, sekarang menjadi Rp9.000. 

"Tolong pemerintah, dipatau, terutama yang di daerah Pantura."

"Kalau dibiarkan, habis lebaran semua industri bisa mem-PHK para karyawannya," ungkapnya. (fba)

Baca juga: Ini Wasiat Habib Hasan Mulachela kepada Anak-anaknya Sebelum Ia Wafat: TeruslahBerbagi

Baca juga: Siap-sap, Mulai Senin Ini Bayar Tiket Masuk Objek Wisata Guci Non Tunai Gunakan QRIS

Baca juga: Nenek Chayatun Lega, Lansia di Kota Tegal Mendapat Vaksinasi Covid-19: Alhamdulillah Lancar

Baca juga: Viral Video Guru Diamuk Perangkat Desa Gara-gara Posting Jalan Rusak, Digeruduk ke Sekolah

Sumber: Tribun Pantura
Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved