Berita Jateng

Tak Terima Harga Lahan Pembangunan Proyek Jalan Tol, Warga Demak Curhat ke DPRD Jateng

Pembebasan lahan proyek jalan tol Semarang- Demak (Semak) di Sesi II (Sayung-Demak) masih menyisakan masalah.

Penulis: mamdukh adi priyanto | Editor: muh radlis
TRIBUN JATENG/MAMDUKH ADI PRIYANTO
Perwakilan warga terdampak pembangunan jalan tol Semarang-Demak bersama kepala desa mengadu ke DPRD Jateng terkait penetapan harga ganti untung pembebasan lahan yang dinilai tidak sesuai aturan 

TRIBUNPANTURA.COM, SEMARANG - Pembebasan lahan proyek jalan tol Semarang- Demak (Semak) di Sesi II (Sayung-Demak) masih menyisakan masalah.

Penetapan harga pada ganti untung pembebasan lahan masih menjadi polemik. Sejumlah warga di beberapa desa masih ogah melepaskan lahan karena harga yang ditawarkan belum cocok.

Perwakilan warga dari Desa Karangrejo, Wonosalam, Kendaldoyong (Kecamatan Wonosalam) dan Desa Lo Ireng (Kecamatan Sayung) mendatangi Gedung Berlian DPRD Jawa Tengah.

Mereka hendak mengadu ke wakil rakyat mereka. Namun, lantaran para legislator tengah memiliki agenda kunjungan kerja di luar kantor, audiensi dijadwal ulang.

Perwakilan warga terdampak jalan tol dari Desa Karangrejo, Sukarman (58) mengatakan, perwakilan warga hendak menemui dewan dan gubernur untuk mengadukan dimana lahan mereka dihargai tidak layak dan berkeadilan.

"Lahan saya dihargai Rp 140 ribu permeter. Kalau sesuai Undang Undang seharusnya kan minimal 10 dikali NJOP (nilai jual objek pajak). Kalau dihargai sesuai aturan, seharusnya tanah saya dihargai Rp 820 ribu permeter," kata Karman, Kamis (1/4/2021).

Ia membandingkan lahan di desa sebelah atau di Wonosalam yang sebagian dihargai tinggi yakni hingga Rp 1,190 juta. Begitu juga lahan di Sidogemah yang dipatok tinggi-tinggi hingga Rp 2 juta permeter.

Ia juga tidak paham dasar penghitungan yang dilakukan tim appraisal dan Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) sebagai pihak yang bertugas menetapkan harga untuk pembebasan lahan.

Padahal, kata dia, tanah yang terdampak jalan tol merupakan lahan produktif. Sama-sama lahan produktif, namun penetapan harga berbeda.

"Pak Presiden Jokowi kan sering bilang harus ganti untung. Mbok yao kami menerima yang pantas sesuai UU No 2 Tahun 2012, yaitu minimal 10 kali NJOP. Tidak susah-susah permintaan kami, harga harus sesuai aturan," tandasnya.

Sebelumnya, beberapa warga juga telah mengadu ke DPRD Kabupaten Demak, lalu diadakan audiensi. Pihak appraisal dan KJPP juga diundang.

Namun, beberapa kali audiensi, kata dia, pihak KJPP tidak datang. Padahal, audiensi tersebut dimaksudkan untuk mengetahui landasan atau dasar apa yang digunakan sehingga muncul angka penetapan harga tanah.

Warga hanya ingin transparansi dari pihak-pihak yang melaksanakan pembebasan lahan proyek tol yang juga diproyeksi menjadi tanggul laut ini.

Terdapat sebanyak 68 lahan di tiga desa (Karangrejo, Lo Ireng, dan Kendaldoyong) yang terdampak jalan tol seksi II. Pada dasarnya, ia dan warga lain sangat mendukung proyek nasional pembangunan jalan tol, tidak ada niat untuk menghambatnya.

"Kami mendukung program tersebut, namun harusnya nasib kami juga diperhatikan. Karena lahan yang terdampak jalan tol Semarang-Demak seksi II ini dibeli dengan harga yang tidak sesuai. Kami sudah ajukan surat permohonan audiensi kepada wakil rakyat dan gubernur kami. Kami harap bisa mendapatkan solusi nantinya," tambahnya.

Hal senada juga diungkapkan Mukohar (48) warga Desa Kendaldoyong. Menurutnya, sebagian warga tidak mau melepas tanahnya karena merasa keberatan dengan harga yang ditawarkan.

"Yang setuju ada, tapi sampai sekarang belum terima uangnya. Yang menolak juga banyak karena harga tidak sesuai, buat beli lagi (tanah) susah, harganya mahal-mahal," jelasnya.

Ia juga pernah diundang ke satu bank untuk tanda tangan sebagai persetujuan penetapan harga. Namun dirinya menolak karena tidak ada rembugan atau musyawarah soal harga. Artinya, tim appraisal langsung memutuskan harga dengan sepihak.

Kepala Desa Karang Rejo, Akhmad Kuwoso, yang mendampingi warga mengatakan pihaknya berupaya memberikan dukungan secara moral kepada waega terdampak.

Dia menilai, saat ini warga kebingungan karena tidak tahu harus mengadu kemana. Ia sebagai kades yang tentunya sebagai pihak yang paling dekat dengan warga harus memberikan solusi.

"Saya tidak mau disebut jadi provokator. Karena saya kades akhirnya jadi jujukan warga. Warga mengeluh karena tanah yang terkena jalan tol ini diharga dinilai tidak pantas akhirnya mengadu ke saya. Saya sudah menyampaikan ke tim apraisal dan pihak yang berwenang untuk meringankan beban pikiran warga, bukan meringankan harga lahan mereka," katanya.

Namun, pihaknya tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan terkait dasar penghitungan harga lahan.(mam)

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved