Berita Slawi

Cerita Pelaku Usaha di Guci Terdampak PPKM, Jual Motor untuk Makan, Anak Terpaksa Berhenti Kuliah

Cerita Pelaku Usaha di Guci Terdampak PPKM, Jual Motor untuk Makan, Anak Terpaksa Cuti Kuliah

Tribunpantura.com/Desta Leila Kartika
Suasana di area pasar yang ada di objek wisata Guci Kabupaten Tegal terlihat sepi dan tertutup rapi, tidak ada aktivitas penjual dan pembeli, Kamis (29/7/2021). 

TRIBUNPANTURA.COM, SLAWI - Penutupan tempat wisata selama Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) tak hanya berdampak kepada pelaku wisata, tapi juga pelaku usaha sektor lainnya.

Satu di antaranya adalah Sono Sopiyanto (55), pemilik warung bakso di area objek wisata Guci, Kabupaten Tegal.

Sono terpaksa menjual sepeda motor miliknya untuk makan dan kebutuhan sehari-hari lainnya.

Sementara pelaku usaha lainnya, Rohati, anaknya pun terpaksa berhenti sementara atau cuti kuliah karena ketiadaan biaya.

Dituturkan, selama masa PPKM usahanya mengalami kerugian hingga Rp20 juta.

Hal ini terjadi karena Sono sama sekali tidak bisa berjualan sudah beberapa bulan terakhir, bahkan sebelum ada kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).

Meskipun ada pelonggaran boleh buka dengan syarat protokol kesehatan diperketat, namun Sono merasa sama saja percuma karena tidak ada pembeli.

Mengingat konsumen utamanya adalah wisatawan yang datang ke objek wisata Guci, karena masih objek wisata andalan Kabupaten Tegal itu masih ditutup, sehingga tidak ada pengunjung sama sekali.

Bahkan mendapat satu atau dua pembeli pun ia sudah sangat bersyukur.

"Kalau untuk sekarang saya benar-benar tidak berjualan, bahkan saat momen lebaran kemarin saya rugi Rp20 juta."

"Karena saat itu Kamis - Sabtu wisata buka dan Minggunya ditutup lagi. Saya baru dapat pemasukan Rp400 ribu tapi sudah ditutup lagi, padahal untuk modalnya saja sudah hutang."

"Intinya saya sangat terdampak dengan adanya penutupan wisata ini," ungkap Sono, pada Tribunpantura.com, Kamis (29/7/2021).

Termasuk pelaku usaha yang ikut memasang bendera putih, Sono mengaku ia sangat kesulitan, terutama untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Semisal untuk membayar listrik, makan, dan lain-lain.

Padahal biasanya sebelum ada penutupan, paling tidak pada hari Sabtu-Minggu Sono bisa mendapat uang Rp500 ribu - Rp600 ribu. 

Sudah membuka warung bakso sejak awal-awal Wisata Guci Beroperasi tepatnya tahun 1988, Sono menyebut kondisi yang ia alami saat ini adalah yang terburuk. 

Merupakan warga asli Dukuh Pekandangan, Desa Rembul, RT 09 RW 02 Kecamatan Bojong, Kabupaten Tegal, Sono mengaku sampai harus menjual motor untuk kebutuhan sehari-hari dan menyambung hidup. 

"Saking tidak ada pemasukan dan bingung harus pinjam siapa, akhirnya saya jual motor laku Rp6 juta."

"Karena misal saya mau coba usaha atau cari pekerjaan lain juga sepertinya tidak mungkin, mau jual bakso keliling juga sama-sama sedang sepi dan nanti malah bentrok sama pedagang yang lainnya, jadi ya sudah akhirnya jual motor saja," ujarnya. 

Sono berharap, objek wisata bisa dibuka atau beroperasi kembali. Sehingga pelaku usaha bisa mulai berdagang atau membuka usahanya kembali. 

Karena menurutnya, saat ini masyarakat setres atau sakit bukan karena Covid-19 tapi malah setres karena tidak bisa membuka usaha, tidak ada penghasilan, karena dimana-mana akses juga ditutup. 

"Ya alhamdulillah kemarin sudah dapat bantuan beras 20 kilogram, tapi ya namanya saya keluarga besar beras saat ini sudah habis," katanya.

Pemilik Warung Nasi di area Wisata Guci, Rohati (38), juga mengaku terdampak penutupan objek wisata Guci bahkan ia sampai menjual kedua motor nya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan menutup tanggungan modal usaha nya.

Membuka warung nasi sejak tahun 2011, biasanya Rohati beroperasi sejak pukul 06.00 WIB - 17.00 WIB. 

"Sekarang kondisinya sangat sepi, selain wisata ditutup warga sini juga sedang kesulitan. Biasanya saya bisa mendapat uang Rp 200 ribu per hari, sekarang untuk dapat Rp 100 ribu saja sangat sulit," jelas Rohati.

Tidak hanya menjual sepeda motor miliknya, untuk bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari dan keperluan lainnya, Rohati juga meminjam uang di koperasi setempat.

Terlebih sang suami pekerja serabutan atau kuli bangunan jika ada yang meminta bantuan baru ada pekerjaan.

Menjual masakan jadi atau yang sudah matang, setiap harinya Rohati harus mengganti menu makanan supaya tidak bosan.

Sehingga jika masakan yang ia jual tidak habis, maka biasanya akan ia bawa pulang dan dikonsumsi sendiri bersama keluarganya.

Jika masih tersisa, maka mau tidak mau harus dibuang karena tidak tahan lama dan tidak mungkin dioalah lagi.

"Ya bagaimana lagi, pemasukan sangat berkurang akhirnya apa yang saya punya dan bisa dijual ya jual saja."

"Saya jual motor pertama sebelum PPKM itu laku Rp4 juta dan setelahnya saya jual lagi satu motor untuk tutup modal dan bayar hutang laku Rp4 juta."

"Sehingga saya sangat berharap wisata bisa kembali dibuka dan ramai pengunjung lagi," harapnya.

Dampak dari berkurangnya pendapatan bahkan sama sekali tidak ada pendapatan, Rohati bercerita, anak pertamanya yang bernama Laelatul Inayah (20) sementara sampai harus berhenti kuliah atau cuti karena tidak ada biaya.

Ia dan suami tidak mampu membayar semesteran sang anak yang mencapai Rp 4 juta per semester.

Sang anak baru memasuki semester dua, kuliah di Fakultas Bahasa dan Seni Unnes, dan bercita-cita ingin menjadi guru.

"Boro-boro untuk bayar uang semesteran anak yang sampai Rp4 juta, untuk makan sehari-hari saja susah."

"Saat semester awal kami masih mampu membayar, tapi setelah masuk semester dua saya sudah tidak sanggup."

"Sementara kegiatan anak saya bekerja di salah satu penginapan, tapi karena Wisata tutup ya sekarang sedang tidak ada kegiatan," terangnya.

Status anaknya saat ini izin atau mengambil cuti kuliah. Rohati pun dalam hati ingin sang anak tetap bisa berkuliah karena dari dulu memang keinginannya.

Kedepan seperti apa ia hanya bisa menjalani dan tetap berusaha mempertahankan usaha yang ada. Meskipun pendapatan tidak seberapa namun terpenting masih bisa memenuhi kebutuhan.

"Saya pernah dapat bantuan beras 10 kilogram sebanyak tiga kali itu baru tahun kemarin, kalau yang tahun ini saya belum menerima bantuan sama sekali, baik beras atau pun uang dan lain-lain," pungkasnya. (dta)

Sumber: Tribun Pantura
Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved