Berita Batang

Sering Terdengar Dentuman dari Kawah Siglagah Batang, Warga Tetap Tolak Relokasi: Masih Aman

Ini Alasan Warga Kawah Siglagah Batang Tolak Relokasi, Ahmad: Selama Masih Aman, Kami Bertahan

Penulis: dina indriani | Editor: yayan isro roziki
Tribun-Pantura.com/Dina Indriani
Penampakan sejumlah rumah warga Dukuh Rejosaei, Desa Pranten, Kecamatan Bawang, Batang yang berlokasi dekat dengan kawah Siglagah, Gunung Sipandu, Rabu (15/12/2021). 

TRIBUN-PANTURA.COM, BATANG - Sejumlah 10 Kepala Keluarga (KK) warga Dukuh Rejosari, Desa Pranten, Kecamatan Bawang, terancam perluasan kawah Siglagah, Gunung Sipandu.


Pasalnya, jarak rumah mereka cukup dekat dengan Kawah Siglagah yaitu sekitar 10 meteran.


Namun, mereka menolak relokasi yang diajukan Pemerintah Kabupaten Batang.


Satu diantaranya adalah Ahmad Muholil, dia beralasan saat ini lokasi sekitar rumah situasi masih terhitung aman.


"Alhamdulillah tidak takut, gimanapun di sini tanah kelahiran, dan jadi ya dipertahankan, memang sering terdengar suara dentuman dalam dua bulan terakhir ini."

"Namun warga sini menganggap sudah biasa masih aman, memang ada rasa takut, karena di sini juga rawan longsor," tuturnya saat ditemui di kediamannya, Rabu (15/12/2021).


Lebih lanjut, dikatakannya memang ada kawah-kawah kecil yang menyebar di sekitar lokasi dekat Kawah Siglagah.


"Kemungkinan ada sekitar 15 titik, tapi itu kawah-kawah kecil dan selama ini masih tidak terlalu berefek, mudah mudahan tidak pindah, karena kami sudah tentram hidup di sini," ujarnya.


Namun, jika memang kondisi lebih parah atau kawah-kawah kecil semakin melebar maka pihaknya akan mengikuti anjuran Pemkab.


"Kalau untuk saat ini kami masih akan tetap tinggal, tapi kalau seandainya lebih parah lagi, di sini ada Pemkab maka kami akan mengikuti anjurannya bagaimana, namun jika ada keluhan dari kami bisa difikirkan jalan keluar yang terbaik untuk masalah relokasinua," jelasnya.


Sementara itu, terkait relokasi Sekretaris Desa Pranten, Ela Nurlaila menyebut sempat ada misskomunikasi antara Desa,  BPBD,  dan DPRKP.


Awalnya warga antusias mendapat  bantuan lewat ruspin (rumah sistem panel instan). 


"Dulu 10 rumah itu memang menghendaki relokasi, tetapi makin kesini mereka berfikir untuk hak atas tanah yang nantinya dibuat relokasi," jelasnya.


Sekarang 10 KK bertahan di bawah tebing kawah sipandu. 


"Karena 10 rumah itu sudah sertifikat hak milik sedangkan rencana tukar guling antara tanah kas desa dan tanah hak milik warga butuh proses yang lama," imbuhnya.


Dia menambahkan,untuk deteksi peringatan dini bencana, pihak Pemdes, PT Geo Dipa dan BPBD telah saling berkoordinasi dengan memasang peralatan deteksi bencana.


"Sudah ada alat pendeteksi bencana dari PT Geo Dipa, kemudian dari BPBD juga sudah memasang lampu sorot untuk pemantauan jika terjadi longsor."

"Warga juga sudah diberikan beberapa pemahaman terkait simulasi penyelamatan diri jika terjadi bencana," imbuhnya.


Sementara itu Kepala Pelaksana (Kalak) Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Batang, Ulul Azmi menjelaskan pemerintah sudah menyiapkan tanah bengkok desa sebagai tempat relokasi, jaraknya sekitar 100 meter dari lokasi semula.


Pihaknya juga sudah mendapat dana pembangunan rumah dari pemerintah pusat. 


Bahkan, biaya pembangunan tiap unit rumahnya  mencapai puluhan juta rupiah.


Lebih lanjut, dana pembangunan itu sudah dikembalikan ke pemerintah pusat sebab anggaran itu tidak bisa digunakan.


Ia berharap para warga itu berubah pikiran karena pelebaran kawah Gunung Sipandu masih berlangsung.


"Rencananya, proses pemberian dan pembangunan rumah relokasi itu disertai tukar guling lahan warga."

"Namun rencana itu ditolak warga, karena lahan bengkok harus ada penggantinya kalau tidak ada tukar guling ya tidak bisa," pungkasnya.(din)

Sumber: Tribun Pantura
Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved