Berita Purwokerto
Melihat Toko Emas Tertua di Purwokerto, Tempati Bangunan Dengan Arsitektur Belanda
Toko emas Djanoko Purwokerto menjadi bangunan tiga lantai yang sangat populer di masanya.
Penulis: Permata Putra Sejati | Editor: m zaenal arifin
TRIBUNPANTURA.COM, PURWOKERTO - Toko emas Djanoko Purwokerto menjadi bangunan tiga lantai yang sangat populer di masanya.
Tidak banyak yang tahu bangunan yang saat ini dianggap sebagai ruko biasa itu punya peran dalam sejarah perkembangan kota.
Bangunan tiga lantai bergaya arsitektur Belanda jaman penjajahan saat ini memang tertutup banyaknya banner.
Namun, hingga saat ini bangunan yang terletak di komplek simpang Pasar Wage, Purwokerto masih berdiri kokoh.
Meskipun bangunan utamanya tertutup baliho-baliho besar, tetapi tidak mengurangi kekhasan dari bangunan itu.
Salah satu yang masih nampak jelas dan eksis adalah keberadaan toko emas Djanoko.
"Salah satu yang kita pertahankan adalah bentuk gedung, patung Djanoko di bagian depan lantai 2."
"Kalau sekarang toko emas sudah banyak yang modern," ujar pemilik toko emas Djanoko, Budi Handoko (65), Senin (15/8/2022).
Budi adalah generasi kedua dari keluarganya yang mulai merintis usaha toko emas sejak 1952-an.
Ia mengatakan inspirasi nama Djanoko dipilih dari keinginan ayah mertuanya.
Dirinya sendiri menjadi generasi kedua yang meneruskan usaha toko emas tersebut.
"Saya mulai meneruskan pada 1977."
"Tapi saat ini saya juga mulai memasrahkan toko emas ini pada menantu sejak 2020," terangnya.
Toko emas Djanoko menempati sebuah bangunan tiga lantai yang sangat ikonik di Purwokerto.
Bangunan tersebut cukup terkenal karena banyak yang menganggap menjadi salah ciri gaya arsitektur Belanda di tengah kota.
Dalam perjalanannya gedung tiga lantai itu sempat mengalami pemunduran karena berdekatan dengan rel kereta api.
"Bangunan itu mundur sekitar 4 meter dari jalannya."
"Pertama mundur tahun 1960-an dan 1970-an karena dulu toko itu terlalu mepet rel kereta api," terangnya.
Ia mengatakan toko emas Djanoko bisa dianggap sebagai toko emas paling tua di Banyumas.
Patung Djanokonya sendiri dibuat pada 1969 dan masih mempertahankan bentuk aslinya.
Patung itu pun saat ini menjadi ikon toko emas Djanoko yang berada di persimpangan jalan Pasar Wage Purwokerto.
Pada 1950-an tidak hanya ada toko emas Djanoko yang ada di sana, melainkan ada deretan toko emas lain.
Toko-toko emas itu adalah Srikandi, Bima dan nama nama tokoh wayang lainnya seperti Kaleksanan, dan Pamitran, dalam satu deret.
"Di dalam rumahnya tembus-tembusan memang usaha toko emas sederet itu dalam satu usaha keluarga."
"Tapi sekarang sudah masing-masing."
"Hanya Djanoko yang menjual emas."
"Sementara lainnya sudah ganti usaha semua," katanya.
Keberadaan toko emas pada waktu itu seperti toko baju di masa sekarang, karena ada di mana-mana.
"Ada 70 toko emas sampai pasar di Pasar Pon, tapi sekarang lebih banyak orang baru sekitar 30 an di Pasar Wage."
"Adapun toko emas yang sudah sirna toko mas Kebumen, Indah, Engseng, Prayogi, Toko Mas Singa, toko Pantes, Permadi, Cakra, Mustika, Menjangan," paparnya.
Kebanyakan toko emas di Purwokerto adalah bisnis keluarga dan anak-anak dari para pengusaha itu meneruskan usaha orangtuanya.
Namun sayangnya saat ini kebanyakan dari mereka memilih jalannya masing-masing sehingga banyak dari toko emas yang tutup.
Salah satu banyaknya toko emas saat itu karena di Banyumas mata pencaharian warganya dulu adalah petani kebun seperti gula dan cengkih.
Para petani waktu itu ketika sudah dapat upah, maka langsung ada yang memilih diinvestasikan dalam bentuk emas.
"Orang kalau sudah dapat uang langsung diinvestasikan dalam bentuk emas, jualnya gampang dan nilainya yang selalu naik," katanya.
Adapun suasana orang jual beli Emas selalu ramai
"Beli emas itu belum buka saja sudah antre dan hampir semua toko emas pasti seperti itu dan sekitar tahun sekitar 1976-an."
"Sekarang tidak antre, karena mungkin sekarang diburu kebutuhan, bentuk invetasi juga macam-macam," katanya.
Budi Handoko sang pemilik toko emas Djanoko berbagi resep bagaimana toko emasnya bertahan lebih dari setengah abad.
Salah satu kuncinya adalah jujur dan jangan serakah ambil untung.
"Harus jujur kepada pelanggan," tambahnya. (*)