Berita Jateng
Irjen Ahmad Luthfi Tegaskan Pentingnya Kolaborasi Antar Lembaga Tangani Kekerasan Seksual di Jateng
Kasus kekerasan seksual terhadap anak dan perempuan di Jateng angkanya cukup tinggi.
Penulis: iwan Arifianto | Editor: muh radlis
TRIBUNPANTURA.COM, SEMARANG - Kasus kekerasan seksual terhadap anak dan perempuan di Jateng angkanya cukup tinggi.
Terbaru, ada empat korban pencabulan siswi SD di kota Semarang yang dilakukan penjaga sekolah.
Belum lagi berbagai kasus lainnya dari guru Ngaji di Batang yang cabuli puluhan muridnya hingga kasus yang menyedot perhatian publik yakni pemerkosaan gadis belia asal Brebes yang kasusnya sempat dimainkan oleh para LSM.
Menanggapi hal itu, Kapolda Jateng Irjen Ahmad Luthfi menegaskan, penanganan kekerasan seksual perlu melibatkan semua pihak.
"Polri tidak berdiri sendiri terkait upaya penegakan hukum, kita pingin ada tindakan preventif dan preemtif dari stakeholder lainnya," ujarnya di kantor Polda Jateng kepada Tribun, Jumat (20/1/2023).
Menurutnya, penangan kasus kekerasan seksual tidak hanya ranah polisi.
Pihaknya selama ini sudah menggandeng sejumlah pihak lain dalam penanganan kasus tersebut di antaranya dari Dinas Sosial (Dinsos), Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Kak Seto dan sebagainya.
"Saya juga sudah perintahkan anggota kasus harus sidik tuntas. Bukti permulaan awal cukup tangkap, tahan," tegasnya.
Terpisah, LBH APIK Semarang mencatat di tahun 2022 angka kekerasan terhadap perempuan dan anak masih meningkat di Jateng.
Terutama pada kekerasan seksual dan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
LBH APIK Semarang di tahun 2022 mendapatkan pengaduan sebanyak 82 kasus dan 17 kasus yang didampingi oleh LBH APIK Semarang di dalam pendampingan bantuan hukum dari tingkat kepolisian dan pengadilan.
Angka itu meningkat dibandingkan tahun sebelumnya yang tercatat tahun 2020 ada 75 kasus dan tahun 2021 ada 67 kasus.
"Melihat kasus itu dibutuhkan peran penting negara, masyarakat dan aparat penegak hukum dalam pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap perempuan," ujar Direktur LBH Apik Semarang Raden Rara Ayu Hermawati Sasongko saat dihubungi Tribun.
Dari data pengaduan kasus masuk di LBH APIK Semarang tahun 2022, kekerasan dalam rumah tangga baik fisik, psikis dan penelantaran ekonomi menempati rangking pertama dengan 33 kasus.
Disusul kekerasan berbasis gender online (KBGO) atau kekerasan seksual berbasis elektronik (KSBE) dengan total 17 kasus. Berikutnya ada kasus kekerasan seksual terhadap anak ada 8 kasus.
Sisanya terbagi di berbagai kasus lain seperti penelantaran anak, penganiyaan dan lainnya.
Persebaran daerah paling banyak berasal dari kota Semarang yakni ada 36 kasus, Kabupaten Demak 17 kasus, kabupaten Semarang 4 kasus dan berbagai daerah lainnya.
"Relasi pelaku masih didominasi oleh orang terdekat yakni suami dan pacar atau mantan pacar," terang Ayu.
Di sisi lain, berdasarkan data dari Legal Resources Center untuk Keadilan Gender dan Hak Asasi Manusia (LRC-KJHAM) sejak tahun 2017 sampai tahun 2021 terdapat 1.249 kasus kekerasan terhadap perempuan di Jawa tengah.
Di tahun ini, Januari
– November 2022 tercatat 124 kasus, dengan 147 perempuan menjadi
korban.
70 persen perempuan menjadi korban kekerasan seksual, satu korban kekerasan seksual meninggal dunia dan dua korban KDRT mengalami
kriminalisasi.
"Berdasarkan sebaran kasus tertinggi di Kota Semarang yaitu 58 kasus atau
46,8 persen," ujar Kepala Divisi Bantuan Hukum LRC-KJHAM, Nihayatul Mukharomah.
Sebaran daerah berikutnya disusul Kabupaten Sragen yaitu 13 kasus atau 10,4 persen. Kabupaten Demak yaitu delapan kasus atau 6,5 persen.
Kabupaten Semarang yaitu tujuh kasus atau 5,7 persen, dan Kabupaten Jepara yaitu lima kasus atau 4 persen.
Apabila dilihat berdasarkan jenis kasusnya tertinggi kekerasan seksual dengan 83 kasus, di antaranya pelecehan seksual 19 kasus, eksploitasi seksual 19 kasus.
Berikutnya, kekerasan dalam pacaran 24 kasus, perbudakan seksual enam kasus, perkosaan 12 kasus, pemaksaan aborsi satu kasus.
Ada kasus trafficking dengan tujuan eksploitasi seksual satu kasus, prostitusi online satu kasus, perkosaan dalam rumah tangga empat kasus dan kekerasan dalam pacaran mengalami kekerasan fisik dan psikis empat kasus.
"Kasus tertinggi kekerasan seksual kemudian KDRT dengan 33 kasus," ujarnya.
Ia merinci dari usia korban yang mana 62,50 persen korban berusia dewasa. 35,40 persen usia korban anak dan 2,10 persen korban tidak diketahui usianya.
Sedangkan pelaku juga lebih banyak usia dewasa dengan jumlah 85 persen sedangkan 9,30 persen usia anak dan 5,70 persen tidak diketahui usianya.
"Lokasi kejadian banyak terjadi di wilayah privat dengan jumlah 55,30 persen dan di wilayah publik 44,70 persen," ungkapnya.
Pelaku kekerasan terhadap perempuan lebih banyak dilakukan oleh orang-orang terdekat korban seperti ayah kandung, ayah tiri, suami, dosen, atasan dalam hubungan pekerjaan, pacar, teman, guru, tetangga, driver online,dan mantan pacar.
Menarik, Pejabat Utama Kejati Jateng Turun Langsung Jadi Petugas Upacara HUT ke-80 RI |
![]() |
---|
Tekankan Spirit Kritisisme, Wakil Ketua DPRD Jawa Tengah Ajak Mahasiswa Koreksi Program Pemerintah |
![]() |
---|
Ekonomi Jateng Meningkat Signifikan, Mohammad Saleh Minta Pemprov Pertahankan Kerja Kolaboratif |
![]() |
---|
Dewan Sahkan APBD Perubahan Jateng 2025, Mohammad Saleh Dorong Peningkatan Layanan Dasar |
![]() |
---|
Kualifikasi Judo Porprov Jateng 2026 Digelar November, Mohammad Saleh Minta Atlet Terbaik Disiapkan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.