Berita Batang

Mirisnya Kasus Pencabulan di Batang, Terjadi di Lembaga Pendidikan dan Korbannya Capai Puluhan

Mirisnya, kasus kekerasan seksual dengan korban rata-rata di bawah umur itu dilakukan oleh tenaga pendidik hingga kiai atau pengasuh pondok pesantren.

Penulis: dina indriani | Editor: m zaenal arifin
Istimewa
Ganjar Pranowo saat jumpa pers kasus pencabulan yang dilakukan oknum pengasuh Ponpes, Wildan Mashuri (57) di Mapolres Batang, Selasa (11/4/2023). 

TRIBUNPANTURA.COM, BATANG - Kasus pencabulan di Kabupaten Batang, Jawa Tengah cukup menyita perhatian.

Mirisnya, kasus kekerasan seksual dengan korban rata-rata di bawah umur itu dilakukan oleh tenaga pendidik hingga kiai atau pengasuh pondok pesantren.

Catatan Tribun-Pantura.com, kasus pertama yang cukup membuat geger yaitu terjadi pada Agustus 2022.

Pencabulan dilakukan oknum guru agama SMP Negeri di wilayah Kecamatan Gringsing dengan korban persetubuhan mencapai 11 anak.

Pelaku bernama Agus Mulyadi, yang melakukan aksi bejat itu dengan modus penerimaan OSIS.

Oknum Guru Agama, Agus Mulyadi saat melakukan rekonstruksi aksi pencabulan di lingkungan sekolah, Kamis (192022).
Oknum Guru Agama, Agus Mulyadi saat melakukan rekonstruksi aksi pencabulan di lingkungan sekolah, Kamis (192022). (TribunPantura.com/Dina Indriani)

Pelaku memang menjadi Pembina Osis di sekolah itu dan memanfaatkannya untuk mengelabui para siswi yang hendak ikut pengurus OSIS.

Agus Mulyadi pun sudah dinyatakan bersalah oleh Pengadilan Negeri Batang dan divonis hukuman penjara seumur hidup.

Hanya berselang beberapa bulan, kasus pencabulan kembali mengegerkan.

Kali ini dilakukan oleh oknum guru ngaji yang juga pelatih rebana, Muslihudin yang terkuak pada Januari 2023.

Perilaku menyimpang itu dilakukan Muslihudin terhadap 21 anak laki-laki dengan cara disodomi.

Sejumlah orangtua korban didampingi LSM Trinusa untuk melakukan visum tindakan kekerasan seksual yang dilakukan oknum guru ngaji, Kamis (5/1/2023)
Sejumlah orangtua korban didampingi LSM Trinusa untuk melakukan visum tindakan kekerasan seksual yang dilakukan oknum guru ngaji, Kamis (5/1/2023) (TRIBUN PANTURA/Dina Indriani)

Semua korban masih di bawah umur dengan rentan usia 5 tahun hingga 15 tahun.

Modus yang dilakukan pelaku yaitu dengan mengiming-imingi jajan, diajak jalan-jalan serta diberikan uang Rp 20 Ribu serta untuk mengelabui korban, pelaku meminjamkan handphonenya.

Pelaku melakukan aksi seksual dan mengelabui korban dengan lokasi yang berbeda-beda mulai dari ruangan latihan rebana, hingga kos-kosan yang ditempati pelaku.

Terungkapnya kasus tersebut bermula saat satu di antara anak mengaku kepada orangtuanya bahwa telah dilakukan pencabulan oleh pelatih rebananya.

Lalu masing-masing orangtua di sekitar pelaku saling bercerita, dan ternyata anak mereka juga menjadi korban.

Korban juga mengeluhkan sakit di bagian duburnya saat buang air besar.

Para orangtua korban pun melaporkan tindakan tersebut ke Polres Batang dengan membawa bukti visum.

Polres Batang mempertimbangkan penggunaan Perpu Nomor 1 Tahun 2016 untuk menjerat tersangka sodomi kepada 21 anak laki-laki di tiga kelurahan di Batang.

Dan ketika penyidik bisa memberikan klasifikasi spesifikasi terhadap perbuatan pelaku, Perpu Nomor 1 Tahun 2016 bisa diberlakukan, yang nantinya bisa diancam dengan hukuman kebiri.

Dan untuk memulihkan kondisi psikologi korban dan memutus rantai akan adanya kejadian serupa maka pihak kepolisian bersama Pemda Batang dan Forkopimda terkait langsung menyiapkan pendampingan khusus bagi 21 korban.

Lagi-lagi hanya berselang beberapa bulan saja yaitu pada awal April 2023, masyarakat Kabupaten Batang dibuat kaget dengan kasus kekerasan seksual.

Perilaku tidak terpuji itu dilakukan oleh pengasuh sebuah pondok yang cukup besar di Kabupaten Batang.

Kapolda Jateng, Irjen Pol Ahmad Luthfi saat menginterogasi oknum pengasuh Ponpes saat Press Realease di Mapolres Batang, Selasa (11/4/2023).
Kapolda Jateng, Irjen Pol Ahmad Luthfi saat menginterogasi oknum pengasuh Ponpes saat Press Realease di Mapolres Batang, Selasa (11/4/2023). (Tribunpantura.com/Dina Indriani)

Bahkan kasus tersebut termasuk kasus menonjol yang menyita perhatian Kapolda Jateng, Irjen Pol Ahmad Lutfi dan Gubernur Jateng Ganjar Pranowo.

Mereka pun cukup "gemas" saat berbincang langsung dengan pelaku atau pengasuh pondok Pesantren Al Minhaj, Kecamatan Bandar, Wildan Mashuri Amin pada saat konferensi pers beberapa waktu lalu di Polres Batang.

Korban kekerasan seksual di Pesantren Al Minhaj, Bandar kembali bertambah.

Secara resmi, santriwati yang melapor sudah mencapai 22 orang. Sebelumnya, pada 11 April 2023 korban yang melapor baru 14 orang. 

Sang kiai menggunakan siasat menikah dengan santriwati tanpa diketahui orang lain hal ini supaya mendapatkan karomah dari sang kiai.

Korbannya mayoritas anak di bawah umur yang masih duduk di bangku SMP dan SMA.

Pesantren tersebut dianggap rawan karena kediaman sang kiai menyatu dengan kamar-kamar santriwati.

Hingga saat ini kasus tersebut terus berkembang, Kapolres Batang AKBP Saufi Salamun menjelaskan jika pihaknya mencari tahu pada santri-santri yang telah libur pulang ke rumah.

"Kita masih cari terus korbannya, kemungkinan akan bertambah. Nanti akan disampaikan karena sekarang lagi masanya libur, jadi kita datangi satu-satu, kita pegang datanya jumlah santriwati," tutur Kapolres.

Selain para santri yang masih duduk di bangku SMP dan SMA, santriwati yang telah lulus juga menjadi sasaran pengembangan kasus.

Hal ini berdasarkan pengakuan tersangka, Wildan Mashuri Amin, 57, yang merupakan pengasuh dan pendiri pesantren tersebut. 

Ia menjelaskan jika ada korban lain yang sudah lulus, ia tidak ingat betul, namun menyebutkan angka sekitar dua orang.

Korban yang telah terdata akan mendapatkan penanganan secara khusus.

Mereka akan menjalani visum dan dibimbing secara psikologis, bimbingan juga dilakukan oleh Dinas Sosial Kabupaten Batang sebagai tangan panjang Kementerian Sosial.

Bagi korban yang tidak mampu, keluarganya akan diberikan bantuan modal usaha berupa barang penunjang usaha. 

"Korbannya ada penanganan dan bimbingan dari Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kabupaten Batang, ada juga konseling healing dari Psikolog," terang Kapolres.

Seorang korban berinisial S (16) mengaku tiga kali diperlakukan tak senonoh oleh pengasuhnya.

S mengakui modus yang dipakai oleh Kiai itu, yaitu para santriwati yang cantik dipanggil ke sebuah ruangan.

Dalam ruangan tersebut, santriwati dibilang masa depan tidak bagus dan untuk mencegah sial harus dinikahi.

Proses pernikahan siri hanya dilakukan antara pengasuhnya dan dirinya, tanpa saksi, hanya bersalaman lalu mengucap ijab kabul.

Sementara itu, Kepala Kantor Kementrian Agama (Kemenag) Kabupaten Batang, M Aqsho menyatakan pondok pesantren (ponpes) milik oknum pengasuh cabul, Wildan Mashuri Amin (57), berstatus resmi terdaftar. 

"Legalitas pesantren itu resmi. Berdiri tahun 1994 dan pemutahiran data 2022. Mendapatkan juga nomor statistik pesantren," ujarnya beberapa waktu lalu.

Santrinya yang terdata berjumlah santri putra ada 178 dan santri putri 163 dengan total santri 341.

Terkait nasib pondok, ia mengatakan proses evaluasi masih berlangsung, Ponpes tersebut mempunyai satuan pendidikan SMP dan SMK. 

Aqso menyebut sanksi terkait adanya kekerasan seksual dalam institusi keagamaan sudah diatur dalam Peraturan Menteri Agama (PMA) no 73 tahun 2003.

Isinya tentang penanganan dan pencegahaan kekerasan seksual. 

Jika terbukti, maka lembaga pendidikan itu akan mendapat sanksi administratif mulai dari sanksi lisan, tertulis, pemberian bantuan, dan pembekuan izin atau penghentian sementara penyelenggaraan pendidikan.

Terberat adalah pencabutan izin penyelenggaraan satuan pendidikan. 

"Proses ke situ nanti ada tim verifikasi faktual dan proses bertahap dari kabupaten , provinsi dan yang memutuskan nanti direktur," jelasnya. 

Aqso menyebut bahwa sudah melakukan rapat koordinasi di Kantor Gubernur Jateng terkait kasus dengan fokus utama rapat itu adalah perlindungan terhadap korban. 

"Terkait pendidikannya bagaimana, utamanya untuk pendidikan, kami harapkan bisa berjalan dan bisa melaksanakan ujian sehingga hak pendidikannya tidak terganggu," jelasnya. 

Pada korban akan mendapatkan konseling dan kesehatan, bantuan hukum dan rehabilitasi, akan bersinergi dengan Pemprov dan Pemkab. 

Pihaknya juga akan bersinergi untuk memberikan penekanan serta sosialisasi terkait dengan pendidikan yang ramah anak, termasuk pesantren ramah anak. (*)

Sumber: Tribun Pantura
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved