Berita Batang
Diusulkan Jadi Warisan Budaya Takbenda, Begini Asal Usul Serabi Kalibeluk Makanan Khas Batang
Serabi Kalibeluk sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Kabupaten Batang dan menjadi makanan khas Kabupaten Batang.
Penulis: dina indriani | Editor: m zaenal arifin
TRIBUN-PANTURA.COM, BATANG - Serabi Kalibeluk sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Kabupaten Batang.
Ya kuliner ini memang menjadi satu di antara makanan khas Kabupaten Batang.
Makanan yang banyak dijumpai di Desa Kalibeluk, Kecamatan Warungasem, Batang itu diusulkan sebagai Warisan Budaya Takbenda.
Tim penggali Warisan Budaya Takbenda (WBTb) Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Batang berupaya menelusuri fakta-fakta unik yang belum terungkap sepenuhnya dari para nara sumber.
Baca juga: Ribuan Guru di Jateng Galau Sudah Lolos Pasing Grade PPPK Tapi Belum Penempatan
Anggota tim Nurrochim mengatakan, penelusuran dilakukan untuk mengangkat Serabi Kalibeluk sebagai Warisan Budaya Takbenda (WBTb).
“Kami mengunjungi beberapa perajin Serabi Kalibeluk, yang ternyata semua perajinnya masih ada ikatan keluarga. Ini dilakukan untuk menggali sejarah, bahan baku dan peralatan yang digunakan, proses pembuatan, penyajian hingga pemasaran,” tuturnya.
Lebih lanjut, dalam penulisan WBTb, nantinya memerlukan survei ke tempat produksi untuk melihat langsung proses pembuatan dan didokumentasikan berbentuk gambar maupun vidio perbincangan dengan perajin, sehingga memperkuat data dan informasi yang dibutuhkan.
“Salah satu syaratnya harus ada dua generasi yang melestarikan. Dan di wilayah Dukuh Proto sudah ada regenerasi produksi kuliner tersebut,” jelasnya.
Baca juga: Melihat Tradisi Sedekah Laut di Pantai Teluk Penyu Cilacap, 9 Jolen Dilarung ke Segara Kidul
Perajin Serabi Kalibeluk Slamet Suud mengatakan, asal mula dikenal sebagai sentra produksi Serabi Kalibeluk berawal dari kisah Nyi Rantamsari dari Desa Kalisalak yang akan dipinang oleh Sultan Hanyokrokusumo atau Sultan Agung dari Kesultanan Mataram, melalui perantara Tumenggung Bahurekso.
“Ternyata setelah melihat kecantikan Nyi Rantamsari, Tumenggung Bahurekso justru terpikat."
"Sebagai penggantinya, dipilihlah Endang Wirati sebagai permaisuri Sultan Agung,” tuturnya.
Setelah sampai di Keraton Mataram, dan disambut dengan meriah, keanehan pun terjadi, Endang Wirati langsung pingsan begitu duduk di singgasana.
“Setelah ditanya oleh salah seorang pembesar keraton, ia mengaku bahwa nama sebenarnya Endang Wirati, putri dari Randinem penjual serabi yang diminta Tumenggung Bahurekso untuk menggantikan Nyi Rantamsari,” terangnya.
Baca juga: Kota Tegal Punya 4 Perda Baru, Pelayanan Kesejahteraan Sosial Hingga Pengembangan Pesantren
Mendengar hal itu, Sultan tak berkenan dan menghukum Tumenggung Bahurekso membuka hutan "Alas Roban".
Berbeda dengan Endang Wirati, yang justru diminta kembali ke Desa Kalibeluk untuk meneruskan usaha ibunya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.