Berita Pekalongan
Kekerasan di Ponpes di Pekalongan Marak, Terbaru Santri di Wonopringgo Dipukuli hingga Digunduli
Kasus kekerasan yang terjadi di lingkungan pondok pesantren (Ponpes) di Kabupaten Pekalongan marak terjadi.
Penulis: Indra Dwi Purnomo | Editor: m zaenal arifin
TRIBUN-PANTURA.COM, KAJEN - Seorang ibu bernama Natalia warga Desa Podosari, Kecamatan Kesesi, Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah melaporkan kasus kekerasan terhadap anaknya di Ponpes yang ada di wilayah Kecamatan Wonopringgo sejak 13 April 2023 ke polisi.
Namun hingga Oktober 2023 ini, belum ada perkembangan kasus tersebut dari kepolisian.
Pengeroyokan ini menimpa anaknya berinisial RN (14), yang mondok di wilayah Kecamatan Wonopringgo.
Korban, mendapatkan kekerasan oleh 9 teman yang berada di ponpes tersebut.
"Kejadian pengeroyokan terhadap anaknya di ponpes terjadi pada bulan April yang lalu. Kami sudah laporan ke polisi, tapi sampai sekarang belum ada perkembangan terkait kasus tersebut," kata Natalia, Senin (2/10/2023).
Ia menceritakan, bahwa kasus pengeroyokan ini terjadi saat bulan puasa.
Dari cerita anaknya, kejadian bermula korban (anaknya) dituduh mencuri barang milik temannya yang ada di Ponpes tersebut.
"Jadi anak saya pulang ke rumah karena libur, kemudian pas balik ke pondok baju anaknya yang ditinggal di sana sudah pada hilang."
"Kemudian, anak saya nyari dan tanya sama temannya tidak ada yang ngaku. Lalu, anak saya terpaksa nyari di lemari orang, terus cari dan ketemu dua baju milik anaknya dan sisanya tidak ketemu," imbuhnya.
Tiba-tibanya, pada malam harinya korban dipanggil oleh senior serta pengurus, dan dituduh mengambil baju dan uang milik orang.
Kemudian, anaknya dibawa ke dapur oleh pengurus atau seniornya.
Disitu, korban ditanyain banyak oleh senior tapi tidak percaya dengan keterangan anaknya akhirnya dipukul, ditendang, dan digunduli sampai ke kebun.
Padahal di lemari milik korban itu ada uang sebesar Rp 50 ribu juga hilang.
"Habis kejadian itu, anaknya disuruh masuk ke pondok karena sudah mau sahur. Lalu, anak saya ke ruang ngaji. Nah, ketika ruangan tersebut. Temannya anak saya, memanggil kalau disuruh ke kamar. Sampai di kamar, lampu langsung dimatikan dan ia ditarik."
"Di situ anak saya ditonjokin, ditendang, hingga beberapa menit. Ketika lampu nyala dinyalakan, anaknya sudah babak belur," ucapnya.
Anaknya sempat ketiduran hingga hendak berangkat sekolah.
Temannya membangunkan anaknya untuk berangkat ke sekolah, akan tetapi korban tidak mau berangkat sekolah.
"Saya tidak mau berangkat sekolah, takutnya sekolah menanyakan kondisi yang dialami saat ini. Akhirnya, anak saya tidur lagi sampai siang," katanya.
Ia mengungkapkan, bahwa anaknya mempunyai niat untuk pergi dari Ponpes dan pulang ke rumah untuk melaporkan kejadian ini.
"Pukul 11.00, anak saya kabur dari pondok dengan keadaan dan kondisi muka masih luka, dan kepala gundul naik angkot dari Wonopringgo ke Kajen."
"Sampai Kajen, anak saya langsung ngojek sampai rumah," ungkapnya.
Sesampainya di rumah, anaknya ini ditanyain sama kakaknya. Kenapa pulang dengan keadaan seperti itu.
Kemudian, kakaknya bilang ke neneknya yang saat itu masih jaga warung.
"Kakaknya itu kaget melihat adik pulang dengan keadaan seperti itu. Akhirnya, minta tolong neneknya untuk mengambilkan obat merah. Nah habis itu anaknya cerita semuanya ke nenek dan kakaknya," tambahnya.
Pada saat anaknya kabur dari ponpes itu, orangtuanya masih dalam perjalanan ke ponpes untuk tengok ke sana, karena akan libur lebaran.
Akan tetapi, pas dalam perjalanan ternyata anaknya kabur dari pondok dengan keadaan muka lebam dan kepala digunduli.
"Saya dapat telpon dari orang rumah, langsung balik ke rumah. Sampai di rumah, langsung dibawa ke RSUD Kajen untuk dilakukan visum."
"Setelah visum, keesokan harinya saya membuat laporan ke Polsek Wonopringgo."
"Info dari anak saya, dikeroyok sama 9 orang di pondok," ucapnya.
Ia melaporkan kejadian ini sejak bulan April 2023 di Polsek Wonopringgo, namun sampai bulan Juli tidak ada perkembangan dari Polsek.
Sehingga, melimpahkan perkara tersebut ke Polres Pekalongan pada bulan Juli 2023.
Hingga Oktober ini juga belum ada perkembangan dan kepastian kasus pengeroyokan terhadap anaknya.
"Ketika saya tidak menghubungi, atau tanya perkembangan kasus ini kepada anggota Polres yang menangani kasus ini, tidak diberitahukan perkembangan kasus tersebut," ucapnya.
Natalia mengungkapkan, beberapa hari ini mendapatkan video dan berita di grup handphonenya adanya kekerasan terhadap anak di pondok pesantren ataupun di sekolah.
Ia melihat video tersebut rasanya kejam. Mungkin dari video yang diterima, seperti itu anaknya di pukuli, dengan keadaan lampu dimatikan.
"Makannya saya langsung WA ke polisi yang menangani kasus tersebut. Terus saya dikabari bahwa terlapor akan dimintai keterangan dan polisi hendak mempertemukan saya dengan terlapor untuk mediasi."
"Tapi, saya menolak untuk datang ke Polres mediasi. Lantaran, saya masih diharuskan bolak-balik untuk kemoterapi. Hari Selasa saja, saya harus kemoterapi kembali," ungkapnya.
Saat ditanyai bagaimana kondisi anaknya pasca kejadian yang menimpa, bahwa anaknya sekarang tidak mondok lagi di pondok tersebut.
Kemudian, dulunya anaknya tidak emosional sekarang emosional.
"Memang saya pernah ada rencana untuk pindah pondok dekat rumah, tapi anaknya tidak mau karena trauma hingga sekarang."
"Tidak hanya itu, sekarang kondisi anaknya itu ketus atau keras, dan emosional," katanya.
Dengan kejadian ini, ia berharap kasus tersebut segera cepat selesai.
"Saya berharap sebelum saya kemoterapi selesai kasusnya, eh malah kemoterapi dua kali ini belum selesai juga kasusnya," tambahnya.
Sri Susiwati (63) nenek korban menceritakan, keluarga pelaku dan pelaku sudah datang ke rumah. Akan tetapi, orang tua RN dan cucunya masih di Polsek melaporkan kejadian ini.
Waktu datang ke rumah, pelaku mengakui perbuatannya. Akan tetapi, yang nemuin itu para pelaku, untuk keluarga berada di depan rumah.
"Waktu itu keluarga pelaku dan pelaku kesini, tapi orangtua RN tidak ada di rumah karena masih di polsek melaporkan kejadian ini."
"Jadi dari cerita pelaku mengakui perbuatannya. Bahkan para pelaku ini suka malakin cucu untu beli rokok, ada yang sebungkus, ada juga tiga bungkus."
"Dia (pelaku) ngomong sendiri seperti itu. Jika tidak diberikan rokok, mau dipukulin. Akhirnya cucu saya belikan rokok, tapi tetap saja dipukuli," tambahnya.
Sementara itu, Kasat Reskrim Polres Pekalongan AKP Isnovim saat dihubungi terkait kasus ini sejak Senin (2/10/2023) hingga sekarang Selasa (3/10/2023) belum memberikan keterangan.
Diberitakan sebelumnya, Polda Jateng menyoroti kasus kekerasan santri yang terjadi di Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah.
Dirreskrimum Polda Jateng Kombes Pol Johanson Ronald Simamora mengatakan, untuk kasus di Kabupaten Pekalongan dari Polda Jateng akan melakukan asistensi dan supervisi terkait kasus tersebut.
"Bilamana ada kekurangan yang dilakukan oleh penyidik, kita akan sampaikan ke mereka untuk segera dilengkapi," kata Kombes Pol Johanson.
Akan tetapi, seandainya penyidik disana ada hal-hal yang menyimpang. Nantinya kasus tersebut akan ditarik ke Polda Jateng.
"Akan kita tarik ke Polda, jika ada hal-hal yang menyimpang di sana (Kabupaten Pekalongan)," imbuhnya.
Diketahui santri di Pondok Pesantren (Ponpes) Muhammadiyah Boarding School Assalam Kajen, Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah dikeroyok oleh 14 temannya.
Belasan pelaku ada yang senior dan juga setingkat dengan korban.
Kasus ini terjadi pada Sabtu (9/9/2023) malam. Setelah para santri usai kegiatan latihan muhadhoroh (dakwah lisan) di ponpes tersebut.
Korban pengeroyokan ialah RG (13), santri kelas VII, warga Kecamatan Wonokerto, Kabupaten Pekalongan, yang baru empat bulan mondok di sana.
Tidak hanya di Kajen, berdasarkan data yang diterima, kekerasan terhadap santri di Kota Santri ini juga terjadi di salah satu pondok pesantren di Wonopringgo.
Kasus terjadi saat bulan puasa tahun 2023, dan kasus ini sudah dilaporkan ke Polres Pekalongan. Akan tetapi, sampai sekarang belum ada perkembangan lanjutan dari pihak Polres Pekalongan. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.