Berita Tegal
Ini Faktor Penyebab Stunting di Kabupaten Tegal, Bupati: Perlu Kerja Keras Semua Pihak
Tujuan kegiatan AKS adalah untuk mencari penyebab terjadinya kasus sunting, menggali kasus stunting dan menggali risiko terjadinya stunting.
Penulis: Desta Leila Kartika | Editor: m zaenal arifin
TRIBUN-PANTURA.COM, SLAWI - Bupati Tegal Umi Azizah, hadir secara langsung dalam acara pembukaan Diseminasi Hasil Pendataan Audit Kasus Stunting ke-2 (AKS 2) tahun 2023, di Gedung Muslimat NU Kabupaten Tegal, Sabtu (11/11/2023).
Pada kesempatan itu, Bupati menyampaikan butuh sinergi, sinkronisasi data, melakukan bersama-sama dan kerja terukur untuk menurunkan prevalensi stunting di angka 14 persen pada tahun 2024.
Adapun kegiatan kali ini, sebagai ikhtiar penguatan organisasi, menambah ilmu di bidang kesehatan bagi kader muslimat dan fatayat NU.
Selain itu, para kader harus terus meningkatkan pengetahuan untuk menyiapkan kualitas anak-anak di masa yang akan datang menjadi generasi emas yang cerdas dan berakhlak.
"Tingkatkan terus kegiatan penyuluhan ke masyarakat melalui media pengajian, samroh, hadroh, manakib dan lain-lain. Semua kader jangan bosan untuk melakukan sosialiasi dan mencari sumber dana secara swadaya yang selama ini sudah biasa dilakukan di masing-masing pengurus ranting," kata Umi Azizah, dalam rilis yang diterima, Minggu (12/11/2023).
Penanganan stunting, lanjut Umi, memerlukan kerja keras semua pihak terlebih angka stunting sangat dinamis.
Sehingga perlu dilakukan upaya pencegahan dengan membangun kesadaran Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).
Dalam dialog penutup, Bupati menyampaikan agar para kader muslimat dan fatayat NU berkoordinasi dengan stakeholder terkait.
Lanjutkan terus gerakan sahabat asuh anak stunting, cari sumber-sumber pendanaan dari pihak lain, intensifkan dan maksimalkan semua peran kader dan koordinasi dengan Pemerintah Desa (Pemdes).
"Optimalkan dana desa untuk pemberian PMT bagi balita, seperti yang sudah dilakukan di Kecamatan Kedungbanteng melalui RUMAH PELITA," pesan Bupati Umi.
Sementara itu, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kabupaten Tegal Khofiah, dalam laporannya menyampaikan kegiatan Diseminasi AKS dilaksanakan dua kali dalam setahun dengan sumber dana dari Biaya Operasional Keluarga Berencana (BOKB).
Tujuan kegiatan AKS adalah untuk mencari penyebab terjadinya kasus sunting, menggali kasus stunting yang sulit diatasi dan menggali risiko terjadinya stunting pada kelompok sasaran calon pengantin, ibu hamil, ibu menyusui dan baduta usia 0-23 bulan.
Jumlah sasaran audit kasus stunting AKS 1 untuk calon pengantin (catin) 19 orang, ibu hamil (bumil) 38 orang, ibu menyusui 19 orang, dan baduta 36 anak.
Sedangkan jumlah sasaran AKS 2 untuk ibu hamil 3 orang dan baduta 2 orang.
"Dari jumlah sasaran sebanyak 117, faktor penyebab risiko stunting pada baduta adalah gizi buruk, pola asuh, kondisi rumah tinggal tidak layak huni, kurangnya akses air minum dan sanitasi layak," jelas Khofifah.
Di kesempatan yang sama, Tim Pakar AKS dari RS Mitra Keluarga Tegal dr. Krisna Adhi Nugraha, menyampaikan bahwa faktor risiko stunting dapat diturunkan dari orang tua.
Anak yang lahir dari orang tua stunting, maka anaknya juga dapat berisiko stunting.
Sehingga sangat penting memantau tumbuh kembang anak, salah satunya dengan pengisian buku KIA secara teratur pada saat balita ditimbang.
Tumbuhkan kesadaran orang tua agar secara rutin melakukan penimbangan ke posyandu dan melakukan vaksinasi lengkap kepada balita.
Menurut Krisna, banyak kasus stunting yang ditangani selain karena faktor gizi buruk juga akibat komplikasi berbagai penyakit yang diderita oleh balita, dan salah satu upaya pencegahan adalah melalui vaksinasi.
Lakukan vaksinasi lengkap di puskesmas agar dapat menghemat biaya karena vaksin sudah disediakan oleh pemerintah.
"Cara memberikan edukasi kepada orang tua yang anaknya berisiko stunting hendaknya menggunakan bahasa yang baik, mudah dipahami dan tidak membuat orang tua enggan membawa ke posyandu atau puskesmas."
"Selain itu, penting dipahami bahwa stunting itu sudah pasti pendek tetapi balita pendek belum tentu stunting, karena faktor genetik juga berpengaruh terhadap tinggi badan anak," ungkap Krisna.
Untuk mengetahui ciri anak berisiko stunting, lanjut Krisna, bisa dilihat dari panjang badan saat lahir kurang dari 46 cm, untuk anak laki-laki usia 1 tahun tinggi badan kurang dari 70 cm, sedangkan untuk anak perempuan usia 24 bulan tinggi badan minimal 80 cm.
Kepada para peserta, Dokter Krisna berpesan jika melihat balita yang mengalami tanda-tanda risiko stunting segera dirujuk ke puskesmas atau rumah sakit.
Hal itu, supaya dokter bisa menentukan apakah anak itu stunting atau tidak dan tindakan medis lanjutan apa yang harus dilakukan.
Dokter Krisna menyampaikan bahwa upaya pencegahan sangat penting untuk mengatasi stunting, karena biaya pencegahan jauh lebih murah ketimbang penanganan balita stunting.
Penanganan balita stunting membutuhkan banyak dokter ahli dari berbagai disiplin ilmu kedokteran, karena anak yang sudah terkena stunting mengalami berbagai komplikasi penyakit yang harus ditangani bersama oleh dokter spesialis.
Kuncinya orang tua harus rutin melakukan penimbangan balita ke posyandu, dan lakukan imunisasi lengkap pada anak di bawah usia dua tahun.
Karena anak akan mengalami pertumbuhan otak yang sangat pesat di usia sebelum 2 tahun.
"Pastikan anak mendapatkan asupan gizi yang baik, dan pemantauan tumbuh kembang anak melalui dukungan tim pendamping keluarga dan ahli gizi di Puskesmas," pungkasnya. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.