Berita Semarang
Kupat Jembut, Tradisi Warga Pedurungan Semarang Saling Bermaafan Saat Lebaran, Ada Sejak 1950
Tradisi unik perayaan Syawalan yang dilaksanakan di Kecamatan Pedurungan Kota Semarang yakni Kupat Jembut.
Penulis: rahdyan trijoko pamungkas | Editor: m zaenal arifin
TRIBUN-PANTURA.COM, SEMARANG - Syawalan pada hari ketujuh bulan syawal identik ketupat dan berbagi dengan tetangga.
Namun ada tradisi unik perayaan Syawalan yang dilaksanakan di Kecamatan Pedurungan Kota Semarang yakni Kupat Jembut, Rabu (17/4/2024).
Kupat sendiri itu sebutan dari ketupat. Sementara jembut merupakan sebutan taoge dibalut urapan digunakan untuk isian belahan ketupat.
Jika dilihat sekilas bentuk taoge itu seperti rambut.
Kupat jembut itu dibagikan kepada masyarakat setempat. Selain membagi ketupat jembut, warga Pedurungan juga membagi-bagikan uang.
Anak-anak yang ada di kampung itu pun kegirangan berlarian mengambil uang yang dibagikan warga. Suasana Syawalan itu juga dimeriahkan membakar petasan.
Satu di antaranya yang melaksanakan tradisi itu di kawasan Kampung Jaten Cilik Pedurungan.
Munawir Imam Masjid Rudlotul Muttaqin di kawasan Kampung Jateng mengatakan tradisi itu mulai dilaksanakan sejak tahun 1950.
Saat itu sedang terjadi perang Dunia ke II, warga di kampung itu mengungsi ke Mranggen dan Demak.
"Kemudian menjelang puasa warga kampung itu pulang dan setelah lebaran tepatnya Syawalan mulai dilakukan tradisi itu," tuturnya.
Perayaan Syawalan ditandai dengan dibelahnya ketupat. Tradisi itu dimaknai sebagai simbol berjabatan tangan yang artinya saling bermaafan.
"Uniknya ketupat yang dijadikan simbol saling bermaafan diberi isian taoge yang dibalut sambel kelapa. Ketupat itu diinisiasi oleh Haji Samin merupakan tokoh masyarakat. Kemudian masyarakat disini memberikan nama kupat jembut," ujarnya.
Lanjutnya, seiring waktu tepatnya tahun 1965, warga di kampung itu juga membakar petasan pada saat perayaan Syawalan.
Tradisi merupakan simbol bentuk pemberontakan dan perlawanan terhadap PKI.
"Jadi saat itu warga dibagikan kupat dan petasan yang merupakan simbol pemberontakan terhadap PKI. Perekonomian semakin membaik tradisi syawalan diisi dengan bagi-bagi uang," tandasnya.
Tradisi membagi kupat jembut dan uang juga dilakukan warga Pedurungan Tengah II RT II RW I. Ketua RW I Wasi Darono mengatakan tradisi itu rutin dilaksanakan warga setiap lebaran.
"Hal ini mempertahankan dan nguuri-uri budaya leluhur untuk mempertahankan tradisi itu," ujarnya.
Menurutnya, tradisi itu dilakukan secara bersama-sama.
Warga yang mau membuat ketupat itu dapat dibagikan ke warga.
Sementara warga yang belum sempat membuat dapat membagikan uang kepada anak-anak.
"Jadi kegiatan itu dilakukan secara bergantian," imbuhnya. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.