FKPT Jateng singgung konsep Jogo Tonggo, dalam 'memerangi' jaringan terorisme. Termasuk analisa soal villa di Bandungan yang dijadikan sasana tempur oleh Jamaah Islamiyah.
TRIBUNPANTURA.COM, UNGARAN - Forum Koordinasi Penanggulangan Terorisme (FKPT) Provinsi Jawa Tengah meminta warga senantiasa meningkatkan kewaspadaan terhadap berbagai kegiatan ditengah masyarakat.
Terlebih, jika aktivitas yang berlangsung dicurigai mengandung unsur kekerasan atau terorisme.
Diketahui Detasemen Khusus (Densus) 88 Anti Teror Mabes Polri berhasil membongkar jaringan terorisme yang memanfaatkan hunian sebagai tempat pelatihan dan pengkaderan berkedok sasana beladiri di Dusun Gintungan, Kelurahan Bandungan, Kecamatan Bandungan, Kabupaten Semarang.
Baca juga: Densus 88 Ungkap Sasana Tempur Jaringan Teroris di Bandungan: Pelatihan Sergap Pasukan VVIP
Baca juga: PT KAI Kaji Penggunaan Gedung Birao sebagai Destinasi Wisata Sejarah: Bisa Jadi Landmark Kota Tegal
Baca juga: SD dan PAUD Belum akan Gelar Sekolah Tatap Muka, Ini Alternatif Pembelajaran dari Kemendikbud
Baca juga: Ihwal Vaksinasi Covid-19, F-PKB DPRD Jateng Minta Santri Ponpes Jadi Prioritas, Begini Alasannya
Ketua FKPT Provinsi Jateng Syamsul Maarif mengatakan pemilihan lokasi berdekatan dengan tujuan wisata dinilai bentuk baru dari gerakan terorisme.
Melihat fakta itu dia mengajak seluruh komponen masyarakat membuat gerakan tandingan seperti konsep Jogo Tonggo.
“Maksudnya apa? Jogo Tonggo itu luas tidak hanya perihal kesehatan ditengah pandemi tetapi juga menyangkut ideologi dan jangan meninggalkan anak muda tetapi libatkan mereka dalam setiap kegiatan positif,” terangnya saat dihubungi Tribunpantura.com, Senin (28/12/2020)
Menurut Syamsul, sejak dahulu gerakan terorisme selalu menyasar generasi muda terutama mereka yang tergolong berprestasi untuk dijanjikan beragam hal irasional.
Kemudian, para orangtua juga harus bisa membangun kedekatan dengan anak dan sering melakukan dialog.
Ia menambakan, dengan komunikasi yang baik diyakini bakal tumbuh generasi baik dengan standar karakter sesuai nilai-nilai pancasila.
Sehingga, secara otomatis kultur bertentangan norma di masyarakat tidak akan diikuti.
“Jadi intinya masyarakat ini musti cerdas."
"Terlebih jika ada pendidikan semi militer kemudian menyimpang jauh misalnya mengajak gerakan mengganti ideologi dan sebagainya."
"Lalu kesannya menutup diri, tersembunyi."
Nah, ini perlu ada gerakan akar rumput tokoh agama dan masyarakat untuk membangun komunikasi intens,” katanya
Syamsul menyebutkan, pola terorisme selalu memanfaatkan situasi tertentu yang terkadang warga tidak menyadari.
Tetapi lanjutnya, jika narasi atau ajakan dan terdapat transmisi untuk melakukan jihad, melemahkan pemerintah dan hoaks dapat dibilang indikator gerakan terorisme.
Dirinya menyatakan, pemilihan Jamaah Islamiyah (JI) yang memilih wilayah Kecamatan Bandungan dimana selama ini dikenal sangat toleran masyarakatnya guyub rukun dan toleran adalah bentuk pemutarbalikkan fakta.
“Dan perlu dicatat semua gerakan terorisme itu sudah lama. Lalu, momen seperti masa Covid-19 ini rentan dipakai mereka melakukan gerakan sistematis khususnya melalui media sosial."
"Maka, perlu ditingkatkan kegiatan kontra terorisme, radikalisme, dan perlu intensif deradikalisasi,” ujarnya
Pihaknya menjelaskan, gerakan deradikalisasi tidak selalu terhadap pelaku terorisme melainkan dapat dilakukan dengan membuka dialog pada kelompok yang terkesan menutup diri."
"Selanjutnya, tempat strategis damai dan jauh dari hiruk pikuk warga seperti lokasi wisata patut diawasi."
"Karena, gerakan terorisme selalu membuat inovasi sehingga tempat terkesan aman jangan disepelekan. (ris)
Baca juga: Polisi Tetapkan 4 Tersangka Perusakan RSUD Brebes, Insiden Jemput Paksa Jenazah Covid-19
Baca juga: Villa di Wilayahnya Jadi Tempat Latihan Tempur Teroris, Begini Respon Plt Lurah Bandungan
Baca juga: Fortuner Ugal-ugalan Tabrak Xpander hingga Terbalik, Terobos Portal Komplek TNI AU Lanud Iskandar
Baca juga: Viral Video Parodi Lagu Indonesia Raya, KBRI Bereaksi Keras, Malaysia Janji Tindak Tegas Pelaku