Berita Jateng
GTKHNK Jawa Tengah Tolak PPPK, Yulaikah Minta Guru Honorer Usia di Atas 35 Tahun Diangkat PNS
Forum Guru dan Tenaga Kependidikan Honorer Non Kategori usia 35 ke atas (GTKHNK 35+) Jawa Tengah menuntut Presiden
Penulis: m zaenal arifin | Editor: muh radlis
TRIBUNPANTURA.COM, SEMARANG - Forum Guru dan Tenaga Kependidikan Honorer Non Kategori usia 35 ke atas (GTKHNK 35+) Jawa Tengah menuntut Presiden Joko Widodo untuk menerbitkan keputusan presiden (Keppres) tentang pengangkatan PNS para guru dan tenaga kependidikan yang usianya di atas 35 tahun.
Tuntutan tersebut disampaikan karena solusi yang ditawarkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) tentang permasalahan guru honorer melalui seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) pada 2021 ini, dinilai tak cocok dan tak adil.
"Kami menolak seleksi PPPK dan menuntut diterbitkan Keppres pengangkatan jadi PNS. Sebagaimana Keppres Bidan, Sekdes dan Dosen yang diangkat jadi PNS," kata pengurus GTKHNK 35+ Jawa Tengah, Yulaikah, saat ditemui di SMKN 4 Semarang, Selasa (2/2/2021).
Ia menerangkan, ada alasan kuat kenapa GTKHNK menolak seleksi PPPK yang digadang Mendikbud Nadiem Anwar Makarim sebagai solusi permasalahan guru honorer dan kekurangan tenaga pendidik di semua satuan pendidikan.
Yulaikah memaparkan, dalam PP Nomor 49 Tahun 2018 tentang manajemen PPPK, disebutkan bahwa honorer yang usianya 35 ke atas masih harus bersaing dengan pelamar umum yang usianya masih muda dan fresh graduate.
Dengan begitu, memungkinkan pelamar fresh graduate lolos seleksi PPPK namun pengalaman mengajar masih kalah jauh dibanding para guru dan tenaga kependidikan yang sudah mengabdi selama belasan tahun pada satuan pendidikan negeri di berbagai tingkatan.
Selain itu, alasan GTKHNK menolak PPPK yaitu adanya aturan yang menyebutkan terkait seleksi uji kompetensi untuk menentukan ambang batas dan kelulusan. Kemudian, masa kerja PPPK juga diatur dengan perjanjian kerja.
"Jadi PPPK ini seperti outsourching. Jika nantinya ada seleksi CPNS, maka kami akan tersingkir secara halus karena diisi CPNS. Padahal pengabdian dan pengalaman kami sudah belasan tahun," ucapnya.
Yulaikah menyatakan, persoalan lain dalam seleksi PPPK yaitu terkait penggajian yang dibebankan pada pemerintah daerah (Pemda) melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Dengan begitu, kuota PPPK yang disediakan nantinya disesuaikan kemampuan keuangan daerah.
"Guru itu kan pahlawan tanpa tanda jasa, jadi tak rugi jika mengangkat guru sebagai PNS. Jika tak ada kami, seperti apa dunia pendidikan. Jangan sampai kami habis manis sepah dibuang, pengabdian kami selama ini tak ada harganya," jelasnya.
Humas GTKHNK 35+ Jawa Tengah yang juga Ketua GTKHNK 35+ Kota Semarang, Hariyanto mengungkapkan, saat ini terdapat sekitar 12.000 guru dan tenaga kependidikan yang tergabung dalam GTKHNK 35+ di Jawa Tengah. Dari jumlah itu, 350 orang merupakan dari Kota Semarang.
Hariyanto menambahkan, GTKHNK se Jawa Tengah dan se Indonesia telah lama memperjuangkan agar Presiden menerbitkan Keppres pengangkatan guru honorer yang usianya di atas 35 tahun untuk diangkat sebagai PNS.
Di antaranya mendatangi semua kepala daerah di tingkat kabupaten/kota, Gubernur, DPRD, Komisi X DPR RI hingga DPD RI dan semuanya menyatakan dukungannya.
"Kenapa kami minta diterbitkan Keppres? karena PPPK itu merugikan guru honorer khususnya yang usianya di atas 35 tahun. Selain itu, kami usianya sudah tidak bisa mengikuti CPNS," tambahnya.
Karenanya, lanjutnya, GTKHNK 35+ meminta agar presiden dan menteri memperhatikan nasib para guru honorer yang sudah lama mengabdi di berbagai jenjang satuan pendidikan dengan mengangkat mereka menjadi PNS.
"Jika tidak bisa, kami minta agar masuk PPPK tanpa tes sebagai bentuk apresiasi pengabdian kami selama puluhan tahun," pungkasnya. (Nal)