TRIBUN-PANTURA.COM, JAKARTA – Melalui gerakan BISA Gotong Royong, puluhan perantau asal Tegal di Jakarta dan sekitarnya berkomitmen mendukung pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Tegal nomor urut 1, Bima Eka Sakti-Muhammad Syaeful Mujab.
Gerakan BISA Gotong Royong ini adalah salah satu gerakan yang diluncurkan Bima-Mujab untuk pendanaan kampanye yang bertujuan menghindari politik transaksional.
Bertempat di Rumah Wijaya, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan pada akhir pekan lalu, Bima-Mujab hadir untuk menyampaikan visi misi dan juga berdiskusi.
Bima menyampaikan, gerakan BISA Gotong Royong ini adalah perwujudan aspirasi para pendukungnya baik yang berada di Kabupatan Tegal maupun warga Tegal yang tinggal di luar Kabupaten Tegal.
Bima menegaskan bahwa perjuangan mereka bukan sekadar berkompetisi, melainkan membawa perubahan nyata dalam cara berpolitik.
Baca juga: Kembangkan Potensi Pemuda Kabupaten Tegal, Relawan Bima-Mujab Gelar Turnamen Esport
Sebab itu, mereka mengajak semua pihak yang mendukungnya untuk bisa bergotong royong dengan tujuan yang sama yakni membangun Kabupaten Tegal.
"Kami ingin memprioritaskan visi-misi dan gagasan. Tidak dengan politik uang, tapi dengan ide-ide yang membangun dan dengan kegotongroyongan," ujar Bima.
Ia menekankan bahwa keterlibatan mereka di Pilkada adalah untuk menciptakan ruang politik yang bersih dan berintegritas dan taka da politik transaksional.
Muhammad Syaeful Mujab menambahkan, "Politik yang kami usung adalah politik tanpa mahar, tidak ada praktik pembelian suara. Ini adalah langkah yang kami yakini dapat membawa perubahan positif bagi masyarakat."
Pernyataan ini menjadi sinyal kuat bahwa Bima-Mujab ingin melawan arus kebiasaan lama yang merugikan warga.
Baca juga: Deklarasi Dukung Bima-Mujab, Relawan Warga Margasari: Mau Menemui dan Mendengar Masyarakat
Sebagai figur muda, pasangan ini mengerti pentingnya pendekatan kreatif, terutama untuk menggaet perhatian generasi Milenial dan Gen Z di Kabupaten Tegal.
Menurut Bima, cara menyampaikan gagasan juga harus menyesuaikan zaman.
"Kami berbicara langsung dengan gaya yang santai, mengemasnya dalam diskusi yang mirip story-telling, sehingga lebih bisa diterima oleh anak muda," paparnya.
Mereka percaya bahwa mendekatkan diri pada generasi muda bukan hanya soal menghibur, tetapi juga mengedukasi.
Dengan gaya ngobrol santai, mereka berusaha membuat pemahaman politik terasa ringan dan menarik.