Berita Kendal

Ramaikan Muharam, Warga Pesisir Kendal Larung Sesaji Kepala Kambing hingga Jajanan

Sebagai adat tradisi setiap Muharam, warga di pesisir Kabupaten Kendal melakukan pelarungan sesaji ke tengah laut.

Penulis: Saiful Masum | Editor: Rival Almanaf
Istimewa
Para nelayan Karangsari Kecamatan Kota Kendal menyiapkan miniatur kapal yang berisi kepala kambing, jajanan hingga hasil bumi untuk dilarungkan ke tengah laut, Sabtu (29/8/2020) kemarin. 

TRIBUN-PANTURA.COM, KENDAL - Sebagai adat tradisi setiap Muharam, warga di pesisir Kabupaten Kendal melakukan pelarungan sesaji ke tengah laut.

Beberapa macam barang yang dilarung berupa kepala kambing, jajanan pasar serta beberapa tanaman hasil bumi diletakkan dalam sebuah miniatur kapal nelayan dan dilarungkan ke tengah laut.

Tradisi ini juga biasa dikenal sebagai nyadran atau sedekah laut.

Seorang nelayan asal Karangsari, Waluyo, mengatakan tradisi larung kepala kambing biasa dilakukan setiap bulan Muharam.

Bawaslu Wanti-Wanti Jangan Ada Pendukung Berjubel Saat Pendaftaran Calon Pilwakot Semarang 2020

Demam Tanaman Hias di Tengah Pandemi, Kios di Tegal Ini Penjualannya Meningkat Lebih dari 100 Persen

Kiper PSIS Bangga Dimentori Langsung Legenda Persipura di TC Timnas U-19

Pada 2020 ini, proses nyadran dimulai sejak 10 Muharam hingga beberapa hari ke depan oleh masing-masing nelayan.

Makna kepala kambing diyakini sebagai umpan atau makanan ikan-ikan lantaran selama ini para nelayan bermatapencaharian mencari ikan.

Sedangkan jajanan dan hasil bumi dimaksudkan sebagai ungkapan rasa syukur atas rizki yang diberikan kepada masyarakat selama setahun terakhir.

"Selain ungkapan rasa syukur, kita juga berharap tangkapan laut setahun ke depan melimpah," terangnya di Kendal, Minggu (30/8/2020).

Kata Waluyo, dalam prosesnya nelayan menghantarkan miniatur kapal yang sudah berisi kepala kambing, jajanan dan hasil bumi ke tengah laut.

Tidak hanya itu, warga yang ikut menghantarkan pun makan jajanan tersebut di tengah laut diyakini dapat menambah keberkahan untuk kehidupan selanjutnya.

"Sesaji yang dilarung bukan berarti kita memberikan persembahan kepada selain tuhan yang maha esa, tetapi bentuk syukur kita atas tangkapan ikan selama ini," tuturnya.

Supendi, tokoh masyarakat setempat, mengatakan kegiatan nyadran puncaknya dilakukan tepat pada 10 Muharam atau Syuro.

Pemerintah Akan Alokasikan 70 Persen BSM ke Sekolah Swasta

Per 1 September di Objek Wisata Guci Terapkan Layanan E-Ticketing

Belum Selesai Masa Pemeliharaan, Relokasi Pasar Pagi Kaliwungu Diperpanjang hingga Akhir Tahun

Tradisi tersebut sudah turun menurun yang biasa dilakukan para nelayan dan warga pesisir pantai. Dengan harapan, para nelayan diberikan keselamatan dan dilimpahkan rizki yang berkah.

"Kegiatan ini murni tradisi sebagai ungkapan rasa syukur dan tidak ada diselipi niat lain apalagi kemusyrikan. Tradisi para nelayan," tuturnya.

Sementara itu, Ali Nurudin, Ketua Dewan Syuro DPC PKB, mengapresiasi kepada masyarakat setempat lantaran masih memelihara tradisi dari para leluhurnya. Menurutnya, nyadran sebagai bentuk kearifan lokal masyarakat setempat dalam menjaga kelestarian alam.

"Kita patut meneladani masyarakat nelayan dalam mencari nafkah di laut, mereka juga menghargai alam dan lingkungan. Dalam kegiatan ini juga dipanjatkan doa. Artinya, bahwa kita dalam bekerja juga tak lupa kepada sang pencipta yang mengatur semua urusan manusia," terangnya. (Sam)

Sumber: Tribun Pantura
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved