Berita Jateng

Semarang dan Salatiga, Dua dari 7 Kota yang Dibangun Belanda dari Nol, Bagaimana Desain Awalnya?

Selama 3,5 abad menjajah Indonesia Belanda juga mewariskan beberapa peninggalan.

Editor: Rival Almanaf
Shutter Stock
Gereja Blenduk Kawasan Kota Lama, Semarang, Jawa Tengah.(Shutterstock) 

TRIBUN-PANTURA.COM, SEMARANG - Selama 3,5 abad menjajah Indonesia Belanda juga mewariskan beberapa peninggalan.

Baik berupa bangunan gedung, pemukiman, infrastruktur, bahkan hingga kebudayaan.

Harus diakui beberapa wilayah di Indonesia dibangun oleh pemerintah kolonial.

Baca juga: Khabib Nurmagomedov Pilih Pensiun Seusau Kalahkan Justin Gaethje di UFC

Baca juga: Klasemen Liga Spanyol: Kalah di El Clasico Barcelona Dekati Zona Degradasi, Madrid di Puncak

Baca juga: Perwira Polisi Ditembak Aparat saat Bawa Sabu Seberat 16 Kilogram, Kini Terancam Hukuman Mati

Baca juga: Perwira Polisi Ditembak Aparat saat Bawa Sabu Seberat 16 Kilogram, Kini Terancam Hukuman Mati

Berikut ini daftar 7 kota di Indonesia yang rancangan tata kotanya dibangun Belanda dari nol.

1. Salatiga

Salatiga bisa dikatakan merupakan kota duplikat dari Negeri Belanda. Kota ini dibangun Pemerintah Hindia Belanda sebagai kota pemukiman untuk penduduk Eropa karena lokasinya tak jauh dan berada di antara Semarang dan Solo.

Bahkan, kota yang berada di bawah kaki Gunung Merbabu ini dijuluki “De Schoonste Van Midden Java” atau Kota Terindah di Tengah Jawa.

Satu peninggalan penting yakni gedung milik Baron Van Hakeren Van De Sloot atau Gedung Papak.

Di era Belanda, jalanan kota ini juga tersusun rapi dengan pedestrian yang lebar dan jejeran pohon peneduh.

Hal ini dilakukan Belanda guna menyesuaikan penduduk Belanda yang lebih senang berjalan kaki dan bersepeda bisa tetap nyaman dengan iklim tropis yang panas. 

2. Bandung

Bandung adalah kota kedua yang benar-benar dirancang Belanda dari nol.

Sebelum dibangun sebagai pusat pemerintahan dan bisnis di era kolonial, kawasan Bandung adalah pedesaan berhawa sejuk di Priangan.

Pada tahun 1810, Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Herman Willem Daendels, memindahkan Ibu kota Kabupaten Bandung di Krapyak (sekarang Dayeuhkolot) ke kota Bandung kini.

Alasannya, Dayeuhkolot seringkali dilanda luapan banjir. 

Sebagian besar Kota Bandung memang sejak awal dirancang arsitek dan ahli tata kota Belanda sebagian kota pemukiman.

Sehingga jalanan dibuat relatif tak terlalu lebar, dilengkapi dengan pedestrian, dan banyak belokan (perempatan dan pertigaan) untuk menyesuaian dengan lokasi rumah-rumah warga Eropa.

Belakangan setelah Bandung kian ramai dan jadi ibu kota Jawa Barat, tata kota Bandung yang sedari awal untuk kota pemukiman dan peristirahatan Belanda ini justru jadi sumber kemacetan, karena tak bisa menampung meledaknya populasi kendaraan.

3. Jayapura

Kota Jayapura didirikan oleh Kapten Infanteri FJP Saches dari Kerajaan Belanda pada 7 Maret 1910 dan pernah dijuluki sebagai Hollandia.

Kota ini berperan penting sebagai kota pelabuhan dan tangsi militer Belanda.

Selama Belanda menguasai wilayah Netherland Nieuw Guinea (kini Papua), mereka banyak membangun jaringan jalan dan gedung-gedung fasilitas publik.

Setelah Belanda menyerahkan Papua ke UNTEA (United Nations Temporary Executive Authority), maka Hollandia diubah menjadi Kota Baru setelah diserahkan ke Indonesia, lalu kembali berganti nama menjadi Jayapura yang berarti Kota Kemenangan di era Presiden Soeharto dan masih digunakan hingga saat sekarang. 

4. Semarang

Sebelum Belanda datang ke Hindia Belanda, Semarang adalah kawasan pedesaan nelayan.

Lokasinya strategis karena berada di teluk dan tak jauh dari pelabuhan milik Kesultanan Banten di Jepara.

Setelah dikuasai VOC, kawasan Semarang yang saat ini dinamakan Kota Lama dibangun sebagai kota dengan menduplikasi Amsterdam. Kawasan Kota Lama Semarang disebut juga Outstadt. Luas kawasan ini yakni sekitar 31 hektare

Belanda juga menempatkan banyak pemukiman untuk imigran asal Daratan China untuk bermukim di Semarang. Beberapa bangunan penting warisan Belanda di Semarang antara lain Lawang Sewu, Pelabuhan Tanjung Emas, serta Stasiun Poncol dan Tawang.

 5. Medan

Kota Medan saat ini sebelumnya adalah kawasan perkebunan tembakau yang disewa kontrak Belanda dari Kesultanan Deli. Di tahun 1800-an, Medan masih merupakan hutan rimba dan rawa-rawa yang diselingi pemukiman nelayan yang berasal berasal dari Suku Karo dan Melayu.

Pada tahun 1863 orang-orang Belanda mulai membuka kebun Tembakau di Deli yang sempat menjadi primadona Tanah Deli. Sejak itu perekonomian terus berkembang sehingga Medan menjadi Kota pusat pemerintahan dan perekonomian, bahkan yang terbesar di Pulau Sumatera.

Pembangunan Kota Medan sendiri tak lepas dari peraturan Kolonial Belanda yang membuka akses sebesar-besarnya untuk penanaman modal swasta. Saat banyak perkebunan partikelir dibuka, Belanda juga mendatangkan pekerja-pekerja dari Jawa yang kini jadi salah satu penyusun demografi terbesar Kota Medan.

6. Balikpapan

Sejarah Kota Balikpapan tidak bisa dipisahkan dengan minyak, yaitu lebih tepatnya dengan Sumur Minyak Mathilda. Sumur pengeboran perdana pada tanggal 10 Februari 1897 di kaki gunung Komendur di sisi timur Teluk Balikpapan.

Penamaan sumur minyak ini berasal dari nama anak JH Menten dari JH Menten dan Firma Samuel & Co sebagai pemenang hak konsesi pengeboran di yang ditunjuk pemerintah Hindia Belanda yang telah mengontrak Balikpapan dari Kesultanan Kutai.

Semakin banyaknya temuan cadangan minyak di Kalimantan Timur, membuat perkembangan Balikpapan semakin pesat, bahkan mengalahkan kota-kota di Jawa saat itu.

Baca juga: Pameran Virtual UMKM Digelar di Tegal untuk Bangkitkan Kembali Perekonomian di Tengah Pandemi

Baca juga: BREAKING NEWS: Gempa M 5,9 Terjadi di Pangandaran, Terasa hingga di Sejumlah Daerah di Jateng

Baca juga: Kelanjutan Kompetisi Liga 2 Tak Jelas, Manajer PSCS Liburkan Pemain dan Pelatih

Baca juga: Update Virus Corona Karanganyar 24 Oktober 2020, Hanya Dua Kecamatan Bebas Kasus Positif Covid-19

7. Jakarta

Jakarta di era Belanda disebut sebagai Batavia. Kota ini sebenarnya merupakan pelabuhan kecil bernama Sunda Kelapa yang dikendalikan oleh Kerajaan Sunda yang kemudian diambil alih Portugis. Fatahillah juga sempat merebut Sunda Kelapa pada tahun 1527 yang kemudian dijadikan hari lahir DKI Jakarta.

Saat VOC datang dan menguasai Sunda Kelapa, Belanda membangun kota baru yang kini berada di kawasan Kota Lama. Kota yang dikeliling benteng ini juga seringkali terkena banjir, sehingga Belanda terpaksa membangun jaringan kanal.

Namun lantaran jumlah penduduknya yang terus bertambah, Kota Batavia semakin melebar ke Selatan. Kawasan ini kemudian dikenal dengan Weltevreden yang saat ini meliputi Menteng, Gambir, Tanah Abang, dan Kemayoran.(*)

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved