Berita Semarang

Deretan Kasus Pembuangan Bayi di Semarang Tahun 2020, Bayi Dibuang di Tempat Sampah Hingga Dikubur

Kasus pembuangan bayi yang dilakukan SA (20) di Batan Miroto 3, Miroto, Semarang Tengah, Kota Semarang, menambah deretan kasus serupa di Kota Semarang

Penulis: iwan Arifianto | Editor: Rival Almanaf
TribunWow.com/Rusintha Mahayu
Ilustrasi mayat balita 

TRIBUN-PANTURA.COM, SEMARANG - Kasus pembuangan bayi yang dilakukan SA (20) di Batan Miroto 3, Miroto, Semarang Tengah, Kota Semarang, menambah deretan kasus serupa di Kota Semarang.

Tercatat sepanjang tahun 2020, ada empat kasus kekerasan terhadap anak (bayi yang dibuang). 

Kasus tersebut terjadi di Kelurahan Cangkiran, Kecamatan Mijen, Kota Semarang, Senin, 20 Januari 2020 yakni bayi berjenis kelamin laki-laki ini dibuang oleh orang tak dikenal.

Kedua kasus pembuangan bayi laki-laki di Jalan Mr. Kusbiyono Kelurahan Patemon RT 1 RW 5 Kecamatan Gunungpati kota Semarang, Sabtu (4/7/2020).

Baca juga: Tidak Berselang Lama Setelah Serangan Bom Bunuh Diri di Amerika ada Serangan Senjata Api

Baca juga: Samsung Galaxy A12, Berikut Harga dan Spesifikasinya, Promo Spesial hingga 30 Desember 2020

Baca juga: Sempat Bertanya ke Dukun Saat Keluarga Hilang Seusai Bertani, Korban Akhirnya Ditemukan Meninggal

Baca juga: Mulai 3 Januari Jalur Pendakian Gunung Prau Kembali Ditutup hingga Maret 2021

 

Kemudian, orok bayi perempuan berusia 7 bulan ditemukan di lantai 3 bekas gedung Kampus STIE Anindya Guna Jalan Dr. Sutomo Kelurahan Petompon Kecamatan Gajahmungkur Kota Semarang, Jumat (25/9/2020).

Orok tersebut dikuburkan dengan diberi kain kafan dan ditaburi bunga oleh orang tak dikenal. 

Terakhir, bayi laki-laki ditemukan di tempat sampah dalam kondisi meninggal di Batan Miroto 3, Miroto, Semarang Tengah, Kota Semarang, Senin (21/12/2020).

Dari sekian kejadian tersebut baru dua kasus yang terungkap. 

Masing-masing di Polsek Gunungpati, pihak kepolisian berhasil menyeret kedua orangtua bayi ke jeruji besi, Senin (20/7/2020). 

Selanjutnya, di Polsek Semarang Tengah dibantu Resmob Polrestabes Semarang menangkap ibu dari bayi tersebut, Rabu (23/12/2020). 

Sedangkan dua kasus lainnya hingga kini masih belum terkuak siapa dalangnya. 

Sejumlah aktivis perempuan dan anak di Kota Semarang menyayangkan tingginya kasus kekerasan anak berupa pembuangan bayi yang terjadi di Kota Semarang. 

Seperti diungkapkan dari Kepala Divisi Informasi dan Dokumentasi  Legal Resources Center untuk Keadilan Jender dan Hak Asasi Manusia (LRC-KJHAM) Kota Semarang, Citra Ayu mengatakan, sangat menyayangkan adanya kasus kekerasan terhadap anak terutama kasus pembuangan bayi. 

Akan tetapi dia menilai pihak berwajib harus melihat latar belakang dari pelaku yang membuang bayi tersebut. 

Apakah karena sebelumnya pelaku juga sekaligus menjadi korban kekerasan seksual yang mana pelaku harus menanggung hal itu sendiri. 

Sehingga pelaku muncul niat untuk membuang bayinya agar tak diketahui keluarganya maupun orang lain. 

Menurutnya, Jika kasus itu diproses secara hukum maka tidak hanya menyalahkan dari pihak perempuan saja yang diduga sebagai tersangka pembuangan bayi. 

Namun harus orang tua dari bayi itu diproses hukum. 

"Harus digali, jangan hanya satu pelaku saja," paparnya saat dikonfirmasi Tribunjateng.com, Sabtu (26/12/2020).

Menurutnya, berdasarkan data LRC-KJHAM kasus kekerasan terhadap perempuan di tahun 2020 di Jawa Tengah terdapat 154 kasus. 

81 kasus diantaranya adalah kasus Perbudakan Seksual, KDRT 26 kasus, Perkosaan 23 kasus, Pelecehan Seksual 16 kasus, Kekerasan dalam Pacaran 6 kasus, Buruh Migran 1 kasus, dan Trafiking 1 kasus, dengan 160 perempuan korban. 

Berdasarkan usia korban, kasus tertinggi dialami oleh perempuan dewasa yaitu sejumlah 89 atau 55 persen. 

Ranah terjadinya kasus kekerasan terhadap perempuan lebih banyak di ruang publik yaitu 93 kasus

Selanjutnya, di ranah privat yaitu 63 kasus. Dari 154 kasus kekerasan terhadap perempuan paling tinggi adalah kekerasan seksual sejumlah 120 kasus atau 78 persen. 

"Kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan masih tinggi, ini menjadi pekerjaan rumah kita bersama," terangnya. 

Sementara data dari LBH APIK tercatat data kasus pengaduan kekerasan seksual di Kantor LBH APIK Semarang dari tahun 2016 hingga tahun 2020 yaitu 10 kasus di tahun 2016, 13 kasus di tahun 2017, 20  kasus di tahun 2018, 21 kasus di tahun 2019, dan 25 kasus di tahun 2020. 

Data tersebut terbanyak dialami oleh korban usia anak dan terdapat kekerasan seksual yang dilakukan berbasis online. Hal tersebut menunjukan angka kekerasan seksual juga semakin meningkat bahkan tetap terjadi selama masa Pandemi Covid 19.

Direktur LBH APIK Semarang, Raden Rara Ayu Hermawati Sasongko menjelaskan, khusus untuk kasus SA bakal melakukan pendampingan namun kini sedang dalam proses investigasi dan pendekatan. 

"Semua tergantung pihak SA dan keluarga berkenan atau tidak," ungkapnya. 

Direktur LSM Setara, Hening Budiyawati menjelaskan, merujuk pada undang - undang perlindungan anak yang disebut anak adalah orang yang berusia 18 tahun ke bawah. 

Maka bayi maupun orok bayi yang masih di dalam kandungan juga disebut anak sehingga dilindungi Undang-undang.

"Anak di dalam kandungan memiliki hak hidup meskipun anak itu hasil hubungan seksual di luar nikah. Pelaku pembuangan bayi telah melanggar Undang-undang perlindungan anak dan KUHP," jelasnya. 

Ia menjelaskan, Polisi segera dapat mengungkap kasus tersebut agar pelaku bertanggung jawab atas perbuatannya. 

Kendati sampai kini masih ada kasus yang belum terungkap, ia yakin Polisi sudah memiliki prosedur penyelidikan untuk segera menangkap pelaku. 

Ia menilai andai kasus ini tidak diungkap ditakutkan dapat menjadi contoh bagi pasangan lain untuk melakukan perbuatan tersebut. 

"Serangkaian penyelidikan kepolisian semoga dapat menjerat para pelaku yang telah menghilangkan hak hidup anak," jelasnya. 

Ia mengungkapkan, berdasarkan pengamatannya kasus tersebut muncul lantaran adanya hubungan seksual pra nikah terutama yang dilakukan kalangan mahasiswa. 

Bahkan ia menilai tidak hanya mahasiswa kini sudah terjadi juga di kalangan pelajar. 

Ketidaksiapan secara psikologis maupun ekonomi tersebut dapat memicu kasus tersebut.

Baca juga: Sandiaga Uno Menteri Terkaya, Berikut Gurita Bisnisnya, Menguasai Perusahaan Tambang dan Komunikasi

Baca juga: Video Beli iPhone 12 Tidak Dilayani Viral, Pemilik Akun Akhirnya Minta Maaf

Baca juga: Satgas : Pasien Covid-19 Sudah Isolasi 10 Hari dan Gejalanya Hilang Tidak Lagi Berisiko Menularkan

Baca juga: Satgas : Pasien Covid-19 Sudah Isolasi 10 Hari dan Gejalanya Hilang Tidak Lagi Berisiko Menularkan

"Adanya kasus itu harus menjadi pembelajaran bagi Pemerintah untuk lebih gencar melakukan edukasi reproduksi," jelasnya. 

Di sisi lain, Kapolsek Gajahmungkur Kompol Yuliana BR Bangun mengakui, kasus pengubur orok bayi di wilayahnya memang belum terungkap. 

Ia mengatakan, pihaknya kesulitan mengungkap kasus tersebut karena pelaku tidak terekam di kamera cctv di sekitar lokasi kejadian. 

"Dalam kejadian itu juga minim saksi tetapi kami tetap upayakan ungkap kasus tersebut," katanya beberapa waktu lalu. 

 (Iwn)

Sumber: Tribun Pantura
Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved