Berita Jateng

Pekerja Migran Jateng Siap Divaksin Asal Negara Tujuan Penempatan Tak Ditutup

Pandemi Covid-19 yang berkecamuk hingga setahun lebih ini berpengaruh kepada kaum pekerja migran Indonesia (PMI) atau tenaga kerja Indonesia (TKI).

Penulis: mamdukh adi priyanto | Editor: muh radlis
IST
Anggota Komisi E Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Jawa Tengah, Endro Dwi Cahyono saat berbicara dalam diskusi nasib PMI di masa pandemi. 

Penulis: Mamdukh Adi Priyanto

TRIBUNPANTURA.COM, SEMARANG - Pandemi Covid-19 yang berkecamuk hingga setahun lebih ini berpengaruh kepada kaum pekerja migran Indonesia (PMI) atau tenaga kerja Indonesia (TKI).

Permasalahan yang mereka hadapi antara lain lantaran banyaknya negara yang menerapkan kebijakan lockdown sehingga calon PMI harus postpone atau menunda keberangkatan kerja ke negara tujuan.

Beberapa negara tidak menerapkan lockdown, namun menerapkan aturan ketat bagi PMI sebagai imbas kasus harian di Indonesia lebih tinggi dibandingkan negara tujuan para PMI.

Anggota Komisi E Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Jawa Tengah, Endro Dwi Cahyono menuturkan saat ini yang dibutuhkan calon PMI yakni penempatan terlebih dahulu di negara tujuan.

"Pemerintah harus memerjuangkan itu. Supaya pada masa pandemi ini, tidak ada penutupan kesempatan pekerja migran untuk ke negara tujuan mereka. Lebih baik terapkan protokol kesehatan ketat, jangan tutup," kata Endro dalam Dialog bersama Parlemen di Semarang, Selasa (25/5/2021).

Sebagai contoh, Malaysia telah menutup pekerja asing termasuk PMI. Singapura yang sebelumnya tidak menutup akhirnya karena ada kecenderungan kasus naik, dinyatakan ditutup dan akan dievaluasi pada Juli.

Kemudian, Taiwan yang menjadi tujuan utama pekerja sektor informal hingga 80 persen persen juga ditutup pada Februari kemarin.

Oleh karena itu, ia meminta adanya koordinasi antar-beberapa pihak untuk negosiasi dengan pemerintah negara tujuan agar bisa tetap membuka peluang bagi tenaga migran agar para PMI bisa bekerja kembali.

"Padahal sudah ribuan para pekerja migran memegang paspor dan visa. Ini yang perlu diperjuangkan. Berjuang supaya negara secara diplomasi mengimbau mereka supaya tidak menutup. Tetap dibuka dengan syarat kesehatan yang ketat," ucap politikus asal Pati ini.

Apabila syarat vaksin diperlukan dan diminta, pemerintah harus memfasilitasi dan mendukung penuh.

Praktis, saat ini negara tujuan PMI yang masih terbuka antara lain Hongkong yang banyak buruh migran di sektor informal.

Sementara, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Jateng menyiapkan strategi dan penanganan kepada para PMI.

Di antaranya menyiapkan upaya untuk program pemberdayaan para PMI yang tidak bisa berangkat karena dampak pandemi. Tujuannya agar pekerja migran bisa berkarya kembali di negeri sendiri.

Disnakertrans membuat pelatihan kewirausahaan untuk para pekerja migran terdampak pandemi sebagai alternatif untuk mencari nafkah.

"Dampak pandemi membuat tenaga migran susah mendapatkan akses bekerja di negara tujuan, terutama di wilayah Asia Timur. Kendala tersebut membuat kami memberikan inovasi pelatihan kewirausahaan untuk para pekerja migran yang tertunda keberangkatannya," kata Kepala Disnakertrans Jateng, Sakina Rosellasari.

Dengan begitu, lanjutnya, mereka bisa bekerja dan berkarya. Bahkan, bisa meningkatkan kualitas produksi lokal khas daerah masing-masing pekerja migran.

Selain itu, pihaknya juga menyiapkan penanganan kembalinya pekerja migran dari negara penempatan pada masa pandemi ini. Berdasarkan UU No 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan PMI, pemerintah pusat bersama pemerintah provinsi memiliki tugas mengurus kepulangan PMI dalam hal terjadi wabah penyakit, bencana alam, peperangan, deportasi, dan PMI bermasalah.

"Kami melakukan komunikasi dengan atase ketenagakerjaan di KBRI negara setempat. Koordinasi itu dilakukan agar PMI yang akan kembalike Indonesia melaporkan kepulangannya," katanya.

Selain itu, pihaknya berharap KBRI bisa memperpanjang paspor PMI lantaran situasi yang tidak memungkinkan untuk pulang atau dalam situasi force majeur. Perpanjangan itu dilakukan agar PMI tidak overstay dan menjadi unprocedural atau ilegal.

"Komunikasi ini sebagai bentuk bahwa pekerja kita legal dan terlindungan pemerintah," ujarnya.

Ia membeberkan data pekerja migran dari Jateng sebelum pandemi yakni 60.000. Setelah pandemi, ada pekerja migran yang overstay atau selesai pada April sekitar 5.000 pekerja dan 6.000 pada Mei.

Hanya saja, ada PMI asal Jateng yang pulang melalui Bandara Soekarno Hatta sekitar 1.355 orang per 16 Mei. Kemudian, lewat Bandara Juanda 534 orang per 22 Mei ini.

Artinya, kata dia, banyak PMI yang masih berada di negara tujuan sedangkan masa kerja mereka sudah habis atau overstay di negara tujuan. Kemungkinan lain, mereka melanjutkan kontrak mereka dengan perusahaan.

"16 persen sudah pulang. Dan 84 persen masih ada di negara penempatan. Ini menunjukan covid menghalangi mereka untuk pulang atau entah perusahaan melanjutkan kontrak mereka," kata Sakina.

Sementara, Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Jateng, AB Rachman mengatakan, masuknya pekerja migran Indonesia yang mengalami kesulitan lantaran vaksinasi yang belum merata di Indonesia.

Selain masalah kesehatan banyak yang tidak menguasai kemampuan bahasa sehingga harus dideportasi.

"Kalau melihat ke belakang, di Taiwan, tidak boleh masuk karena kawan-kawan (PMI) tidak di-swab ketika tiba di sana. Pihak sana butuh keyakinan bahwa tidak boleh terkena covid, ya caranya dengan swab itu," kata AB Rachman.

Menurutnya, tidak bolehnya PMI masuk ke negara tujuan termasuk Taiwan juga karena kelalaian pihak Indonesia lantaran dinilai tidak melakukan prosedur protokol kesehatan ketat sebelum datang ke negara tujuan.(mam)

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved