Suharso Monoarfa Dicopot
DPC PPP Banyumas Enggan Tanggapi Persoalan Pemberhentian Suharso Monoarfa
DPC Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Banyumas enggan menanggapi terkait pemberitaan pemberhentian Ketua Umum PPP Suharso Monoarfa.
Penulis: Imah Masitoh | Editor: m zaenal arifin
TRIBUNPANTURA.COM, BANYUMAS - DPC Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Banyumas enggan menanggapi terkait pemberitaan pemberhentian Ketua Umum PPP Suharso Monoarfa.
Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) PPP Banyumas, Balqis Fadillah mengatakan, pihaknya tidak memiliki wewenang untuk menanggapi hal tersebut.
"Saya nggak punya kewenangan untuk menjelaskan ke pers," katanya melalui pesan WhatsaApp saat di konfirmasi, Rabu (7/9/2022).
Baca juga: Kenalkan Diri ke Kalangan Milenial, Radio Abirawa Gelar Abirawa Goes to School
Menurutnya mengenai pemberitaan yang sudah menyebar terkait pemberhentian Suharso Monoarfa, ia menyarankan untuk menghubungi Dewan Pimpinan Wilayah (DPW).
"Hubungi DPW saja nggih," singkatnya.
Diketahui melalui rapat Mahkamah Partai yang digelar pada 2-3 September lalu, menyatakan Ketua Umum PPP Suharso Monoarfa diberhentikan sebagai Ketum pada masa bakti 2020-2025.
Baca juga: Harga Emas Antam di Semarang Hari Ini Turun Jadi Rp 954.514 Per Gram, Ini Daftarnya
Diberitakan Suharso Monoarfa diberhentikan atas usulan dari tiga majelis PPP yakni Majelis Syariah, Majelis Kehormatan dan Majelis Pertimbangan.
Hingga Muhammad Mardiono Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) resmi ditunjuk sebagai Pelaksana Tugas (Plt.) Ketua Umum melalui Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) PPP menggantikan Suharso Monoarfa.
Buntut pernyataan kontroversi Suharso Monoarfa mengenai amplop kiai belakang dinilai menjadi alasan Suharso Monoarfa untuk mundur dari jabatannya.
Baca juga: Pemain dan Official Persekat Tegal Didaftarkan Kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan, Ini Manfaatnya
Pernyataan dalam pidatonya saat Pembekalan Antikorupsi Politik Cerdas Berintegritas yang diselenggarakan KPK pada 15 Agustus 2022, menyebutkan bahwa amplop untuk para kiai merupakan benih dari tindak korupsi.
Pernyataan itulah yang dinilai memunculkan emosi pada sebagain kader, santri, dan ulama karena menyinggung utamanya dilingkungan pesantren yang punya tata krama sendiri kepada seorang kiai atau pengasuh pondok pesantren. (*)