Berita Jateng
Bencana Hidrometereologi Ancam Jateng di 2023, Wakil Ketua DPRD Ingatkan Jangan Abaikan Ini
Bencana hidrometereologi mengancam hampir seluruh wilayah di Provinsi Jawa Tengah (Jateng) pada tahun 2023 di masa cuaca ekstrem.
Penulis: hermawan Endra | Editor: m zaenal arifin
TRIBUNPANTURA.COM, SEMARANG - Bencana hidrometereologi mengancam hampir seluruh wilayah di Provinsi Jawa Tengah (Jateng) pada tahun 2023 di masa cuaca ekstrem.
Potensi bencana hidrometereologi ini disebabkan oleh tingginya curah hujan yang diprakirakan melebihi rata-rata atau melebihi batas normal.
Sebelumnya Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) dalam pandangan Iklim tahun 2023 (Climate Outlook 2023) memprakirakan bahwa cuaca ekstrem di Jateng dapat memicu terjadinya bencana hidrometeorologi basah seperti banjir, banjir bandang, dan tanah longsor.
Menanggapi hal ini, Wakil Ketua DPRD Jateng Heri Pudyatmoko meminta masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap potensi bencana tersebut.
Masyarakat dalam menjalankan aktivitasnya juga disarankan untuk menyesuaikan diri dengan prakiraan cuaca dari BMKG.
Lebih lanjut, Heri juga meminta pemerintah pusat maupun pemerintah daerah untuk meningkatkan optimalisasi fungsi
infrastruktur sumber daya air pada wilayah urban atau yang rentan terhadap banjir.
Optimalisasi ini mulai dari penyiapan kapasitas yang memadai pada sistem drainase, sistem peresapan dan tampungan air, agar secara optimal dapat mencegah terjadinya banjir.
"Selain itu juga perlu dipastikan keandalan operasional waduk, embung, kolam retensi, dan penyimpanan air buatan lainnya untuk pengelolaan curah hujan tinggi saat musim hujan dan penggunaannya di saat musim kemarau," tegasnya.
Selain itu, ia juga mengimbau masyarakat yang tinggal di bantaran atau lembah sungai untuk waspada akan terjadinya banjir maupun banjir bandang.
Demikian juga dengan mereka yang tinggal di daerah perbukitan karena di saat hujan lebat.
"Maka sangat penting bagi masyarakat untuk mengenali anda-tanda akan terjadinya tanah longsor ataupun banjir dan banjir bandang," ucap Pimpinan DPRD Jateng dari Fraksi Partai Gerindra ini.
Kebersihan lingkungan dan kesehatan tubuh juga menjadi hal yang harus diperhatikan.
Pasalnya bencana hidrometereologi yang berimbas pada banyaknya genangan air dapat membuat daya tahan tubuh seseorang lebih rentan terserang penyakit.
"Berbagai potensi penyakit perlu diwaspadai ketika terjadinya bencana. Misalnya influenza, demam berdarah, diare, Infeksi Saluran pernapasan Akut (ISPA), hingga leptospirosis akibat banjir. Maka pola hidup sehat harus diterapkan," ungkap Heri.
Lebih lanjut, Heri meminta semua pihak untuk mewaspadai potensi bencana hidrometeorologi di sejumlah wilayah di Jateng akibat curah hujan di bawah normal.
Bahkan hal ini juga dapat memicu kekeringan dan dampak lanjutannya berupa kebakaran hutan dan lahan.
Sementara itu, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Jateng menyebutkan bahwa sepanjang Januari hingga 11 Oktober 2022 ada sebanyak 1.798 kejadian.
Namun tidak semua kejaduan termasuk dalam kategori bencana.
Kepala Pelaksana Harian BPBD Jateng Bergas Catursasi mengatakan, tidak semua 1.798 kejadian ini merupakan bencana. Ada empat indikator yang membedakan antara kejadian dan bencana.
“Ada kejadian atau peristiwa, disebabkan oleh alam, mengganggu aktivitas masyarakat, menimbulkan kerugian termasuk sampai meninggal dunia,” jelasnya menyebutkan empat indikator tersebut.
BPBD Jateng mencatat, dari total jumlah kejadian tersebut, tanah longsor paling sering terjadi. Dari 719 kejadian, 152 kali tanah longsor menimpa Kabupaten Banjarnegara.
Selanjutnya disusul Kabupaten Banyumas sebanyak 76 kejadian tanah longsor, Temanggung 69 kejadian, dan Magelang 67 kejadian.
Catatan BPBD juga menyebutkan, selain tanah longsor, terdapat 548 kejadian angin menimpa Jateng. Sementara banjir terjadi sebanyak 253 dan kebakaran 240 kali.
Sementara itu selama Desember 2022, BPBD Jateng juga mencatat ada sebanyak 149 kejadian bencana. Terbanyak yaitu tanah longsor yang mencapai 54 kejadian.
149 bencana terdiri dari angin kencang, banjir, kebakaran, gelombang pasang atau abrasi, tanah longsor, dan tanah gerak.
Yang terbanyak adalah tanah longsor dengan total 54 kejadian, dan paling sedikit tanah gerak sebanyak 1 kejadian.
Bergas mengungkapkan bahwa pihaknya telah bekerja sama dengan pemerintah daerah di kabupaten/kota serta dinas terkait dalam mitigasi dan penanganan bencana tersebut.
“Itu (kejadian bencana) urusan bareng-bareng. Misal kita bicara tanggul sungai itu kan kewenangan BBWS, kita dari pusat melalui BBWS itu diharap membantu dari pihak Provinsi,” imbuh Bergas.
Pihaknya juga menghimbau kepada masyarakat untuk terus waspada dan mengenali lingkungan masing-masing.
Terutama di daerah yang menjadi langganan banjir ataupun tanah longsor.
“Perlu dilakukan ketangguhan-ketangguhan masyarakat agar mereka bisa mengelola cuaca ekstrem yang dirasa cukup membahayakan, setelah dipetakan di kasih treatmentnya, supaya layanan informasi kedaruratan lebih baik,” pungkas Bergas. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.