Berita Tegal
Abdul Fikri Faqih Dorong Pelaku Ekonomi Kreatif di Tegal Punya Hak Kekayaan Intelektual
Tema bimbingan teknis tersebut adalah Strategi Branding Pengembangan Pemasaran Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Melalui Media Digital.
Penulis: Fajar Bahruddin Achmad | Editor: m zaenal arifin
TRIBUNPANTURA.COM, TEGAL - Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) bersama Komisi X DPR RI mengadakan bimbingan teknis kepada puluhan anak muda pelaku ekonomi kreatif di Hotel Khas Tegal, Sabtu (1/4/2023).
Kegiatan diikuti sekira 50 peserta, antara lain pengusaha kuliner, wisata, kerajinan, hingga influencer.
Tema bimbingan teknis tersebut adalah Strategi Branding Pengembangan Pemasaran Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Melalui Media Digital.
Narasumber yang dihadirkan yaitu Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Abdul Fikri Faqih dan Ketua Indonesia Creative Cities Network (ICCN), Ignasius Galih Sedayu.
Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Abdul Fikri Faqih mengatakan, para pelaku ekonomi kreatif saat ini sedang menghadapi dua problematika seusai pandemi Covid-19.
Pertama terkait penganggaran atau pembiayaan, dan kedua pemasaran.
Melalui bimbingan teknis ini diharapkan para pelaku ekonomi kreatif bisa mem-branding produknya masing-masing.
"Banyak produk-produk kita yang gak kalah. Sehingga tidak peduli lokasi usahanya di daerah mana, asal brandingnya bagus maka bisa sampai ke luar negeri juga," kata Fikri, anggota DPR RI dari fraksi PKS.
Pada kesempatan itu, Fikri mendorong, para pelaku ekonomi kreatif memiliki kesadaran tentang hak kekayaan intelektual.
Ia menilai hal itu masih belum disadari.
Padahal, kekuatan pemasaran hingga ke luar negeri ini ada di hak kekayaan intelektual.
"Ini kan era semua bisa kemana-mana, produk-produk bisa ke Amerika, Eropa dan sebagainya. Nah kekuatannya, kekokohannya ada di hak kekayaan intelektual," jelasnya.
Pemateri lain, Ketua ICCN Ignasius Galih Sedayu mengatakan, di era pemasaran digital ini para pelaku ekonomi kreatif harus transparan dan terbuka dengan publik.
Informasi yang disampaikan melalui media sosial harus jelas.
Termasuk jangan takut untuk mendapatkan kritik dari nitizen di media sosial.
"Era dulu kita memang budaya privasi, selalu ditutupi. Sekarang harus transparan, publik harus tahu karena yang akan menilai adalah nitizen," pesannya. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.