Berita Jateng

Kekeringan Masih Intai Jawa Tengah, BMKG Ingatkan Penggunaan Air Tanah dan Potensi Kebakaran Lahan

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mencatat, wilayah Jawa Tengah memiliki peluang rendah untuk turun hujan pada bulan September ini.

Penulis: iwan Arifianto | Editor: m zaenal arifin
Istimewa
Damkar Kota Semarang saat memadamkan kobaran api yang melahap area perbukitan di belakang Citadel, Kelurahan Ngaliyan, Kecamatan Ngaliyan, Kota Semarang, Sabtu (2/9/2023). 

TRIBUN-PANTURA.COM, SEMARANG - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mencatat, wilayah Jawa Tengah memiliki peluang rendah untuk turun hujan pada bulan September ini. 

Pihaknya mewanti-wanti supaya bijak dalam penggunaan air tanah dan waspada kebakaran hutan.

"Bulan Agustus kemarin ada beberapa daerah di Jateng mengalami 60 hari tanpa hujan  sehingga pengelolaan air tanah harus dilakukan dengan bijaksana," papar Koordinator Informasi dan Observasi pada Stasiun BMKG Meteorologi Ahmad Yani Semarang, Giyarto, Rabu (6/9/2023). 

Hasil monitoring Hari Tanpa Hujan (HTH) dan Analisis Curah Hujan yang dirilis BMKG peluang turun hujan pada dasarian I bulan September 2023 kurang dari 50 milimeter (mm) untuk seluruh wilayah Jawa Tengah. 

Peta sebaran hujan BMKG
Peta sebaran di Jawa Tengah yang seluruhnya mengalami potensi hujan rendah.

Dasarian I dan III September 2023 Seluruh wilayah Jawa Tengah masuk kriteria rendah kurang dari 10 mm.

Kemudian dasarian II September kurang dari 50 mm dan dasarian I Oktober pada umumnya kurang dari 20 mm, kecuali pegunungan Dieng dan pegunungan Ungaran bisa mencapai kurang 50 mm.

Bulan sebelumnya yakni Agustus 2023, sebagian besar wilayah Jawa Tengah masuk kriteria sangat panjang yaitu 31-60 hari tanpa hujan.  

Baca juga: 43 Pejabat Struktural Pemkot Pekalongan Dilantik, Ini Harapan Wali Kota Aaf

Untuk Jepara dan Pati pesisir ada sedikit titik pendek (6 – 10 hari tanpa hujan) juga beberapa titik di Pekalongan, Pemalang, Purbalingga, Banjarnegara. 

Sekitar pegunungan Slamet sampai dengan Dieng sangat pendek (1 – 5 hari tanpa hujan) juga daerah Blora bagian barat dan satu titik di sekitar Keling-Jepara. 

"Beberapa lahan di gunung juga terbakar sehingga kurangi  aktivitas pembakaran lahan meskipun dalam pengawasan," imbuh Giyarto.

Terkait suhu udara di Jawa Tengah, menurut Giyarto masih dalam kondisi normal artinya masih di bawah suhu maksimum.

Catatan BMKG dalam grafik suhu rata-rata maksimum pada tahun 1991-2020 suhu maksimum di bulan September di angka 37,9 derajat celcius.

"Suhu sekarang masih di bawah angka suhu maksimum di kisaran 34 derajat celcius. Suhu berpengaruh dalam kehidupan kita tetapi untuk wilayah ekuator suhu tidak mematikan karena tidak terjadi lompatan melebih batas normal," paparnya.

Baca juga: Tiru Taman Indonesia Kaya Semarang, Pemkab Tegal Pugar Trasa Jadi Pusat Kegiatan Seni Budaya

Kendati begitu, ia mengaku, kondisi suhu sekarang lebih panas daripada angka yang terukur.

Kondisi tersebut disebabkan oleh beberapa faktor di antaranya akibat gerak semu matahari, perubahan tutupan lahan, radiasi matahari, dan polutan.

"Secara umum suhu yang tercatat atau terukur memang masih dalam kondisi normal. Akan tetapi dampak perubahan iklim berpengaruh membuat suhu yang dirasakan lebih panas," jelasnya. (*)

Sumber: Tribun Pantura
Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved