Berita Semarang

Mahasiswa Unnes Ungkap Keresahan Lewat Karya Rabbit Hole di Pameran Presentasi

Pameran Presentasi bertajuk "Karya Sana Curhat Sini" di Kedai Romo, Kelurahan Sekaran, menjadi wadah bagi mahasiswa PSR Unnes menuangkan ide.

Editor: m zaenal arifin
Istimewa
Pameran Presentasi bertajuk "Karya Sana Curhat Sini" di Kedai Romo, Kelurahan Sekaran, menjadi wadah bagi mahasiswa Pendidikan Seni Rupa (PSR) Universitas Negeri Semarang (Unnes) untuk menuangkan ide dan keresahan mereka melalui karya seni, Kamis (20/6/2024) malam. 

TRIBUN-PANTURA.COM, SEMARANG - Pameran Presentasi bertajuk "Karya Sana Curhat Sini" di Kedai Romo, Kelurahan Sekaran, menjadi wadah bagi mahasiswa Pendidikan Seni Rupa (PSR) Universitas Negeri Semarang (Unnes) untuk menuangkan ide dan keresahan mereka melalui karya seni, Kamis (20/6/2024) malam.

Salah satu karya yang menarik perhatian adalah "Rabbit Hole" milik Zidni Maulana, mahasiswa semester 6. Karya berbentuk x-banner berwarna dominan biru dan putih bergambar siluet perempuan ini bercerita tentang dirinya yang masuk ke dalam labirin dan susah keluar.

"Menurut saya, rabbit hole ini keresahan yang sudah banyak dirasakan orang-orang sekitar," ujar Zidni.

Di hadapan para dosen dan rekan mahasiswanya, Zidni menjelaskan bahwa "rabbit hole" merupakan fenomena sosial di mana orang-orang terjebak dalam kegiatan yang mereka senangi, bahkan rela menghabiskan waktu dan uang untuk mengikuti tren tersebut.

Zidni dan 40 temannya menghasilkan karya mereka dalam mata kuliah Ilustrasi Cerita dan Gambar Imajinatif. Mereka memilih medium x-banner karena dinamika seni rupa di era digital yang lebih familiar dengan media sosial dan cetak digital.

"Pengerjaan menjadi lebih singkat dibanding lukis atau gambar manual," jelas Zidni.

Bagi Zidni, pameran ini memberikan pengalaman berharga dalam menyampaikan gagasan dan karya. Ia menekankan bahwa nilai sebuah karya bukan hanya pada tampilan visual, tapi juga cerita di baliknya.

"Saya berharap mahasiswa ke depannya perlu meningkatkan percaya diri dan berani mengutarakan pikirannya," ujar Zidni.

Dosen praktisi pengampu mata kuliah, Arief Hadinata, pemilik Hokgstudio, menjelaskan bahwa Pameran Presentasi ini merupakan kegiatan pamungkas rangkaian 12 jam mata kuliah tersebut.

Ia menyampaikan tantangan yang dihadapi praktisi dalam menyampaikan materi, tema visual menjadi tantangan harus relevan dengan permasalahan para mahasiswa.

"Proses penyesuaian ini membutuhkan observasi yang cermat sebelum memulai praktik agar materi yang disampaikan merupakan materi yang dibutuhkan oleh mahasiswa," terangnya.

Adapun alasannya memilih medium x-banner dibanding kanvas maupun spanram karena dinamika seni rupa di era digital yang lebih familiar dengan sosial media dan cetak digital.

Dengan penggunaan medium tersebut, pengerjaan menjadi lebih singkat dibanding lukis atau gambar manual. Ditambah, para mahasiswa lebih memilih menggunakan perangkat digital dibanding perangkat manual ketika mengerjakan tugas.

Sementara, pameran presentasi ini memberikan pengalaman menyampaikan gagasan dan karya karena menurutnya nilai sebuah karya bukan hanya pada tampilan visual, tapi juga cerita di balik karya tersebut.

"Saya berharap mahasiswa ke depannya perlu meningkatkan percaya diri dan berani mengutarakan pikirannya sehingga saat mereka sudah selesai dari perguruan tinggi, mereka bisa menyampaikan karya pada kolektor ataupun klien," terang pria yang dikenal sebagai Hokage.

Alumnus dari prodi memiliki keresahan mengenai kurang cakapnya para pelaku seni, baik seniman, pekerja seni, maupun yang nantinya menjadi pendidik kurang mahir dalam menceritakan konsep maupun isi karyanya.

Dampak dari ketidakcakapan ini ialah audiens kurang bisa memahami konteks karya saat mengunjungi pameran karena sang seniman tidak bisa menjelaskan karya dengan baik.

Baginya, tugas seniman tidak hanya membuat karya, namun bisa menyampaikan pada pesan karya pada audiens, sehingga dari karya tersebut mendapat kesan dan apresiasi dari audiens.

"Menurut saya, karya menjadi anak yang tak pernah mati bagi seniman, seniman harus menjelaskan nama, karakter, bahkan tingkah-polah bisa disampaikan pada audiens, kalau bisa memunculkan rasa kagum, lucu, gemas, marah, benci, kesal, atau mungkin jijik," urai Arief.

Ketua Program Studi PSR Unnes, Ratih Ayu Pratiwinindya, M.Pd menyatakan pihaknya telah dua kali berkolaborasi dengan praktisi pada Praktisi Mengajar Angkatan 3 dan 4.

"Praktisi Mengajar kami adakan karena dapat menambah pengetahuan bagi mahasiswa tentang perkembangan atau peluang atau tantangan mutakhir di dunia kerja atau dunia usaha yang saat ini dijalankan oleh praktisi," jelas Ratih. 

Ratih menambahkan bahwa Unnes terus beradaptasi dengan perkembangan teknologi di bidang seni rupa dengan melakukan integrasi teknologi dalam kurikulum, peningkatan kompetensi digital dosen dan mahasiswa, adaptasi dan inovasi dalam pembelajaran, kolaborasi dengan industri dan stakeholder, penelitian, dan pengembangan sarana belajar.

Pameran Presentasi "Karya Sana Curhat Sini" menjadi bukti nyata bagaimana Unnes berkomitmen untuk melahirkan seniman-seniman muda yang tidak hanya memiliki kemampuan artistik, tetapi juga mampu berkomunikasi dan menyampaikan gagasannya dengan baik. (*)

Sumber: Tribun Pantura
Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved