Polisi Tembak Pelajar SMK di Semarang
Kasus Penembakan Pelajar SMK di Semarang, Aipda Robig Zaenudin Terbukti Lakukan Pelanggaran HAM
Aipda Robig Zaenudin (38) dinyatakan terbukti melakukan pelanggaran HAM atas perbuatannya menembak tiga pelajar SMK N 4 Semarang.
Penulis: iwan Arifianto | Editor: m zaenal arifin
TRIBUN-PANTURA.COM, SEMARANG - Anggota Satuan Reserse Narkoba (Satresnarkoba) Polrestabes Semarang Aipda Robig Zaenudin (38) dinyatakan terbukti melakukan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) atas perbuatannya menembak tiga pelajar SMK N 4 Semarang, GRO (17) atau Gamma, SA dan AD.
Hal itu disampaikan oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) selepas melakukan pemantauan lapangan dan meminta keterangan sejumlah pihak atas peristiwa penembakan tersebut.
"Tindakan RZ (Robig Zaenudin) telah memenuhi unsur-unsur adanya pelanggaran HAM berdasarkan Pasal 1 angka (3) Undang-Undang Hak Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia," kata Koordinator Subkomisi Pemantauan, Uli Parulian Sihombing dalam keterangan tertulis, Jumat (6/11/2024).
Uli merinci, pelanggaran HAM yang dimaksud yakni pembunuhan di luar proses hukum (extra judicial killing).
Adapun unsur-unsur extra judicial killing yakni adanya pembunuhan dan penembakan yang dilakukan Robig yang mengakibatkan hilangnya nyawa GRO, dan luka-luka yang dialami S dan A.

Baca juga: Oknum Wartawan Semarang Cawe-cawe Kasus Pelajar Ditembak Mati Polisi, Semobil dengan Kapolrestabes
Penembakan ini dilakukan di depan minimart Candi Penataran Kota Semarang Kota, 24 November 2024, sekitar pukul 00.19 WIB.
Pembunuhan dilakukan oleh aparat negara karena Robig tercatat sebagai anggota Satresnarkoba Polrestabes Semarang, dan aparat penegak hukum.
Selain itu, tidak dalam pembelaan diri (self-defense), Robig juga sedang tidak sedang menjalankan tugas dan tidak dalam posisi terancam atas lewatnya sepeda motor yang dikendarai oleh tiga korban tersebut.
"Tidak dalam menjalankan perintah undang-undang, RZ tidak sedang menjalankan perintah undang-undang untuk menembak tiga korban tersebut," bebernya.
Uli melanjutkan, tiga korban yaitu GRO, S, dan A statusnya adalah anak dengan usia di bawah 18 tahun.
Sedangkan RZ sebagai anggota Polri.
Menurutnya, seharusnya tidak melakukan penembakan terhadap anak-anak tersebut dan kepolisian dilarang untuk menggunakan senjata api ketika berhadapan dengan anak-anak.
"Kemudian RZ menghilangkan hak hidup dari korban GRO," katanya.
Baca juga: Duka Keluarga Pelajar SMK di Semarang yang Tewas Ditembak Polisi: Sudah Meninggal Malah Difitnah
Berdasarkan hal tersebut, Kata Uli, Komnas HAM merekomendasikan kepada Kapolda Jawa Tengah untuk melakukan penegakan hukum secara adil, transparan, dan imparsial, baik etika, disiplin, dan pidana kepada RZ.
Melakukan evaluasi secara berkala atas penggunaan senjata api oleh anggota kepolisian di lingkungan Polda Jawa Tengah, termasuk assessment psikologi secara berkala.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.