Opini

Opini Aunullah A'la Habib: Isra' Mi'raj dan Pentingnya Sanad Keilmuan

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Cendekiawan muda NU cum Wasekjen PP GP Ansor, Aunullah A'la Habib (Gus Aun).

Nashiru al-Din al-Asad, dalam kitabnya Mashadiru al-Syi'ri aL-Jahily, ketika membahas mengenai isnad atau jalur transmisi keilmuan, mengatakan bahwa: “Para ulama salaf menganggap dha'if atau lemah keilmuan seseorang yang hanya mengambil ilmu dari teks yang ada pada lembaran-lembaran tertulis tanpa merujuknya kepada para ulama”.

Orang-orang yang demikian ini dijuluki dengan sebutan shahafiy atau para literalis, yang karena tidak mengambil ilmu dari para ulama, akhirnya rawan melenceng pemahamannya.

Etika mengambil ilmu agama

Etika para ulama dalam mengambil ilmu agama kepada para guru mereka (ulama) itu sesuai dengan hadis Nabi SAW riwayat Abu Daud, yang menyatakan bahwa: “para ulama adalah pewaris para Nabi”.

Ini berarti bahwa ilmu agama harus diambil melalui para ulama, bukan sekedar diambil dari catatan teks. Dalam hadis lain yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, Nabi SAW menerangkan bahwa: “Allah mengambil ilmu dari manusia bersama meninggalnya Ulama”.

Imam Bukhari juga meriwayatkan hadis Nabi SAW mengenai orang-orang yang tidak mau mengambil ilmu agama dari para ulama, sehingga ketika para ulama sudah meninggal, mereka mengangkat orang bodoh menjadi pemuka agama, selanjutnya si pemuka agama yang bodoh itu tersesat, dan menyesatkan orang lain.

Atas dasar pentingnya sebuah sanad, bahkan para sahabat-pun selalu mengambil ilmu kepada ulama di antara mereka.

Muhammad Siddiq Khan, dalam kitab Al-Aqlid, menuqil pernyataan dari kalangan al-salaf al-salih yang menyatakan bahwa: “Sesungguhnya orang-orang yang kurang pandai dari kalangan sahabat dan tabi'in, mereka tidak berani menafsirkan al-Qur’an dan hadis tanpa merujuk dan berkonsultasi kepada para ahli ilmu di antara mereka.

Ini adalah keterangan yang mutawatir dari mereka.” Sahabat Umar RA contohnya, meskipun beliau adalah salah satu ulamanya golongan sahabat, tapi beliau tidak segan untuk bertanya kepada seseorang yang lebih ‘alim dalam hal-hal tertentu. Begitu juga generasi berikutnya, seperti Imam Syafi’i dan Imam Bukhari.

Salah satu ulama kita, Hadratus Syaikh KH. Hasyim Asy’ari pernah berkata berkaitan dengan penting nya sebuah sanad. Beliau berkata: “Sesungguhnya umat Islam telah sepakat dan serujuk bahwasanya agar untuk dapat memahami, mengetahui dan mengamalkan syari’at agama Islam dengan benar, harus mengikuti orang-orang yang terdahulu.

Para Tabi’in di dalam menjalankan syari’at mengikuti atau berpegang kepada amaliah para sahabat Rosulullah. Sebagaimana generasi setelah Tabi’in mengikuti para tabi’in, maka setiap generasi selalu mengikuti generasi yang sebelumnya.

Akal yang waras menunjukkan kebaikan sistem yang demikian ini. Karena syari’at Islam tidak dapat diketahui kecuali dengan jalan memindahkan dari orang yang terdahulu dan diambil pelajaran, ketentuan atau patokan dari orang-orang yang terdahulu itu”. (*)

Wallahua'lam.