Alumnus dari prodi memiliki keresahan mengenai kurang cakapnya para pelaku seni, baik seniman, pekerja seni, maupun yang nantinya menjadi pendidik kurang mahir dalam menceritakan konsep maupun isi karyanya.
Dampak dari ketidakcakapan ini ialah audiens kurang bisa memahami konteks karya saat mengunjungi pameran karena sang seniman tidak bisa menjelaskan karya dengan baik.
Baginya, tugas seniman tidak hanya membuat karya, namun bisa menyampaikan pada pesan karya pada audiens, sehingga dari karya tersebut mendapat kesan dan apresiasi dari audiens.
"Menurut saya, karya menjadi anak yang tak pernah mati bagi seniman, seniman harus menjelaskan nama, karakter, bahkan tingkah-polah bisa disampaikan pada audiens, kalau bisa memunculkan rasa kagum, lucu, gemas, marah, benci, kesal, atau mungkin jijik," urai Arief.
Ketua Program Studi PSR Unnes, Ratih Ayu Pratiwinindya, M.Pd menyatakan pihaknya telah dua kali berkolaborasi dengan praktisi pada Praktisi Mengajar Angkatan 3 dan 4.
"Praktisi Mengajar kami adakan karena dapat menambah pengetahuan bagi mahasiswa tentang perkembangan atau peluang atau tantangan mutakhir di dunia kerja atau dunia usaha yang saat ini dijalankan oleh praktisi," jelas Ratih.
Ratih menambahkan bahwa Unnes terus beradaptasi dengan perkembangan teknologi di bidang seni rupa dengan melakukan integrasi teknologi dalam kurikulum, peningkatan kompetensi digital dosen dan mahasiswa, adaptasi dan inovasi dalam pembelajaran, kolaborasi dengan industri dan stakeholder, penelitian, dan pengembangan sarana belajar.
Pameran Presentasi "Karya Sana Curhat Sini" menjadi bukti nyata bagaimana Unnes berkomitmen untuk melahirkan seniman-seniman muda yang tidak hanya memiliki kemampuan artistik, tetapi juga mampu berkomunikasi dan menyampaikan gagasannya dengan baik. (*)