Hukum dan Kriminal

Surat Keterangan Kejiwaan Hilang, Sidang Dugaan Perdagangan Satwa Dilindungi di Kebumen Jadi Sorotan

Sidang perkara perdagangan satwa dilindungi dengan terdakwa berinisial AMAK (24) di Pengadilan Negeri Kebumen menjadi sorotan publik.

Editor: m zaenal arifin
Istimewa
PERMOHONAN EXAMINASI: Tim kuasa hukum terdakwa kasus perdagangan satwa dilindungi dari Josant and Friend's Law Firm, Dr (Hc) Joko Susanto, menyerahkan surat permohonan examinasi ke Kejati Jawa Tengah, Senin (22/9/2025). (Dok) 

“Ada indikasi kuat bahwa dokumen medis ini sengaja dihilangkan oknum penyidik,” tambah Joko.

Baca juga: Penantian 39 Tahun, Jembatan Gantung Merah Putih 10 Jadi Harapan Baru Warga Kranggan-Kebumen

Jaksa Kejari Kebumen mendakwa AMAK telah menangkap, memiliki, dan memperdagangkan satwa dilindungi berupa Beruang Madu dan Kukang Jawa, masing-masing satu ekor.

Ia dijerat Pasal 40A ayat (1) huruf d jo. Pasal 21 ayat (2) huruf a UU Nomor 32 Tahun 2025 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

Padahal menurut keluarga dan kuasa hukum, dakwaan itu cacat sejak awal karena mengabaikan fakta medis yang membuktikan kondisi kejiwaan terdakwa.

Selain ke Kejati Jateng, PT Jateng, dan Polda Jateng, tim kuasa hukum juga mengirim surat ke Jampidum Kejagung, Komnas HAM, Kementerian Hukum dan HAM, Kompolnas, Mahkamah Agung, Propam Polri, hingga Irwasum Mabes Polri.

Mereka meminta agar dilakukan penyelidikan internal terkait dugaan penghilangan dokumen medis dalam berkas perkara dan eksaminasi agar perkaranya dituntut dan divonis bebas.

Menanggapi hal tersebut, Kasi Penkum Kejati Jateng, Arfan Triono, mengaku pihaknya baru mengetahui status ODGJ terdakwa pada persidangan terakhir, setelah keluarga menunjukkan hasil rekam medis di persidangan.

“Perkara ini masih menunggu pemeriksaan ahli untuk memastikan kondisi kejiwaan terdakwa. Jadi belum masuk tahap penuntutan,” jelasnya.

Baca juga: Pemancing Asal Brebes Hilang Tersapu Ombak di Pantai Sawangan Kebumen

Namun Arfan tidak menampik, jika dokumen medis tersebut disampaikan sejak awal ke jaksa peneliti, kasus ini seharusnya tidak sampai ke tahap persidangan. 

“Kalau dari awal ada surat kejiwaan, berkas tidak akan dinyatakan lengkap (P21). Perkara mestinya berhenti,” ungkapnya.

Meski demikian, Arfan enggan berkomentar banyak mengenai klaim keluarga yang menyatakan telah menyerahkan dokumen medis ke penyidik.

Ia hanya menegaskan bahwa dalam berkas yang diterima jaksa, memang tidak terlampir dokumen medis kejiwaan.

Kasus ini kini menjadi sorotan publik, karena menyingkap dugaan adanya maladministrasi dalam proses penegakan hukum.

Tidak dilampirkannya dokumen medis yang membuktikan terdakwa ODGJ dianggap sebagai pelanggaran serius, karena berpotensi menjerumuskan orang dengan gangguan jiwa ke dalam proses pidana yang seharusnya tidak layak dijalani. (*)

Sumber: Tribun Pantura
Halaman 2 dari 2
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved