Berita Jateng
Iskindo Jateng Sebut Nelayan Kecil Terancam dalam Omninus Law UU Cipta Kerja
Ketua Ikatan Sarjana Kelautan Indonesia (Iskindo) Jawa Tengah, Riyono, menyebut ada kekhawatiran akademisi dan kalangan ilmuwan sarjana kelautan.
Penulis: mamdukh adi priyanto | Editor: Rival Almanaf
TRIBUN-PANTUR.COM, SEMARANG - Ketua Ikatan Sarjana Kelautan Indonesia (Iskindo) Jawa Tengah, Riyono, menyebut ada kekhawatiran akademisi dan kalangan ilmuwan sarjana kelautan terkait Omnibus Law Undang Undang Cipta Kerja.
Menurutnya, adanya beleid tersebut akan banyak berimplikasi kepada tata kelola wilayah laut, kesejahteraan nelayan, kedaulatan negara di laut Indonesia.
"Dalam draf final tim perumus Baleg sebagai bahan akhir menuju pengambilan putusan tingkat satu, dijelaskan bahwa status nelayan kecil sudah tidak berbasis kepemilikan kapal yang memiliki GT (gross tonage) maksimal 10 GT, hanya berbasis kegiatan tangkap ikan," kata Riyono, ketika dihubungi Tribun-Pantura.com, Minggu (11/10/2020).
• Perajin Ban Bekas Terdampak Pandemi Covid-19, Biasa Dapat Pesanan Ribuan Kini Hanya Puluhan
• Ingin Makan Gratis di Area Slawi?? Ayo Coba ke Roemah Makan Rakjat
• Satgas Covid-19 Temanggung Pantau Kegiatan di Lingkungan Pondok Pesantren
Bahkan, kata dia, definisi nelayan kecil dalam Omnibus Law semakin kabur karena bersifat umum dan tidak memiliki indikator.
Menurutnya, hal ini berpotensi terjadi konflik antara nelayan kecil dengan nelayan skala besar. Nelayan besar bisa memiliki keistimewaan yang ada pada nelayan kecil.
"Nelayan tradisional dan kecil akan semakin sengsara," tandas pria yang juga anggota DPRD Jawa Tengah dari Fraksi PKS ini.
Selain itu, lanjutnya, setiap daerah provinsi memiliki aturan tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K).
Perda ini adalah mandat dari Undang Undang Nomor 1 Tahun 2014 yang merupakan revisi Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Dalam aturan di Omnibus Law, semua aturan laut akan diambil alih pusat dengan berlindung pada PSN (proyek strategis nasional).
"Ini jelas sangat merugikan daerah dan mengancam kelestarian wilayah pesisir, sumber daya alam, berpotensi merusak laut kita," jelas wakil rakyat dari daerah pemilihan Pemalang, Pekalongan, Batang, dan Kota Pekalongan ini.
Selain itu, UU ini memberikan ruang laut untuk dikuasai kapal asing. Dalam UU 45/2004 tentang perikanan disebutkan bahwa kapal berbendara asing harus menggunakan anak buah kapal (ABK) dalam negeri minimal 70 persen.
• Masuk Kembang Desa Cukup Bayar Rp 5.000, Pengunjung Dimanjakan Hamparan Bunga Celosia
• 176 Pasangan di Bawah Umur Mengajikan Dispensasi Nikah di Kota Semarang Hingga Bulan September
• Menilik Wisata Negeri di Atas Awan Kaki Gunung Sindoro Temanggung
Pada Omnibus Law, kata dia, pasal ini dihapuskan. Laut di Zona Ekonomi Eksklusif Internasional (ZEEI) bisa semakin sulit mengontrolnya.
"Alasan di atas semakin membuat nelayan akan semakin sulit kehidupan mereka, bahkan kita akan sulit menemukan nelayan kecil atau tradisional di laut karena ruang laut bisa jadi dikuasai pengusaha dan investor asing yang berlindung dibalik UU ini," katanya.
Riyono menambahkan kegaduhan pengesahan UU Cipta Kerja sangat wajar. Demo buruh dan mahasiswa semakin meluas karena mereka sangat khawatir