Berita Nasional
Polemik UU Cipta Kerja, LP3ES Sebut Omnibus Law Berpotensi Ciptakan Pemerintahan Otoriter
Polemik UU Cipta Kerja, LP3ES Sebut Omnibus Law Berpotensi Ciptakan Pemerintahan Otoriter
Penulis: mamdukh adi priyanto | Editor: yayan isro roziki
TRIBUNPANTURA.COM, SEMARANG - Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) menilai Omnibus Law Undang Undang Cipta Kerja dikhawatirkan bakal mengubah kebijakan pemerintah pusat yang cenderung otoriter.
Sebab, dalam kacamata LP3ES, tak sedikit pasal dalam perundangan tersebut yang bermasalah.
"Pemerintah pusat nantinya berpeluang membuat kebijakan yang mirip dengan gaya Orde Baru (Orba)."
"Karena sebenarnya dalam UU Omnibus Law, banyak pasal-pasal yang masih bermasalah," kata Direktur LP3ES, Wijayanto PhD, Rabu (14/10/2020).
Baca juga: 35 Investor Asing Resah atas Pengesahan UU Cipta Kerja, Kirim Surat Terbuka untuk Jokowi
Baca juga: Kecelakaan Maut di Tol Pemalang-Batang, Innova Tabrak Truk, 1 Orang Meninggal Dunia
Baca juga: Sidak PAI, Wakil Wali Kota Tegal Jumadi: Kami Belum Izinkan Objek Wisata untuk Kembali Buka
Baca juga: 37 Warung Rusak Dihantam Gelombang Pasang di Pantai Batamsari Kota Tegal, BPBD: Pukul 03.00
Hal itu terungkap berdasarkan analisa lembaganya.
Karena itu, Wijayanto tidak setuju dengan disahkannya Undang Undang yang dikenal dengan Sapu Jagat ini.
Sebab, kata dia, dalam proses politiknya memang perundang- undangan tersebut sangat bermasalah.
"Undang-undang ini kan sebenarnya belum tuntas, juga masih banyak pertanyaan publik."
"Dan terbukti banyak demo di mana-mana," jelas pria yang kerap mengenakan topi fedora dalam setiap penampilan.
Sebut saja dari segi lingkungan hidup, pemerintah berupaya menggunakan UU Omnibus Law untuk memperkecil peranan pemerintah daerah.
Satu yang mencolok ialah pemerintah telah menghapus izin analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL).
"Dari aspek lingkungan pemerintah pusat bisa ambil kewenangan daerah dalam memberikan perizinan. Termasuk menghapus AMDAL," tandasnya.
Implementasi Omnibus Law m, kata dia, bakal berpengaruh pada segala sektor di Jateng.
Dengan kebijakan yang bisa diambil alih pusat, maka akan ada sentralisasi.
"Pemerintah pusat akan jadi pihak yang otoriter untuk menentukan izin- izin bisnis dan AMDAL."
"Dan itu merugikan masing-masing daerah. Pertemuan ekonomi masuk dengan deras tapi mengabaikan lingkungan hidup," ujar Wijayanto yang juga merupakan akademisi dari Semarang ini.
Sedangkan di sektor ketenagakerjaan, lanjutnya, UU Omnibus Law juga mengatur ketentuan untuk mengurangi jumlah pesangon bagi para tenaga kerja yang pensiun.
"Ada pengurangan sumber daya manusia. Tenaga kerja mudah direkrut dan mudah dipecat, itu akan bermasalah di sektor tenaga kerja," katanya.
Ia menambahkan penolakan Omnibus Law sudah muncul sejak Maret silam dimana publik waktu itu kerap menentang pembahasan draf RUU Omnibus Law.
"Tapi itu semua diabaikan. Kok sekarang Undang- Undangnya disahkan."
"Padahal di sisi substansinya sudah mendapat kajian dari para pakar ekonomi, lingkungan hidup dan media. Hasilnya muncul sejumlah kekhawatiran," imbuhnya.(mam)
Baca juga: Sambang Desa, Bupati Batang Wihaji Kaget Lihat Anak Putus Sekolah, Ini yang Kemudian Dilakukan
Baca juga: Sales Pupuk Ditangkap Polisi, Edarkan Uang Palsu: Saya Buat Jalan-jalan dan Belanja di Jogja
Baca juga: Pulang Merumput Pergoki Istri Bugil di Kamar dengan Pria, Suami Spontan Bacok Kepala Tetangga
Baca juga: Dukuh Sibimo Kabupaten Batang Kental Kepercayaan Mistis dan Pantangan, Melanggar Kena Musibah