Berita Jateng

Mahasiswa Rentan Terpapar Radikalisme, Wagub Jateng: Kita Diperintahkan untuk Tidak Fanatik

Para pelajar atau mahasiswa berisiko terpapar ajaran intoleransi dan radikalisme lebih tinggi, seperti ditunjukan sejumlah penelitian.

Penulis: mamdukh adi priyanto | Editor: Rival Almanaf
Istimewa
Wagub Jateng, Taj Yasin saat mengikuti webinar terkait pencegahan radikalisme di kalangan mahasiswa. 

TRIBUN-PANTURA.COM,SEMARANG - Para pelajar atau mahasiswa berisiko terpapar ajaran intoleransi dan radikalisme lebih tinggi, seperti ditunjukan sejumlah penelitian.

Hal tersebut juga dikatakan Wakil Gubernur Jawa Tengah, Taj Yasin Maimoen, saat webinar 'Mencegah Radikalisme Berbasis Agama di Kalangan Mahasiswa'.

"Saat ini, memang mahasiswa jika diibaratkan perempuan yang seksi, seksi betul dimasuki paham radikal. Bukan di kalangan mahasiswa saja, tapi juga pesantren. Dua unsur lembaga ini lah yang menjadi magnet untuk menggalang kekuatan radikal di Indonesia," kata Gus Yasin, seperti dikutip pada Rabu (18/11/2020).

Mahasiswa menjadi 'makanan empuk' target radikalisme lantaran lebih mudah. Selain itu, mahasiswa dalam tingkatan masyarakat merupakan kelompok yang bermutur, berpendidikan, dan berkualitas.

Baca juga: Pembunuh DF Siswi Asal Demak di Hotel Bandungan Terancam Hukuman Mati Hanya Karena Sakit Hati

Baca juga: Banjir Telah Surut, Ruas Jalan Nasional Buntu - Sumpiuh Banyumas Kembali Lancar

Baca juga: Ayah Bakar Anak Kandung yang Tuna Wicara, di Kantor Polisi Ngaku Nggak Sengaja

Baca juga: Korban Longsor di Sumpiuh Banyumas Belum Ditemukan, Polisi Kerahkan Anjing Pelacak

 

Dari itu, masyarakat memiliki anggapan pembenaran bahwa mahasiswa saja ikut dalam kelompok tersebut (radikalisme). Sehingga kondisi ini mempermudah paham radikalisme mempengaruhi lapisan masyarakat lain.

Menurutnya, upaya pencegahan harus dilakukan bersama- sama semua pihak, tidak hanya pihak universitas atau pun pemerintah. Untuk pengajar di lembaga pendidikan, Gus Yasin berharap memberikan pemahaman materi tentang agama secara kafah atau keseluruhan.

Putra dari ulama kharismatik almarhum KH Maimoen Zubair ini, menjelaskan radikal tidak semuanya jelek. Ada juga radikal yang berarti maju dalam berpikir dan mengembangkan yang lebih baik.

Terutama radikal dalam pemerintahan, ekonomi, maupun keagamaan. Namun, yang perlu digarisbawahi dan diwaspadai yakni sifat radikal yang bermakna pembenaran atau fanatisme. Hal itu yang perlu dibenarkan.

"Rasul menyampaikan bahwa perbedaan umat sebagian dari rahmat. Tidak hanya perbedaan agama, suku, tapi perbedaan dalam satu agama dimana ada beberapa mazhab. Kita diperintahkan untuk tidak fanatik yang akhir- akhir ini muncul, tidak perlu saya sebutkan," ucapnya.

Sifat radikal dengan fanatisme tersebut menganggap dirinya sendiri yang paling benar, tidak pernah salah. Semua orang, selain nabi, bisa saja dalam penyampaiannya tidak menutup kemungkinan ada kesalahan.

"Indonesia memiliki 250 bahasa, 17 ribu pulau, dan beberapa suku dan agama, maka harus merawat kesatuan negara Indonesia dalam salah satunya pilar Bhineka Tunggal Ika. Perbedaan merupakan sunatullah, tidak mungkin Allah menciptakan satu pemikiran, satu pemahaman, itu keniscayaan," imbuhnya.

Sementara, Rektor Universitas Diponegoro, Prof Yos Johan Utama, menyatakan masalah radikalisme saat ini betul- betul telah menyeruak di kehidupan sosial, politik, dan keagamaan yang ada di Indonesia.

Menurutnya, seharusnya agama datang membawa kedamaian, membawa keselamatan, seperti sifat dasar Islam rahmatan lil alamin, kehadiran agama menjadi seseorang tentram dan nyaman. Bukan justru sebaliknya, yang dinilai sangat memprihatinkan.

"Kalau hanya sekedar diri sendiri yang merasa agamanya benar tidak jadi satu masalah. Tapi ketika itu dibawa ke ruang publik dengan mentafsirkan dan mengkafirkan kelompok agama lain itu yang menjadi masalah," jelasnya.

Ia menegaskan dari hal yang sifatnya hubungan pribadi antara insan dengan tuhan, namun ketika dibawa ke wilayah sosial publik muncul deviasi kelompok penganut agama lain, bahkan sesama agama, itu jadi satu hal yang bersifat paradoks.

Halaman
12
Sumber: Tribun Pantura
Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved