Berita Nasional

Blunder Tito, Pengakuan Kemendagri: Mendagri Tak Bica Copot Kepala Daerah, Siapa Bilang Bisa?

Blunder Tito, Pengakuan Kemendagri: Mendagri Tak Bica Copot Kepala Daerah, Siapa Bilang Bisa?

ANTARA FOTO/AKBAR NUGROHO GUMAY via kompas.com
Mendagri Tito Karnavian mengikuti rapat kerja dengan Komisi II DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (21/9/2020). DPR menyetujui pagu anggaran Kementerian Dalam Negeri untuk tahun 2021 sebesar Rp3,2 triliun dan menyetujui tambahan anggaran sebesar Rp1,2 triliun untuk dibahas di Badan Anggaran DPR. 

Instruksi Mendagri soal penegakan protokol kesehatan, dinilai sebagai blunder Tito Karnavian. Dirjen Kemendgari tegas menyebutkan, Mendagri tak bisa serampangan pecat kepala daerah.

TRIBUNPANTURA.COM, JAKARTA - Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Administrasi Kewilayahan (Adwil) Safrizal mengatakan, menteri dalam negeri memang tidak dapat mencopot atau memberhentikan kepala daerah.

Hal itu disampaikan Safrizal merespons polemik setelah terbitnya Instruksi Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Nomor 6 Tahun 2020 tentang Penegakan Protokol Kesehatan.

Baca juga: Intruksi Mendagri soal Prokes, Kepala Daerah Bisa Dicopot, Ganjar: Gak Perlu Ngancam-ngancam

Baca juga: Tragedi Maut, Sandal Terjatuh di Gorong-gorong, Bocah 10 Tahun Tewas setelah Terseret Arus

Baca juga: Sedan Terpelanting setelah Libas Genangan di Tol Pejagan-Pemalang, Begini Respon PPTR

Baca juga: FPI Bukan Ormas yang Terdaftar Secara Resmi, Kemendagri Ungkap Ternyata Ini Penyebabnya

“Kalau ada yang bilang, mana bisa edaran menteri dalam negeri memberhentikan (kepala daerah), emang enggak bisa, siapa bilang bisa?” ungkap Safrizal dalam diskusi daring bertajuk “Terimbas Kerumunan Rizieq”, Minggu (22/11/2020).

“Semua sudah ada ketentuan dan prosedurnya,” imbuh dia.

Menurut dia, surat instruksi tersebut diterbitkan sebagai pengingat bagi kepala daerah dalam menangani pandemi Covid-19.

Tujuannya, agar kerumunan seperti saat acara pemimpin Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab di Jakarta maupun Jawa Barat tak terulang kembali di daerah lainnya.

“Mengingatkan bahwa di dalam UU Kekarantinaan Kesehatan, dalam UU wabah, dalam UU 23, patuhilah, kerjakanlah,” ucapnya.

“Itu saja yang disampaikan kepada seluruh kepala daerah sehingga momen yang kemarin terjadi itu tidak terjadi di tempat lain, ini kan mitigasi,” sambung Safrizal.

Adapun menurut mantan Dirjen Otda Kemendagri Djohermansyah Djohan, pemberhentian kepala daerah harus melalui DPRD.

“Harus melalui prosedur, bahkan melibatkan DPRD,” ujar Djohermansyah dalam diskusi yang sama.

Instruksi Mendagri

Mendagri Tito Karnavian sebelumnya mengeluarkan instruksi Nomor 6 Tahun 2020 tentang Penegakan Protokol Kesehatan untuk Pengendalian Penyebaran Corona Virus Disease (Covid-19).

Instruksi itu berisi tentang hal-hal yang harus dilakukan oleh gubernur dan bupati atau wali kota dalam penanganan pandemi Covid-19.

Pada poin pertama para kepala daerah diminta untuk menegakkan secara konsisten protokol kesehatan guna mencegah penyebaran Covid-19 di daerah masing-masing.

"Berupa memakai masker, mencuci tangan dengan benar, menjaga jarak, dan mencegah terjadinya kerumunan yang berpotensi melanggar protokol tersebut," demikian isi salah satu poin instruksi Mendagri.

Poin kedua, kepala daerah diminta melakukan langkah-langkah proaktif untuk mencegah penularan covid 19 dan tidak hanya bertindak responsif atau reaktif.

Pencegahan dapat dilakukan dengan cara humanis dan penindakan termasuk pembubaran kerumunan dilakukan secara tegas dan terukur sebagaimana upaya terakhir.

Kemudian poin ketiga, kepala daerah diminta menjadi teladan bagi masyarakat dalam mematuhi protokol Covid-19.

Termasuk tidak ikut dalam kerumunan yang berpotensi melanggar protokol kesehatan.

Sementara poin keempat berisi tentang sanksi bagi kepala daerah yang tidak menaati aturan perundang-undangan termasuk mengenai protokol kesehatan.

Sanksi tersebut sesuai dengan aturan Pasal 78 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Kemudian dalam poin kelima dijelaskan bahwa, berdasarkan Pasal 78 sanksi bagi kepala daerah yang tidak mematuhi aturan perundang-undangan akan diberhentikan.

Adapun Pasal 78 UU Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah mengatur:

(1) Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah berhenti karena:

a. meninggal dunia

b. permintaan sendiri

c. diberhentikan

(2) Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c karena:

a. berakhir masa jabatannya

b. tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap secara berturut-turut selama 6 (enam) bulan

c. dinyatakan melanggar sumpah/janji jabatan kepala daerah/wakil kepala daerah;

d. tidak melaksanakan kewajiban kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 huruf b

e. melanggar larangan bagi kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (1), kecuali huruf c, huruf i, dan huruf j

f. melakukan perbuatan tercela

g. diberi tugas dalam jabatan tertentu oleh Presiden yang dilarang untuk dirangkap oleh ketentuan peraturan perundang-undangan

h. menggunakan dokumen dan/atau keterangan palsu sebagai persyaratan pada saat pencalonan kepala daerah/wakil kepala daerah berdasarkan pembuktian dari lembaga yang berwenang menerbitkan dokumen dan/atau

i. mendapatkan sanksi pemberhentian. (*)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Kemendagri: Mendagri Memang Tidak Bisa Berhentikan Kepala Daerah

Baca juga: Anggota Polri Dilarang Foto dengan Pose Ini Selama Pilkada Serentak 2020

Baca juga: Bruukkkk . . . Hujan Deras, Rumah Mardiyah Rusak Berat Tertimpa Pohon di Kabupaten Pekalongan

Baca juga: Ibu Hamil Dilarang Makan Durian? Ahli Justeru Ungkap Manfaat Durian untuk Bumil, Begini Faktanya

Baca juga: Bocah 8 Tahun Kleptomania, Puluhan Kali Mencuri Bikin Polisi Kewalahan, Dicekoki Sabu Sejak Bayi

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved