Berita Slawi
Harga Kedelai Meroket, Ukuran Tempe di Kabupaten Tegal Menyusut, Perajin Tak Mampu Gaji Karyawan
Harga Kedelai Meroket, Ukuran Tempe di Kabupaten Tegal Menyusut, Perajin Tak Mampu Gaji Karyawan
Penulis: Desta Leila Kartika | Editor: yayan isro roziki
TRIBUNPANTURA.COM, SLAWI - Harga kedelai sebagai bahan baku tempe meroket. Tak ayal, hal itu membuat sejumlah perajin kelimpungan.
Mereka mengaku terpaksa mengurangi volume dan ukuran tempe agar tak menangguk kerugian.
Seorang perajin tempe di Desa Debong Wetan, Dukuhturi Kabupaten Tegal, Jaitun (45), misalnya, ia mengurangi ketebelan tempe produksinya dari semula 8 centimeter (cm) menjadi 7 cm.
Baca juga: Bea Cukai Semarang Sita Ratusan Ribu Batang Rokok Ilegal dari Bus Jurusan Bandung, Sopir Bingung
Baca juga: Dinkes Jateng Pastikan 35 Kabupaten/Kota Dapat Jatah Vaksin, Semarang dan Solo Terbanyak
Baca juga: Cuaca Buruk, Kapal Penangkap Ikan Tenggelam di Batang, Begini Kisah Penyelamatan 15 ABK
Baca juga: PSBB Jawa Bali Diberlakukan, Menteri Keuangan Sri Mulyani Beberkan Dampak Terhadap Ekonomi
Menuruntya, itu terpaksa dilakukan karena untuk menutup biaya produksi.
Pendapatan yang diperoleh dari penjualan tempe hanya bisa digunakan untuk membeli bahan baku kedelai saja.
Bahkan untuk membayar gaji karyawan pun Jaitun tidak sanggup, dan mau tidak mau menggunakan tabungan pribadi untuk membayar gaji 5 karyawannya.
"Siasat yang saya lakukan supaya tetap bertahan ya dengan mengurangi ukuran tempenya, dari yang tebal 8 cm jadi 7 cm."
"Karena kalau menaikkan harga pembeli juga tidak mau. Jadi ya jujur kenaikan harga kedelai ini sangat berpengaruh dengan kondisi usaha saya," ungkap Jaitun, pada Tribunpantura.com, Kamis (7/1/2021).
Tidak hanya mengurangi ukuran tebal tempenya, Jaitun juga mengurangi jumlah produksinya.
Dari yang biasanya 2 kuintal per hari, saat ini hanya 1,5 kuintal per hari.
Saat ini Jaitun biasa mencetak (memproduksi) 50-60 tempe per hari yang satu cetaknya membutuhkan 5 kg kedelai.
Harga satu cetak tempe Rp50 ribu yang menggunakan alas plastik, sedangkan yang alas daun Rp40 ribu.
"Sekarang harga kedelai Rp9 ribu per kilogram, padahal biasanya Rp6 ribu per kilogram."
"Sehingga omzet pun turun, dari yang biasnya saya bisa menjual 60 cetak tempe saat ini paling 50 cetak saja, itu pun untung-untungan."
"Hasil penjualan yang saya dapat hari ini pun, untuk belanja kedelai besoknya kadang masih kurang, jadi banyak tomboknya dari pada untung," terangnya.
Saat Tribunpantura.com tiba di lokasi produksi tempe milik Jaitun di Desa Debong Wetan, RT 5 RW 1, Kecamatan Dukuhturi Kabupaten Tegal, ia dan beberapa karyawannya sedang sibuk dengan aktivitas masing-masing.
Ada yang sedang mengolah kedelai yang siap cetak, ada yang sedang mencuci kedelai, ada juga yang sedang membuat bumbu.
"Harapan saya harga kedelai segera normal seperti biasa, sehingga pendapatan saya juga kembali stabil."
"Tidak tombok terus menerus seperti saat ini. Saya juga berharap dari pemerintah ada bantuan, sehingga bisa meringankan beban kami sebagai produsen tempe," harapnya. (dta)
Baca juga: Usaha Orangtua Terdampak Pandemi Hingga Nunggak Bayar SPP, Anak Dikeluarkan dari Sekolah
Baca juga: Banyumas Masuk Zona PSBB, Total Positif Sudah Mencapai 5.070 Kasus
Baca juga: Whatsapp Mengharuskan Penggunanya Serahkan Data ke Facebook, Jika Tidak Ini Akibatnya
Baca juga: Mensos Blusukan, Hashtag Risma Ratu Drama Trending, Begini Tanggapan Biro Humas