Hukum dan Kriminal

Ihwal Dikabulkannya Praperadilan Terhadap Ditreskrimum Polda Jateng, Ini Kata Ahli Pidana

Prof., Dr. Nur Basuki Minarno, SH, M.Hum menilai hakim Pengadilan Negeri (PN) Semarang telah salah memahami perkara yang ditangani.

Editor: m zaenal arifin
Dokumentasi
Hakim tunggal membacakan putusan permohonan praperadilan dalam sidang di PN Semarang, kemarin. 

TRIBUNPANTURA.COM, SEMARANG - Ahli Pidana Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Prof., Dr. Nur Basuki Minarno, SH, M.Hum menilai hakim Pengadilan Negeri (PN) Semarang telah salah memahami perkara yang ditangani.

Menurutnya, hakim tidak memahami secara keseluruhan perkara yang telah diputus.

Hal itu dikatakannya menanggapi dikabulkannya gugatan praperadilan yang diajukan dua tersangka yang juga residivis yaitu RR dan EMK, terhadap Ditreskrimum Polda Jawa Tengah.

Dalam putusan, hakim menyatakan penetapan tersangka RR dan EMK oleh Ditreskrimum Polda Jawa Tengah, tidak sah.

Alasannya, penyidik dinilai tak dapat menunjukkan bukti baru dan hanya menjadikan alat bukti lama untuk menetapkan keduanya sebagai tersangka.

"Hakim telah salah memahami perkara karena tak komprehensif. Praperadilan itu bicara proses atau prosedur, bukan kualitas alat bukti. Kalau alat bukti lama masih relevan, ya bisa dipakai," kata Prof. Nur Basuki, Rabu (22/6/2022).

Perlu diketahui, kedua tersangka sebelumnya telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pemalsuan dokumen. Penyidikannya kemudian dihentikan berdasarkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3).

Pihak pelapor yang tak puas, kemudian melakukan upaya hukum dengan menggugat praperadilan SP3 tersebut ke PN Semarang.

Saat itu, hakim menyatakan SP3 tidak sah dan penyidik diharuskan melanjutkan penyidikan.

Atas dasar putusan praperadilan itu, penyidik kembali melakukan penyidikan dan menetapkan kembali RR dan EMK sebagai tersangka.

"Ini aneh. Perkara dibuka kembali karena sebelumnya ada putusan praperadilan yang memerintahkan agar penyidik melanjutkan penyidikan. Artinya, penyidikan yang berjalan sekarang itu perintah hakim," jelasnya.

Dengan dikabulkannya gugatan praperadilan yang diajukan kedua tersangka, katanya, maka secara otomatis bertentangan dengan putusan hakim praperadilan sebelumnya.

Padahal dalam aturannya, putusan hakim dalam perkara yang sama tidak boleh berlawanan.

Jika hal itu terjadi, patut diduga hakim telah bermain dalam membuat putusan.

"Sudah pasti putusan praperadilan yang sekarang ini bertentangan dg putusan praperadilan sebelumnya. Jika alasannya adalah alat bukti lama yang dipakai untuk dasar penetapan tersangka, itu tidak ada relevansinya," tegasnya.

Sumber: Tribun Pantura
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved