Berita Nasional

Pengamat Sebut Jawa Masih Jadi Kunci Pemilu 2024, Tapi Politik Etnis Makin Tergerus

Politik Indonesia tak lagi berbicara soal etnis, malah kerjasama antar etnis. Pandangan ilmuwan menganggap secara politik ikatan etnis lebih lemah.

Editor: m zaenal arifin
Dokumentasi
Diskusi Program Memilih Damai dengan tema "Masihkan Berlaku The Iron Law of Indonesia Politics 'Jawa Adalah Kunci' Pada Pemilu 2024?" di Aula Prof Syukur Abdullah, FISIP Universitas Hasanuddin, Makassar pada Senin (14/11/2022). 

Sistem ini sejalan dengan bentuk negara Indonesia yakni kesatuan.

"Kedua, berlakunya sistem nasional. Kita negara kesatuan, beda dengan federal. Sistem kita unitaristik, desentralisasi yang belakangan ditarik jadi resentralisasi. Dalam konteks regulasi, ada DAU (Dana Alokasi Umum) dan DAK (Dana Alokasi Khusus) dari pusat," kata Panji

"Dari aspirasi kedaerahan itu ngerem secara institusional. Desain pemilunya nasional sifatnya sama. Sistem kepartaiannya juga sentralistik, Jakarta juga yang menentukan. Jadi aspirasi terbentuknya parpol daerah tak berkembang," lanjutnya.

Alasan terakhir yakni pengaruh dari politik uang. 

"Ketiga yang menarik, ini tidak bisa saya bilang bagus. Ada sistem patronase yang menghancurkan ikatan etnis. Bahasa umumnya, ya politik uang," tegas Alumni UI ini.

Baca juga: Ikut Bantu Penanganan Stunting, Pemkab Batang Beri Penghargaan ke PT Bhimasena Power Indonesia

Menurutnya, politik uang memiliki dua efek berbeda, ibarat pisau bermata dua.

Di satu sisi merusak politik sehat, namun di sisi lain bisa meredam politik etnis.

"Ya merusak dan berdampak tidak terbangunnya politik etnis karena dari aspek sebagai mekanisme politik elektoral yang efektif dalam mobilisasi sehingga basis ikatan identitas etnis tidak berkembang," katanya.

Sementara itu Komisaris Utama PT Cyrus Nusantara, Hasan Nasbi membahas detail soal potret pemilih Indonesia. 

Hasan Nasbi menyebut pemilih harus legowo melihat pulau Jawa yang menjadi lumbung suara.

"Kalau bicara dalam konteks Jawa kita harus memahami dalam beberapa pengertian kalau Jawa adalah sebuah pulau itu dalam berbagai survei, komposisi hampir 60 persen berdiam di Pulau Jawa," jelas Hasan Nasbi

"Jadi kalau kita sederhanakan 60 persen Jawa, 20 Sumatra, 20 lagi itu gabungan dari Kalimantan, Sulawesi, Bali, Maluku sampai Papua. Jabar tambah Jakarta aja lebih besar dari Indonesia Timur," lanjut alumni Ilmu Politik Universitas Indonesia itu.

Baca juga: Berhasil Kelola Sampah, Bupati Banyumas Achmad Husein Ditunjuk Jadi Pembicara COP27 di Mesir

Bahkan ia menyampaikan jumlah populasi di Pulau Jawa terbanyak di dunia.

"Jawa itu the most populated island in the world. Bahkan penduduk pulau Jawa lebih besar dari Rusia," kata Hasan Nasbi.

Dalam politik, Hasan mengibaratkan pulau Jawa seperti kolam ikan.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Pantura
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved